Anggaran Rp1,02 T Belum Cair, Pilkada Jangan Korbankan Kesehatan Publik

Kamis, 18 Juni 2020 - 08:09 WIB
loading...
Anggaran Rp1,02 T Belum...
Ketua KPU Arief Budiman. Foto/SINDOphoto
A A A
JAKARTA - Aspek keselamatan petugas pilkada menjadi sangat krusial saat menjalankan tahapan pilkada lanjutan di masa pandemi Covid-19. Ada kekhawatiran protokol kesehatan tidak bisa diterapkan secara optimal akibat belum cairnya anggaran tambahan sebesar Rp1,02 Triliun yang dijanjikan pemerintah dari APBN.

Hingga kemarin belum ada kepastian yang diperoleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) perihal kapan anggaran ini akan dicairkan. Padahal, tahapan pilkada lanjutan sudah menanti, yakni verifikasi faktual pasangan calon perseorangan yang akan dilakukan pada 24 Juni pekan depan. Anggaran Rp1,02 triliun ini akan digunakan KPU untuk membeli alat pelindung diri (APD) bagi para petugas.

Di sisi lain, regulasi mengenai tata cara pelaksanaan pilkada di masa pandemi Covid-19 sejauh ini juga belum ada. Hingga kemarin Peraturan KPU (PKPU) yang mengatur tentang protokol kesehatan belum juga selesai. Padahal, PKPU ini akan menjadi panduan bagi petugas KPU di daerah dalam menjalankan tahapan pilkada di masa pandemi. (Baca: Pilkada di Tengah Covid-19 Munculkan Potensi Pelanggaran)

Ketua KPU Arief Budiman mengakui, komisinya masih menunggu konsultasi dengan Komisi II DPR dan pemerintah. Rapat ini sedianya digelar kemarin, namun ditunda ke Senin (22/6), atau hanya kurang dua hari sebelum tahapan verifikasi calon perseorangan pada Rabu, (24/6). “Kalau rapat diundur ke Senin itu terlalu lama. Teman-teman KPU daerah sudah menunggu regulasi ini. Itu hanya menyisakan dua hari (sebelum tahapan), sementara teman-teman perlu mendapatkan sosialisasi yang cukup,” ujar Arief Budiman pada webinar Fokus SINDO bertajuk “Pilkada 2020, Realistiskah?” di kanal Sindonews.com kemarin.

Arief mengakui, sejauh ini komitmen pemerintah menyediakan anggaran tambahan yang dibutuhkan KPU sudah baik. Hanya, masalah krusial ada pada pencairannya. Untuk itu, dia terus berupaya agar anggaran ini bisa segera ditransfer ke KPU daerah karena akan segera digunakan. Anggaran menjadi hal yang menentukan karena tidak ada kebijakan yang bisa diimplementasikan tanpa dukungan anggaran, terutama di saat pandemi ini.

Mulai 24 Juni KPU kabupaten/kota sudah mulai melakukan verifikasi faktual dukungan calon perseorangan. Idealnya, perlengkapan atau kebutuhan APD untuk petugas panitia pemilihan kecamatan (PPK) dan petugas pemungutan suara (PPS) sudah tersedia. Menurtu Arief, KPU tidak mau mengambil risiko yang sangat berat, yakni PPK dan PPS melaksanakan tugas-tugasnya tapi tidak dilengkapi alat pelindung yang cukup. “Saya tidak bisa bayangkan tanggal 24 Juni belum ada uang, seharusnya uang itu sudah ditransfer cepat karena nanti butuh waktu lagi, karena yang punya DIPA KPU RI,” katanya.

