Wacana Penundaan Pemilu 2024 Merepresentasikan Pemufakatan Jahat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Managing Director of Paramadina Public Policy Institute, Ahmad Khoirul Umam menyebut wacana penundaan Pemilu 2024 yang digulirkan sejumlah parpol belakangan ini merepresentasikan adanya pemufakatan jahat. Hal ini merupakan hasil kajian yang telah dilakukan pihaknya.
"Kami melihat bahwa wacana terkait dengan pengunduran atau penundaan Pemilu 2024 ini semacam merepresentasikan pemufatakan jahat," ujar Umam dalam diskusi yang digelar secara daring, Rabu (2/3/2022). Baca juga: Dituding Jadi Biang Kerok Penundaan Pemilu 2024, Ini Pembelaan Jubir Luhut
Umam melihat dari sejumlah narasi yang digaungkan pengusul wacana penundaan Pemilu ini seperti kembali dilakukan testing the water untuk mengembalikan arsitektur politik Orde Baru. Karena hal inilah, dia memandang bahwa ada representasi pemufakatan jahat.
Menurut dia, pola yang digunakan sebelumnya hampir mirip. Di mana, pola pertama adalah wacana tentang tiga periode masa pemerintahan dijalankan. Sayangnya, resistensi cukup kencang dari publik.
Kemudian, hal itu pun kembali redup dan berlanjut kembali terkait pola selanjutnya yakni konteks perpanjangan masa jabatan presiden. Lagi-lagi, respons publik juga tidak begitu kuat.
"Kemudian argumen diubah begitu kecil dengan tone yang tidak jauh berbeda yaitu penundaan. Jadi skenario penundaan Pemilu 2024," jelasnya.
Umam pun melihat lebih jauh terkit pola yang dilakukan ternyata cukup sistematis. Pertama, pola ini disampaikan oleh seorang menteri, namun sayangnya resistensi kembali cukup besar karena tidak begitu memiliki kekuatan politik yang memadai.
Tak berhenti di situ, wacana akhirnya digaungkan secara serempak oleh partai-partai politik, bukan hanya level kader biasa tetapi sudah di level ketua umum partai politik. Yang ketiga, kemudian ada gelombang baru yang membuat publik cukup terhentak yaitu oleh organisasi keagamaan.
"Nah oleh karena itulah, kita perlu meletakkan ini di dalam konteks persepektif yang lebih serius. Ini bukan hanya kalkulasi politik praktis, ini betul-betul memiliki impact yang sangat strategis dan kalkulasinya sangat signifikan," tutur dia melanjutkan.
"Kami melihat bahwa wacana terkait dengan pengunduran atau penundaan Pemilu 2024 ini semacam merepresentasikan pemufatakan jahat," ujar Umam dalam diskusi yang digelar secara daring, Rabu (2/3/2022). Baca juga: Dituding Jadi Biang Kerok Penundaan Pemilu 2024, Ini Pembelaan Jubir Luhut
Umam melihat dari sejumlah narasi yang digaungkan pengusul wacana penundaan Pemilu ini seperti kembali dilakukan testing the water untuk mengembalikan arsitektur politik Orde Baru. Karena hal inilah, dia memandang bahwa ada representasi pemufakatan jahat.
Menurut dia, pola yang digunakan sebelumnya hampir mirip. Di mana, pola pertama adalah wacana tentang tiga periode masa pemerintahan dijalankan. Sayangnya, resistensi cukup kencang dari publik.
Kemudian, hal itu pun kembali redup dan berlanjut kembali terkait pola selanjutnya yakni konteks perpanjangan masa jabatan presiden. Lagi-lagi, respons publik juga tidak begitu kuat.
"Kemudian argumen diubah begitu kecil dengan tone yang tidak jauh berbeda yaitu penundaan. Jadi skenario penundaan Pemilu 2024," jelasnya.
Umam pun melihat lebih jauh terkit pola yang dilakukan ternyata cukup sistematis. Pertama, pola ini disampaikan oleh seorang menteri, namun sayangnya resistensi kembali cukup besar karena tidak begitu memiliki kekuatan politik yang memadai.
Tak berhenti di situ, wacana akhirnya digaungkan secara serempak oleh partai-partai politik, bukan hanya level kader biasa tetapi sudah di level ketua umum partai politik. Yang ketiga, kemudian ada gelombang baru yang membuat publik cukup terhentak yaitu oleh organisasi keagamaan.
"Nah oleh karena itulah, kita perlu meletakkan ini di dalam konteks persepektif yang lebih serius. Ini bukan hanya kalkulasi politik praktis, ini betul-betul memiliki impact yang sangat strategis dan kalkulasinya sangat signifikan," tutur dia melanjutkan.
(kri)