Menikah di Era New Normal
loading...
A
A
A
Imam Shamsi Ali
Presiden Nusantara Foundation
Hari Sabtu, 20 Juni kemarin adalah hari berbahagia bagi kami sekeluarga. Putra kami, anak kedua bernama Utsman Afifi kelahiran Saudi Arabia, melangsungkan pernikahannya dengan calonnya, seorang Muallaf keturunan Thailand.
Pernikahan yang terjadi itu tanpa perencanaan panjang. Tapi didorong oleh niat yang baik untuk menyegerakan sebuah kebaikan dalam kehidupan keluarga. Tradisi ini bagi kami sudah menjadi tradisi keluarga. Menikah segera jika telah mampu. (Baca juga: Unik, Imam Shamsi Ali Undang Saksikan Pernikahan Putranya Lewat Zoom)
Tentu hal itu bukan tradisi keluarga belaka. Tapi memang itulah ajaran Rasulullah SAW yang mendorong kalangan muda dari umatnya untuk menyegerakan pernikahan. Seperti sabda beliau: “wahai para pemuda, siapa di antara kalian telah mampu maka segeralah menikah” (hadits).
Hanya saja pernikahan anak saya ini terjadi di saat dunia sedang menghadapi keadaan baru yang saya justru sebut sebagai a new “not” normal. Sesuatu yang baru dengan keadaan yang tidak normal.
Memang sesuatu yang baru. Sekaligus sesuatu yang tidak normal. Baru sekaligus tidak normal karena dilakukan di rumah sendiri dengan membatasi yang hadir hingga 10 orang saja. Hal ini karena aturan protokol social distancing hanya membenarkan perkumpulan hingga 10 orang saja.
Tapi barangkali yang paling baru dan tidak normal (tidak seperti biasanya) adalah bahwa undangan untuk menyaksikan pernikahan ini terasa tidak kalah dari perkawinan di masa-masa sebelum pandemi Covid-19. Melalui zoom, FB & IG live, pernikahan ini disaksikan oleh lebih seribuan orang dari berbagai belahan dunia.
Acara pernikahan atau perayaan nikah (wedding) melalui media sosial ini begitu digandrungi selama musim pandemi Covid-19 ini. Saya sendiri dalam dua bulan terakhir telah menikahkan 3 pasangan via zoom. Di mana pasangan pengantin, orang tua, dan keluarga dekat berkumpul, saksi di tempat masing-masing, dan saya sendiri di rumah memimpin acara pernikahan itu secara virtual.
Pertanyaan yang kemudian timbul adalah apakah pernikahan seperti ini sah secara Islam?
Jawabannya insya Allah sangat sah. Karena sesungguhnya pernikahan itu sah ketika memenuhi 5 syarat: persetujuan kedua mampelai, mahar, saksi-saksi, izin atau sepengetahuan wali (kecuali madzhab Hanafi), dan ijab-qabul.
Presiden Nusantara Foundation
Hari Sabtu, 20 Juni kemarin adalah hari berbahagia bagi kami sekeluarga. Putra kami, anak kedua bernama Utsman Afifi kelahiran Saudi Arabia, melangsungkan pernikahannya dengan calonnya, seorang Muallaf keturunan Thailand.
Pernikahan yang terjadi itu tanpa perencanaan panjang. Tapi didorong oleh niat yang baik untuk menyegerakan sebuah kebaikan dalam kehidupan keluarga. Tradisi ini bagi kami sudah menjadi tradisi keluarga. Menikah segera jika telah mampu. (Baca juga: Unik, Imam Shamsi Ali Undang Saksikan Pernikahan Putranya Lewat Zoom)
Tentu hal itu bukan tradisi keluarga belaka. Tapi memang itulah ajaran Rasulullah SAW yang mendorong kalangan muda dari umatnya untuk menyegerakan pernikahan. Seperti sabda beliau: “wahai para pemuda, siapa di antara kalian telah mampu maka segeralah menikah” (hadits).
Hanya saja pernikahan anak saya ini terjadi di saat dunia sedang menghadapi keadaan baru yang saya justru sebut sebagai a new “not” normal. Sesuatu yang baru dengan keadaan yang tidak normal.
Memang sesuatu yang baru. Sekaligus sesuatu yang tidak normal. Baru sekaligus tidak normal karena dilakukan di rumah sendiri dengan membatasi yang hadir hingga 10 orang saja. Hal ini karena aturan protokol social distancing hanya membenarkan perkumpulan hingga 10 orang saja.
Tapi barangkali yang paling baru dan tidak normal (tidak seperti biasanya) adalah bahwa undangan untuk menyaksikan pernikahan ini terasa tidak kalah dari perkawinan di masa-masa sebelum pandemi Covid-19. Melalui zoom, FB & IG live, pernikahan ini disaksikan oleh lebih seribuan orang dari berbagai belahan dunia.
Acara pernikahan atau perayaan nikah (wedding) melalui media sosial ini begitu digandrungi selama musim pandemi Covid-19 ini. Saya sendiri dalam dua bulan terakhir telah menikahkan 3 pasangan via zoom. Di mana pasangan pengantin, orang tua, dan keluarga dekat berkumpul, saksi di tempat masing-masing, dan saya sendiri di rumah memimpin acara pernikahan itu secara virtual.
Pertanyaan yang kemudian timbul adalah apakah pernikahan seperti ini sah secara Islam?
Jawabannya insya Allah sangat sah. Karena sesungguhnya pernikahan itu sah ketika memenuhi 5 syarat: persetujuan kedua mampelai, mahar, saksi-saksi, izin atau sepengetahuan wali (kecuali madzhab Hanafi), dan ijab-qabul.