Namun, Arief menyebut untuk kebutuhan yang mendesak seperti APD KPU daerah bisa diambilkan dari hasil efisiensi dengan merevisi anggaran yang dituangkan dalam naskah perjanjian hibah daerah (NPHD) bersama pemerintah daerah. “KPU daerah bisa melakukan adendum anggaran mereka untuk memenuhi pembelian APD,” ujarnya. (Baca juga: Ngotot Dilaksanakan Desember, kemendagri Siap Bantu Dana Pilkada)

Sementara itu, pemerintah belum bisa memberi jaminan apa-apa soal kapan anggaran dari pemerintah pusat bisa cair. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) justru ingin agar KPU daerah memaksimalkan dana di APBD untuk memenuhi kebutuhan protokol kesehatan. Dia meminta KPU daerah tidak khawatir ada konsekuensi hukum jika menggeser anggaran yang ada di NPHD karena sudah ada jaminan melalui permendagri yang baru.
“Langkah Mendagri merevisi permendagri bertujuan memberikan keleluasaan itu. Di awal ini juga KPU kan belum membutuhkan anggaran besar. Percayalah, Kementerian Keuangan akan membantu sepenuhnya kalau memang pilkada membutuhkan bantun APBN,” kata Direktur Fasilitas Kepala Daerah dan DPRD Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Budi Santosa pada saat yang sama menjadi pembicara webinar.

Karena itu, Budi mengatakan bahwa pemerintah saat ini ingin memaksimalkan kemampuan APBD yang ada. “Jaminan dari Pak Menteri (Menteri Dalam Negeri) ya permendagri itu. Sekarang ada ruanglah untuk teman-teman berkreasi bagaimana menggunakan anggaran di NPHD yang mengacu pada protokol kesehatan,” urainya.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menjawab ketika ditanya apakah Pilkada 2020 realistis untuk dilaksanakan? Titi menjelaskan bahwa ada empat indikator untuk mengetahui apakah pilkada siap atau tidak. Pertama, soal regulasi yakni tahapan pilkada yang berlangsung di masa pandemi harus dilakukan dengan protokol kesehatan.

Kedua, untuk menyesuaikan protokol itu diperlukan ketersediaan anggaran yang cukup dan tepat waktu. Ketiga, kapasitas petugas untuk menyelenggarakan pilkada di tengah pandemi dengan disiplin menerapkan protokol kesehatan. Keempat, kesiapan masyarakat. “Soal anggaran, saya tadi crosscheck ke Ketua KPU anggaran masih sepenuhnya mengandalkan APBD. Tambahan Rp1,02 triliun belum ditransfer, masih berupa komitmen, belum terealisasi,” ujar Titi pada webinar yang sama. (Lihat Videonya: Pelaku Usaha Sambut Baik Masa PSBB Transisi di Jakarta)

Tantangan terbesar menyelenggarakan agenda elektoral di tengah pandemi, menurut Titi, adalah memberi rasa aman dan keyakinan aman bahwa pemilih terproteksi. “Beberapa negara yang menyelenggarakan pemilu ada petugas yang terkena Covid-19, ada juga pemilih yang terkena . Itu yang menandai mengapa Prancis setelah putaran pertama mereka pada Maret 2020 menunda pemilu lokal putaran kedua karena ekses penyelenggara pemilu menyebabkan peningkatan korban Covid-19,” katanya.

Alhasil, menurut Titi, pilkada di era new nornal ini harus disesuaikan dengan tiga hal, yakni tata cara, prosedur, dan mekanisme. Mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kualitas adalah pelayanan publik dan prinsip pemilu yang bebas dan adil. Tidak boleh ada pengurangan standar dan mutu pada penyelenggaraannya.

Dia mengingatkan, jangan sampai penyelenggara pilkada tahu problem yang dihadapi, tapi ada kecenderungan untuk lebih permisif terhadap pemenuhan standar yang didapat publik dalam pelaksanaan pilkada. “Wajar jika masyarakat merespons pilkada ini sangat kritis, karena pilkada bukan pertaruhan agenda elektoral, tapi ada pertaruhan kesehatan dan keselamatan warga di sana,” ucapnya. (Kiswondari)
(ysw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1184 seconds (0.1#10.140)