Mitigasi Perubahan Iklim, 'Now or Never'!
loading...
A
A
A
Bagaimana kita bisa mengatasi masalah yang tidak dapat kita lihat, sentuh, atau rasakan, namun berisiko besar bagi kehidupan di Bumi seperti yang kita ketahui?
Berurusan dengan risiko adalah sesuatu yang dilakukan orang sepanjang waktu. Persepsi orang tentang risiko tidak hanya didasarkan pada data faktual tetapi pada nilai dan pandangan dunia mereka. Akibatnya, cara-cara di mana risiko dibingkai dan bagaimana orang-orang di dalam jaringan sosial kita menanggapi bingkai tersebut sangat memengaruhi keputusan untuk bertindak.
Ketika berbicara tentang pemanasan global, pembingkaian membutuhkan pemikiran ulang yang mendasar tentang bagaimana kita hidup dan sumber daya yang diperlukan untuk mendukung gaya hidup tersebut. Ini bukan tugas yang mudah. Mengatasi pemanasan global memerlukan perubahan keyakinan, asumsi, dan pemikiran tentang lingkungan, ekonomi, dan kesejahteraan.
Berbicara tentang kesejahteraan, masyarakat Indonesia yang tinggal di planet Bumi bersama tujuh miliar penduduk Bumi lainnya, tidak memandang perubahan iklim dan pemanasan global akibat dari ulah manusia.
Perusahaan data analitik berbasis di Inggris, YouGov, menyurvei 23 negara di dunia, termasuk Indonesia, mengenai negara yang memperhatikan perubahan iklim. Hasil dari survei tersebut menempatkan masyarakat Indonesia di urutan tertinggi yang tidak percaya pemanasan global dipicu oleh ulah/tindakan/aktivitas manusia. Rendahnya literasi ilmu pengetahuan atau sains masyarakat Indonesia ditengarai menjadi minimnya kesadaran masyarakat terhadap kerusakan lingkungan.
Menurut Pike, dkk. (2010) untuk mengubah keyakinan, asumsi, dan pemikiran terkait lingkungan, ekonomi, dan kesejahteraan kita, sejumlah kesalahan umum pandangan harus diatasi;
(1) Kebanyakan orang mencari bukti yang menegaskan keyakinan yang ada dan cenderung menolak informasi yang kontradiktif (Confirmed-Bias),
(2) mudah untuk mengasumsikan masa depan akan serupa dengan masa lalu, sehingga sulit untuk mengidentifikasi kesalahan dan mengubah perilaku ketika kondisi berubah (Misplaced-Confidence),
(3) kita cenderung percaya hasil yang menguntungkan lebih mungkin terjadi daripada yang tidak diinginkan (Wishful Thinking),
(4) banyak yang memilih untuk bergaul hanya dengan orang-orang yang memiliki pandangan yang sama (Belief Polarization).
Berurusan dengan risiko adalah sesuatu yang dilakukan orang sepanjang waktu. Persepsi orang tentang risiko tidak hanya didasarkan pada data faktual tetapi pada nilai dan pandangan dunia mereka. Akibatnya, cara-cara di mana risiko dibingkai dan bagaimana orang-orang di dalam jaringan sosial kita menanggapi bingkai tersebut sangat memengaruhi keputusan untuk bertindak.
Ketika berbicara tentang pemanasan global, pembingkaian membutuhkan pemikiran ulang yang mendasar tentang bagaimana kita hidup dan sumber daya yang diperlukan untuk mendukung gaya hidup tersebut. Ini bukan tugas yang mudah. Mengatasi pemanasan global memerlukan perubahan keyakinan, asumsi, dan pemikiran tentang lingkungan, ekonomi, dan kesejahteraan.
Berbicara tentang kesejahteraan, masyarakat Indonesia yang tinggal di planet Bumi bersama tujuh miliar penduduk Bumi lainnya, tidak memandang perubahan iklim dan pemanasan global akibat dari ulah manusia.
Perusahaan data analitik berbasis di Inggris, YouGov, menyurvei 23 negara di dunia, termasuk Indonesia, mengenai negara yang memperhatikan perubahan iklim. Hasil dari survei tersebut menempatkan masyarakat Indonesia di urutan tertinggi yang tidak percaya pemanasan global dipicu oleh ulah/tindakan/aktivitas manusia. Rendahnya literasi ilmu pengetahuan atau sains masyarakat Indonesia ditengarai menjadi minimnya kesadaran masyarakat terhadap kerusakan lingkungan.
Menurut Pike, dkk. (2010) untuk mengubah keyakinan, asumsi, dan pemikiran terkait lingkungan, ekonomi, dan kesejahteraan kita, sejumlah kesalahan umum pandangan harus diatasi;
(1) Kebanyakan orang mencari bukti yang menegaskan keyakinan yang ada dan cenderung menolak informasi yang kontradiktif (Confirmed-Bias),
(2) mudah untuk mengasumsikan masa depan akan serupa dengan masa lalu, sehingga sulit untuk mengidentifikasi kesalahan dan mengubah perilaku ketika kondisi berubah (Misplaced-Confidence),
(3) kita cenderung percaya hasil yang menguntungkan lebih mungkin terjadi daripada yang tidak diinginkan (Wishful Thinking),
(4) banyak yang memilih untuk bergaul hanya dengan orang-orang yang memiliki pandangan yang sama (Belief Polarization).