Menjaga Utang Negara Tetap Prudent dan Produktif
loading...
A
A
A
Ketiga prinsip di atas nyatanya menjadi salah satu kunci keberhasilan pemerintah keluar dari krisis pandemi. Tentu masih lekat di ingatan bahwa sepanjang pandemi Covid-19 pemerintah menempuh kebijakan fiskal extraordinary. Konsekuensinya, defisit melebar mencapai 6,14% PDB dan diikuti peningkatan rasio utang mencapai 39,39% PDB pada 2020. Hal ini terutama dipengaruhi oleh kurang optimalnya pendapatan negara, seiring dengan pelemahan kinerja perekonomian dan digunakannya berbagai insentif perpajakan sebagai instrumen stimulus fiskal dimasa pandemi.
Sementara ini belanja negara justru meningkat untuk mendukung penguatan countercyclical dalam penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi.
Namun demikian, langkah pelebaran defisit dan penambahan utang tersebut justru mampu menahan pemburukan ekonomi yang semakin dalam. Pertumbuhan ekonomi walaupun terkontraksi -2,07% di tahun 2020 dapat kembali tumbuh positif 3,7% di tahun 2021, atau lebih baik dibanding mayoritas negara peers. Berbagai indikator kesejahteraan Indonesia juga mengalami perbaikan seiring implementasi kebijakan fiskal. Kemiskinan Indonesia berhasil mencapai level satu digit, yaitu 9,71% per September 2021, atau turun dari 10,19% pada September 2020. Selanjutnya, tingkat pengangguran juga mengalami penurunan sebesar 0,67 juta orang, ke level 6,5% di Agustus 2021 setelah sebelumnya mencapai 7,1% pada Agustus 2021.
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut, kita dapat belajar bahwa utang yang dikelola dengan manageable dapat menjadi instrumen penting bagi perekonomian, terutama untuk mewujudkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Namun demikian, pemerintah juga menyadari bahwa pilihan kebijakan utang membawa konsekuensi risiko. Untuk itu, aspek prudent dan sustainable tetap menjadi pertimbangan utama Pemerintah ketika mengambil pembiayaan yang bersumber dari utang. Di samping itu, pemerintah juga telah mempersiapkan strategi keberlanjutan fiskal dalam jangka menengah-panjang dengan melakukan langkah konsolidasi fiskal yang disertai reformasi fiskal.
(Pandangan dan pendapat dalam artikel ini sepenuhnya mencerminkan pandangan dan pendapat penulis, tidak mewakili institusi)
Sementara ini belanja negara justru meningkat untuk mendukung penguatan countercyclical dalam penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi.
Namun demikian, langkah pelebaran defisit dan penambahan utang tersebut justru mampu menahan pemburukan ekonomi yang semakin dalam. Pertumbuhan ekonomi walaupun terkontraksi -2,07% di tahun 2020 dapat kembali tumbuh positif 3,7% di tahun 2021, atau lebih baik dibanding mayoritas negara peers. Berbagai indikator kesejahteraan Indonesia juga mengalami perbaikan seiring implementasi kebijakan fiskal. Kemiskinan Indonesia berhasil mencapai level satu digit, yaitu 9,71% per September 2021, atau turun dari 10,19% pada September 2020. Selanjutnya, tingkat pengangguran juga mengalami penurunan sebesar 0,67 juta orang, ke level 6,5% di Agustus 2021 setelah sebelumnya mencapai 7,1% pada Agustus 2021.
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut, kita dapat belajar bahwa utang yang dikelola dengan manageable dapat menjadi instrumen penting bagi perekonomian, terutama untuk mewujudkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Namun demikian, pemerintah juga menyadari bahwa pilihan kebijakan utang membawa konsekuensi risiko. Untuk itu, aspek prudent dan sustainable tetap menjadi pertimbangan utama Pemerintah ketika mengambil pembiayaan yang bersumber dari utang. Di samping itu, pemerintah juga telah mempersiapkan strategi keberlanjutan fiskal dalam jangka menengah-panjang dengan melakukan langkah konsolidasi fiskal yang disertai reformasi fiskal.
(Pandangan dan pendapat dalam artikel ini sepenuhnya mencerminkan pandangan dan pendapat penulis, tidak mewakili institusi)
(bmm)