Kualitas Pilkada Jangan Ditawar dengan Motif Ekonomi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tahapan awal Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 telah dimulai pada 15 Juni setelah tertunda hampir tiga bulan akibat pandemi Covid-19. Namun, pelaksanaan kontestasi itu dinilai masih sangat dipaksakan.
Peneliti Senior Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay menganggap penyelenggaraan itu makin berpotensi menyebabkan kualitas pilkada menurun. Terlebih lagi, ada kesan memanfaatkan agenda itu untuk menumbuhkan sektor ekonomi.
“Kualitas pilkada jangan diobral. Ini yang saya khawatirkan. Jangan sampai gara-gara memaksakan, akhirnya malah mengesampingkan pentingnya kualitas penyelenggaraan pilkada yang baik,” kata Hadar dalam diskusi daring, Selasa (16/6/2020).
(Baca: Petahana Dilarang Mutasi Pejabat dan Tunggangi Bansos Covid-19)
Eks anggota KPU itu menyayangkan begitu ngotot-nya pemerintah untuk menggelar pilkada pada Desember mendatang. Padahal dari sisi kesiapan alat pelindung diri (APD) belum sepenuhnya tersedia bagi penyelenggara pemilu di daerah.
“Kalau tahapan pilkada itu tidak disiapkan dengan baik tanpa mempertimbangkan kehati-hatian dengan protokol kesehatan, bisa jadi wabah Covid-19 akan berjalan terus dan muncul klaster baru atau gelombang kedua,” imbuh dia.
Menurut Hadar, karena pandemi ini maka kampanye yang dilakukan nanti hanya ala kadarnya. Begitu juga antusiasme masyarakat memilih calon juga hanya sekedarnya.
Tak hanya itu, ada potensi pemanfaatan bantuan sosial (bansos) pandemi Covid-19 untuk mendompleng suara dan elektabilitas posisi petahana yang maju kembali dalam pilkada. Padahal, penyaluran bansos memang sudah menjadi tugas dari kepala daerah.
“Persoalannya, bagaimana untuk membedakan dan meneggakan hukum bagi mereka yang memanfaatkan situasi itu? Jadi itu potensi praktek menyimpang demi meraih suara dengan memanfatkan bansos pandemi,” celetuknya.
(Baca: Soal Dukungan untuk Anak-Menantu Jokowi, Gerindra Berharap Juli Sudah Jelas)
Hadar meminta pilkada tidak dikaitkan dengan motif lain untuk menggerakan roda perekonomian, Sebaliknya, dia meminta pemerintah, DPR dan KPU sebaiknya mempertimbangkan dan mempersiapkan dengan cermat, baik peraturan, kesiapan logistik yang dibutuhkan.
Penundaan pilkada menjadi Maret atau September 2021 menurutnya adalah alternatif yang lebih baik untuk mengoptimalkan persiapan. Dengan begitu, pesta demokrasi juga bisa dinikmati semua masyarakat di daerah dalam memilih pemimpin mereka.
Peneliti Senior Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay menganggap penyelenggaraan itu makin berpotensi menyebabkan kualitas pilkada menurun. Terlebih lagi, ada kesan memanfaatkan agenda itu untuk menumbuhkan sektor ekonomi.
“Kualitas pilkada jangan diobral. Ini yang saya khawatirkan. Jangan sampai gara-gara memaksakan, akhirnya malah mengesampingkan pentingnya kualitas penyelenggaraan pilkada yang baik,” kata Hadar dalam diskusi daring, Selasa (16/6/2020).
(Baca: Petahana Dilarang Mutasi Pejabat dan Tunggangi Bansos Covid-19)
Eks anggota KPU itu menyayangkan begitu ngotot-nya pemerintah untuk menggelar pilkada pada Desember mendatang. Padahal dari sisi kesiapan alat pelindung diri (APD) belum sepenuhnya tersedia bagi penyelenggara pemilu di daerah.
“Kalau tahapan pilkada itu tidak disiapkan dengan baik tanpa mempertimbangkan kehati-hatian dengan protokol kesehatan, bisa jadi wabah Covid-19 akan berjalan terus dan muncul klaster baru atau gelombang kedua,” imbuh dia.
Menurut Hadar, karena pandemi ini maka kampanye yang dilakukan nanti hanya ala kadarnya. Begitu juga antusiasme masyarakat memilih calon juga hanya sekedarnya.
Tak hanya itu, ada potensi pemanfaatan bantuan sosial (bansos) pandemi Covid-19 untuk mendompleng suara dan elektabilitas posisi petahana yang maju kembali dalam pilkada. Padahal, penyaluran bansos memang sudah menjadi tugas dari kepala daerah.
“Persoalannya, bagaimana untuk membedakan dan meneggakan hukum bagi mereka yang memanfaatkan situasi itu? Jadi itu potensi praktek menyimpang demi meraih suara dengan memanfatkan bansos pandemi,” celetuknya.
(Baca: Soal Dukungan untuk Anak-Menantu Jokowi, Gerindra Berharap Juli Sudah Jelas)
Hadar meminta pilkada tidak dikaitkan dengan motif lain untuk menggerakan roda perekonomian, Sebaliknya, dia meminta pemerintah, DPR dan KPU sebaiknya mempertimbangkan dan mempersiapkan dengan cermat, baik peraturan, kesiapan logistik yang dibutuhkan.
Penundaan pilkada menjadi Maret atau September 2021 menurutnya adalah alternatif yang lebih baik untuk mengoptimalkan persiapan. Dengan begitu, pesta demokrasi juga bisa dinikmati semua masyarakat di daerah dalam memilih pemimpin mereka.
(muh)