Bahasa Bertakdir Sejarah

Senin, 21 Februari 2022 - 13:53 WIB
loading...
Bahasa “Bertakdir” Sejarah
Bahasa Bertakdir Sejarah
A A A
Bandung Mawardi
Penulis buku Nostalgia Bahasa Indonesia: Bacaan dan Pelajaran (2022)

Selama ratusan tahun, bahasa Melayu menempuhi jalan sejarah terpengaruhi perdagangan, politik, dan agama. Bahasa itu terus berkembang, mengalami masa-masa persaingan dan “kemenangan” meski tak selalu bergerak cepat. Masa demi masa, bahasa Melayu terpilih untuk lakon peradaban besar di Nusantara. Bahasa itu bergerak pula ke pelbagai negeri.

James T Collins dalam buku berjudul Bahasa Melayu, Bahasa Dunia (2011) menjelaskan: “Jadi, awal abad XVII, bahasa Melayu mendominasi arena budaya hampir di semua daerah di Asia Tenggara. Bahasa Melayu menjadi pusat yang berjumlah banyak dan tersebar, bersemangat Islam dengan manuskrip bertuliskan Jawi, namun juga dikaitkan dengan agama Kristen, alfabet Latin dengan kata pinjaman dari Portugis dan sejumlah kecil teks yang dicetak termasuk buku pegangan yang dibuat untuk para pelancong dan pengembara bangsa Eropa yang bertualang di Asia Tenggara.” Kita berpikiran bahasa Melayu memang bahasa pilihan dalam arus pertemuan atau sengketa beragam pamrih terselenggara di Nusantara dan Asia Tenggara. Bahasa telah memiliki ketangguhan dan kelenturan menempuhi titian sejarah tak selalu lurus.

Penjelasan mengacu ke warisan-warisan bahasa tercetak. Di kalangan sarjana dan leksikograf, bahasa itu teranggap bakal subur. Di mata penerjemah dan pendakwah, bahasa Melayu memungkinkan sebaran iman. Di tata politik Nusantara dan global, bahasa itu menimbulkan jalinan-jalinan terang dan gelap dalam pembentukan atau kerapuhan kekuasaan. Bahasa dengan alur menegangkan dan menggariahkan, setelah “terberkati” dalam perniagaan.

Nasib bahasa Melayu ditentukan pelbagai pihak. John Hoffman berpendapat bahwa usaha membesarkan bahasa Melayu, sejak abad XVII sampai abad XIX, berkaitan misi kekuasaan atau kolonialisme: “mencapai titik terpenting saat bahasa itu menjadi instrumen identitas nasional bagi masyarakat di Hindia Belanda.” Pengaruh-pengaruh dalam arus bahasa Melayu menjadikan pihak-pihak berkepentingan memberi pengecapan sesuai anutan ideologi, iman, dan keintelektualan.

Pesona dan dampak bahasa Melayu makin kentara pada awal abad XX. Bahasa itu berterima dalam administrasi kolonial, pendidikan modern, pergaulan elite terpelajar, dan pembesaran kapitalisme cetak. Sejarah makin terang. Bahasa Melayu bernasib “untung” bila terbandingkan dengan bahasa-bahasa bergolak di Nusantara: Jawa, Portugis, Belanda, Inggris, dan lain-lain. “Bahasa Melayu di Hindia Belanda adalah hasil dari kontroversi sepanjang satu abad,” tulis John Hoffman. Penjelasan berkaitan kebijakan-kebijakan perdagangan, peran gereja, dan perjanjian diplomatik. Di sejarah, bahasa Melayu terus melaju membawa cap-cap membedakan derajat dan konsekuensi politis.

Di buku berjudul Jalan ke Barat: Bahasa Belanda di Hindia Belanda 1600-1950 (1995), Kees Groeneboer mengungkapkan: “Bahasa Melayu-Rendah dengan segala variasi dijumpai pada waktu orang-orang Belanda datang di Asia Timur sebagai lingua franca yang tersebar luas dan mereka pergunakan pula di dalam urusan pemerintahan, gereja, dan pendidikan. Pada waktu itu, bahasa ini sudah lama menjadi bahasa kontak antara orang-orang pribumi yang tidak saling mengenal bahasa masing-masing.” Kita mengandaikan ada “takdir-takdir” menjadikan bahasa Melayu selalu terpilih dan pokok dalam pergaulan besar di Nusantara.

Pengecapan berdasarkan derajat terjelaskan pula oleh John Hoffman. Nasib bahasa Melayu sempat pelik tapi terus bergerak. VOC teranggap memainkan peran diskriminatif untuk bahasa Melayu-Tinggi dan Melayu-Rendah. Perdebatan politis terasa membesar ketimbang dalam studi-studi lingusitik. Perkembangan bahasa itu terpikirkan serius di Belanda dalam memberi restu untuk pembuatan kebijakan-kebijakan besar di Nusantara. Perkara perdagangan dan administasi menggunakan bahasa Melayu ditambahi debat-debat panjang saat digunakan dalam sebaran agama Kristen dan penerjemahan Alkitab. Masa lalu itu seru. Bahasa selalu “ramai” dalam perdebatan berkepanjangan sampai abad XX.

Kita memandang silam diingatkan lagi oleh James T Collins: “Abad XVII gemerlap dengan berbagai contoh surat-surat berbahasa Melayu, lisensi perdagangan, perjanjian kontrak, sejarah, syair, buku ilmu ketuhanan yang sesungguhnya adalah masa yang kompleks dalam sejarah bahasa Melayu.” Kita mungkin kesulitan menuju masa ratusan tahun lalu. Ingatan masih mungkin terpelihara mengenai bahasa Melayu bergolak pada akhir abad XIX dan “beruntung” berlatar abad XX. Bahasa itu terpilih dalam gerakan politik-kultural dan sikap modern menggerakkan impian-impian baru untuk Hindia Belanda. Nasib untung disokong pembuatan buku-buku tata bahasa dan penerbitan kamus-kamus. Bahasa seperti dalam “asuhan” kolosal dan mendapat pencerahan.

Di lacakan sumber-sumber sejarah, John Hoffman menerangkan bila bahasa Melayu memang mendapat dukungan meriah dari pelbagai pihak saat bertumbuh subur pada abad XIX. Bahasa itu cocok dengan “kemadjoean”. Penggunaan bahasa Melayu di sekolah, pers, sastra, dakwah, dan birokrasi membuka kemungkinan-kemungkinan makin diterima di seantero Nusantara.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2599 seconds (0.1#10.140)