DPR Sebut Masyarakat Akhirnya Tafsirkan Sendiri-sendiri New Normal
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR, Saleh Pertaonan Daulay menyatakan, banyak istilah yang muncul sejak virus Corona (Covid-19) terjadi di Indonesia, sehingga masyarakat tampak bingung dengan istilah-istilah itu seperti kebijakan social-phiysical distancing, swab, tes rapid dan belakangan muncul new normal.
(Baca juga: 658 WNI di Luar Negeri Sembuh Corona, 1.037 Positif dan 316 Orang Dirawat)
Hal itu dikatakan Saleh dalam diskusi Polemik MNC TrijayaFM bertajuk 'New Normal Lintas Negara' secara virtual, Sabtu (13/6/2020). Saleh menegaskan, ketika new normal juga tak bisa dijelaskan secara rinci oleh pemerintah, maka implementasi di lapangan menjadi tidak jelas.
"Ada orang lihat kalau di Jakarta ya (new normal) (jadi) abnormal," kata Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu. (Baca juga: Gelar Pilkada di Tengah Pandemi, 218 Daerah Perlu Perhatian Ekstra)
Dia menjelaskan, setidaknya ada kemungkinan definisi tentang new normal. Pertama adalah masyarakat kembali ke aktivitas biasa sebelum Covid-19 ini ada. Definisi yang kedua, masyarakat kembali beraktivitas tetapi dalam situasi Covid-19.
(Baca juga: Fraksi PPP Dukung Maklumat MUI Tentang RUU HIP)
Kemudian yang ketiga menurutnya, masyarakat kembali beraktivitas tetapi dalam ancaman krisis ekonomi. Menurutnya, dari tiga definisi itu memiliki penanganan yang bebreda-beda.
"Misalnya adalah definisi yang pertama bahwa new normal kembali beraktivitas sebelum Covid-19 saya kira belum bisa dilakukan sekarang. Karena apa, tadi Pak Juri Ardiantoro (Deputi KSP) mengatakan, tingkat masyarakat yang terpapar Covid-19 positif ini makin hari makin tinggi," tuturnya.
Di sisi lain kata Saleh, jika kemudian masyarakat katakanlah beraktivitas dalam situasi kondisi Covid-19, maka ini mungkin boleh saja dilakukan, tapi resikonya cukup besar. Karena semuanya sadar bahwa Covid-19 ini masih mengancam, yang berpotensi terjadinya penularan lebih tinggi.
Selanjutnya, jika masyarakat beraktivitas kembali dalam krisis ekonomi yang mengancam, sebetulnya krisis ekonomi atau masalah ekonomi yang dihadapi bangasa indonesia bukan pada saat Corona ini terjadi, tetapi sejujurnya sebelum Covid-19 ini ada persoalan ekonomi dan utang negara yang cukup besar ini sudah ada.
"Nah masalahnya, memang ada tambahan yang cukup besar yang dihadapi oleh pemerintah ketika covid ini ada maka sebabanya pemerintah untuk memaksanakan dalam tanda petik untuk mengeluarkan Perppu 1/2020," ujarnya.
Menurut Saleh, dari tiga definisi di atas jika pemerintah tidak tuntas menjelaskan kepada masyarakat, maka masyarakat menafsirkan sendiri-sendiri kebijakan new normal ini. Masyarakat dianggapnya bebas menafsirkan untuk definisi satu, dua dan tiga.
"Saya melihat ke aktivitas biasa hari ini, bedanya hanya ada beberapa orang yang pakai masker, dan yang tidak pake masker juga banyak, dan tadi malam aja sekitar jam 9 malam aja macet loh jakarta. Jadi itu kan keliatan, kalau udah macet itu sudah enggak ada beda lagi. Jam 9 di Jakarta macet di Bundaran HI itu kan berarti sudah kehidupannya biasa. Nah ini yang saya katakan tadi new normal dalam situasi abnormal," pungkasnya.
(Baca juga: 658 WNI di Luar Negeri Sembuh Corona, 1.037 Positif dan 316 Orang Dirawat)
Hal itu dikatakan Saleh dalam diskusi Polemik MNC TrijayaFM bertajuk 'New Normal Lintas Negara' secara virtual, Sabtu (13/6/2020). Saleh menegaskan, ketika new normal juga tak bisa dijelaskan secara rinci oleh pemerintah, maka implementasi di lapangan menjadi tidak jelas.
"Ada orang lihat kalau di Jakarta ya (new normal) (jadi) abnormal," kata Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu. (Baca juga: Gelar Pilkada di Tengah Pandemi, 218 Daerah Perlu Perhatian Ekstra)
Dia menjelaskan, setidaknya ada kemungkinan definisi tentang new normal. Pertama adalah masyarakat kembali ke aktivitas biasa sebelum Covid-19 ini ada. Definisi yang kedua, masyarakat kembali beraktivitas tetapi dalam situasi Covid-19.
(Baca juga: Fraksi PPP Dukung Maklumat MUI Tentang RUU HIP)
Kemudian yang ketiga menurutnya, masyarakat kembali beraktivitas tetapi dalam ancaman krisis ekonomi. Menurutnya, dari tiga definisi itu memiliki penanganan yang bebreda-beda.
"Misalnya adalah definisi yang pertama bahwa new normal kembali beraktivitas sebelum Covid-19 saya kira belum bisa dilakukan sekarang. Karena apa, tadi Pak Juri Ardiantoro (Deputi KSP) mengatakan, tingkat masyarakat yang terpapar Covid-19 positif ini makin hari makin tinggi," tuturnya.
Di sisi lain kata Saleh, jika kemudian masyarakat katakanlah beraktivitas dalam situasi kondisi Covid-19, maka ini mungkin boleh saja dilakukan, tapi resikonya cukup besar. Karena semuanya sadar bahwa Covid-19 ini masih mengancam, yang berpotensi terjadinya penularan lebih tinggi.
Selanjutnya, jika masyarakat beraktivitas kembali dalam krisis ekonomi yang mengancam, sebetulnya krisis ekonomi atau masalah ekonomi yang dihadapi bangasa indonesia bukan pada saat Corona ini terjadi, tetapi sejujurnya sebelum Covid-19 ini ada persoalan ekonomi dan utang negara yang cukup besar ini sudah ada.
"Nah masalahnya, memang ada tambahan yang cukup besar yang dihadapi oleh pemerintah ketika covid ini ada maka sebabanya pemerintah untuk memaksanakan dalam tanda petik untuk mengeluarkan Perppu 1/2020," ujarnya.
Menurut Saleh, dari tiga definisi di atas jika pemerintah tidak tuntas menjelaskan kepada masyarakat, maka masyarakat menafsirkan sendiri-sendiri kebijakan new normal ini. Masyarakat dianggapnya bebas menafsirkan untuk definisi satu, dua dan tiga.
"Saya melihat ke aktivitas biasa hari ini, bedanya hanya ada beberapa orang yang pakai masker, dan yang tidak pake masker juga banyak, dan tadi malam aja sekitar jam 9 malam aja macet loh jakarta. Jadi itu kan keliatan, kalau udah macet itu sudah enggak ada beda lagi. Jam 9 di Jakarta macet di Bundaran HI itu kan berarti sudah kehidupannya biasa. Nah ini yang saya katakan tadi new normal dalam situasi abnormal," pungkasnya.
(maf)