Prof Saldi Isra, Prof Hermawan Sulistyo, dan Fenomena Marcos Jr di Filipina
loading...
A
A
A
Namun kehadirannya dalam diskusi di Unpam memang dilematis karena posisinya sebagai hakim Mahkamah Konstitusi tidak dapat leluasa berbicara agar tidak bertabrakan dengan kewenangannya. Mengenai Marcos Jr yang kemudian menjadi Presiden Filipina, menurut Prof Hermawan Sulistyo bisa juga terjadi di Indonesia.
Tetapi karena Cendana (sebutan untuk keluarga mantan Presiden Soeharto yang tinggal di Jalan Cendana, Jakarta Pusat) pelit keluar uang, maka sulit untuk mereka kembali ke Istana tempat ayahnya berkuasa. Bongbong Marcos menggunakan kekayaan bapaknya untuk masuk dunia politik dan pernah terpilih menjadi gubernur, anggota kongres, dan senator, tidak demikian dengan anak-anak Soeharto.
Ferdinan Marcos kaya dan menyimpan hartanya di luar negeri, sehingga ketika digulingkan dan rumahnya digeledah hanya ditemukan sepatu milik istrinya, Imelda Marcos, jumlahnya 3.500 pasang. Diduga kekayaan tersebut menjadi modal Bongbong menapak sampai kursi presiden.
Anak muda Filipina sama dengan di Indonesia, bukan lupa tetapi enggan membaca sejarah siapa Marcos atau Soeharto. Ada mahasiswa Indonesia sekarang mengatakan, ada kebebasan di era orde baru. Ini salah. Kondisi seperti ini, tidak paham sejarah, ditambah era media sosial yang luar biasa dapat membuat rezim lama kembali lagi.
“Pak Harto itu, berdasarkan survei majalah Time, 40 tahun lalu, pernah disebut sebagai sepuluh orang terkaya di dunia. Menurut saya PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) harus membuka berapa sebetulnya kekayaan keluarga Cendana yang menurut Menkeu Sri Mulyani mencapai tiga kali lipat APBN Indonesia. Kalau kita simak dari Tommy Soeharto tempo hari membayar tax amnesty sebesar Rp550 miliar, artinya itu, kan 2,5 persennya dari kekayaan, berarti total kekayaannya mencapai Rp10 triliun. Itu yang dilaporkan. Itu belum digabung dengan kekayaan saudara-saudaranya,” kata Prof Kiki.
“Jadi, sebetulnya, mereka punya duit tapi karena pebisnis dan bukan politisi maka tidak bisa seperti Bongbong. Selain pelit juga kelamaan ngitung untung rugi jika menjadi presiden. Untuk mengganti presiden enggak cukup cuma keluar duit Rp100 miliar tapi minimal Rp5 triliun,” tambah Prof Kiki seraya merinci untuk apa saja uang tersebut.
Tentang gerakan Mei 98, Prof Saldi Isra berkisah, mengapa reformasi di Indonesia muncul? Salah satu penyebabnya adalah karena adanya kemacetan di suprastruktur politik, ketika itu, untuk merespons dan menjawab kebutuhan-kebutuhan ketatanegaraan kita. Sehingga saluran yang mestinya disediakan oleh sistem itu sendiri kemudian, seolah-olah, terhambat dan akhirnya demokrasi ekstra parlementer itu muncul dan memunculkan sebuah era yang disebut era reformasi.
Masih kuat dalam ingatan Prof Saldi, 24 tahun lalu, tugasnya membantu para mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Andalas sehingga cukup dekat dengan mahasiswa. Ia mendengarkan pemikiran-pemikiran mahasiswa tentang kondisi negara pada masa itu. Mahasiswa Universitas Andalas, melalui orasinya, merupakan yang pertama meneriakkan agar Presdien Soeharto diturunkan dari pemerintahan.
Salah satu diskusinya adalah tuntutan terhadap perubahan Undang-Undang Dasar 45 karena hal ini dapat menjadi langkah awal dilakukannya reformasi. Sebab, UUD 45 yang ada dinilai lentur, sehingga mudah ditafsirkan pemegang kekuasaan sesuai dengan kemauannya sendiri, seperti adanya demokrasi terpimpin di masa orde lama, demokrasi Pancasila pada orde baru.
