Dunia Digital dan Pembentukan Pengetahuan Generasi Muda

Selasa, 12 Juli 2022 - 21:34 WIB
loading...
A A A
Mesin pencari seperti Google, merespons hal ini dengan membuat serangkaian fitur personalisasi. Secara spesifik, personalisasi pada model perpustakaan digital pun harus segera disiapkan. Hal ini akan membantu para pemustaka dengan sangat mudah untuk mengakses pengetahuan, bahkan tanpa harus memahami proses logika pencarian.

Memiliki akses ke semua pengetahuan yang diinginkan adalah berkah dunia digital. Tetapi sangatlah naif untuk memercayai semua pengetahuan yang dapat kita baca secaraonline. Beruntung, internet juga merupakan alat pengecekan fakta dan data yang cukup mumpuni.

Hingga kini sangat jarang ditemukan di banyak sumber daya utama yang semuanya berbagi pengetahuan palsu yang sama. Ini memberi kita pilihan untuk menelisik dan mencari tahu apa yang mungkin salah dengan hal-hal yang kita baca secaraonline. Laman web sepertiSnopes(www.snopes.com) dapat menjadi pilihan untuk ini, karena mereka menyediakan informasi tentang berita palsu dan informasi palsu lainnya yang memungkinkan kita menelisik secara seksama kredibilitas informasionline.

Verifikasi semacam ini sangat penting dilakukan terlebih di era “Merdeka Belajar” dan “Kampus Merdeka” yang memungkin siswa bisa belajar dari mana saja untuk membentuk pengetahuan. Sehingga, pendekatan kritis terhadap media dan konten digital menjadi prasyarat untuk menggunakannya sebagai sumber belajar.

Kolaborasi Penyediaan Konten
Untuk menyediakan konten pengetahuan multimedia, yang dikurasi secara substantif dan teknis dari waktu ke waktu, dibutuhkan kerja secara tim. Internet membuat lebih mudah pekerjaan kolaboratif ditangani dari masa sebelumnya. Penyediaan konten pengetahuan adalah pekerjaan kolaboratif yang mungkin dilakukan dalam lingkup nasional, maupun secara luas dalam skala global.

Sebagai contoh, pada 2009National Library of Australiamembangun sebuah proyek"national discovery system"bernama Trove (trove.nla.gov.au) yang menghubungkan ribuan perpustakaan, perguruan tinggi, museum, galeri dan arsip di Australia. Sistem ini memungkinkan pengguna mengakses miliaran koleksi mulai dari salinan digital surat kabar, lembaran negara, peta, majalah, dan buletin. Juga terdapat buku, gambar, foto, situs web yang diarsipkan, musik, dan wawancara.

Sebagai infrastruktur digital yang dikembangkan dengan konsep"single business discovery system"Trove didesain tidak hanya berfungsi sebagai mesin agregator tetapi juga ruang kolaborasi pengetahuan publik, di mana setiap pengguna bisa berkontribusi untuk memperkaya koleksi Trove.

Di Tanah Air, Perpustakaan Nasional sejak 2015 telah membangun IOS (Indonesia OneSearch -www.onesearch.id), sebagai satu pintu pencarian untuk semua koleksi publik dari perpustakaan, museum, arsip, dan sumber elektronik di Indonesia. Hingga saat ini terdapat 15.917.664 entri yang dikumpulkan dengan metodeharvestingotomatis dari repositori milik organisasi mitra, yang berasal dari berbagai sektor.

Manfaat hasil kerja kolaboratif dalam penyediaan pengetahuan secara digital semacam Trove dan IOS ini membantu menghemat waktu pencarian, menghindari plagiat, menjelajah gagasan, meningkatkan volume akses, menjangkau lebih banyak pengguna dan memetakan pengetahuan institusi.

Perpustakaan juga melakukan transformasi penyediaan layanan koleksi berbasis teknologi informasi, dengan tetap mengedepankan aspek interaksi dan keterlibatan masyarakat sebagai inti pengembangan konsep layanan. Pergeseran ekspektasi masyarakat yang memandang perpustakaan adalah garda terdepan dalam penyebaran pengetahuan, menuntut adanya keterhubungan (connectivity), keberagaman (variety) dan kecepatan (velocity), sebagai norma dalam inovasi layanan perpustakaan di era digital.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2260 seconds (0.1#10.140)