Sementara pelaksanaannya sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh mereka yang terkuat atau penguasa. Padahal bangunan yang ada dalam konstitusi itu harus bisa menciptakan mekanisme check dan balance.
Tetapi karena Cendana (sebutan untuk keluarga mantan Presiden Soeharto yang tinggal di Jalan Cendana, Jakarta Pusat) pelit keluar uang, maka sulit untuk mereka kembali ke Istana tempat ayahnya berkuasa. Bongbong Marcos menggunakan kekayaan bapaknya untuk masuk dunia politik dan pernah terpilih menjadi gubernur, anggota kongres, dan senator, tidak demikian dengan anak-anak Soeharto.
Ferdinan Marcos kaya dan menyimpan hartanya di luar negeri, sehingga ketika digulingkan dan rumahnya digeledah hanya ditemukan sepatu milik istrinya, Imelda Marcos, jumlahnya 3.500 pasang. Diduga kekayaan tersebut menjadi modal Bongbong menapak sampai kursi presiden.
Anak muda Filipina sama dengan di Indonesia, bukan lupa tetapi enggan membaca sejarah siapa Marcos atau Soeharto. Ada mahasiswa Indonesia sekarang mengatakan, ada kebebasan di era orde baru. Ini salah. Kondisi seperti ini, tidak paham sejarah, ditambah era media sosial yang luar biasa dapat membuat rezim lama kembali lagi.
“Pak Harto itu, berdasarkan survei majalah Time, 40 tahun lalu, pernah disebut sebagai sepuluh orang terkaya di dunia. Menurut saya PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) harus membuka berapa sebetulnya kekayaan keluarga Cendana yang menurut Menkeu Sri Mulyani mencapai tiga kali lipat APBN Indonesia. Kalau kita simak dari Tommy Soeharto tempo hari membayar tax amnesty sebesar Rp550 miliar, artinya itu, kan 2,5 persennya dari kekayaan, berarti total kekayaannya mencapai Rp10 triliun. Itu yang dilaporkan. Itu belum digabung dengan kekayaan saudara-saudaranya,” kata Prof Kiki.
“Jadi, sebetulnya, mereka punya duit tapi karena pebisnis dan bukan politisi maka tidak bisa seperti Bongbong. Selain pelit juga kelamaan ngitung untung rugi jika menjadi presiden. Untuk mengganti presiden enggak cukup cuma keluar duit Rp100 miliar tapi minimal Rp5 triliun,” tambah Prof Kiki seraya merinci untuk apa saja uang tersebut.
Tentang gerakan Mei 98, Prof Saldi Isra berkisah, mengapa reformasi di Indonesia muncul? Salah satu penyebabnya adalah karena adanya kemacetan di suprastruktur politik, ketika itu, untuk merespons dan menjawab kebutuhan-kebutuhan ketatanegaraan kita. Sehingga saluran yang mestinya disediakan oleh sistem itu sendiri kemudian, seolah-olah, terhambat dan akhirnya demokrasi ekstra parlementer itu muncul dan memunculkan sebuah era yang disebut era reformasi.
Masih kuat dalam ingatan Prof Saldi, 24 tahun lalu, tugasnya membantu para mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Andalas sehingga cukup dekat dengan mahasiswa. Ia mendengarkan pemikiran-pemikiran mahasiswa tentang kondisi negara pada masa itu. Mahasiswa Universitas Andalas, melalui orasinya, merupakan yang pertama meneriakkan agar Presdien Soeharto diturunkan dari pemerintahan.
Salah satu diskusinya adalah tuntutan terhadap perubahan Undang-Undang Dasar 45 karena hal ini dapat menjadi langkah awal dilakukannya reformasi. Sebab, UUD 45 yang ada dinilai lentur, sehingga mudah ditafsirkan pemegang kekuasaan sesuai dengan kemauannya sendiri, seperti adanya demokrasi terpimpin di masa orde lama, demokrasi Pancasila pada orde baru.
Sementara pelaksanaannya sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh mereka yang terkuat atau penguasa. Padahal bangunan yang ada dalam konstitusi itu harus bisa menciptakan mekanisme check dan balance.