Refly Harun: Tak Satu Pun Negara Terapkan Presidential Threshold untuk Pencalonan

Rabu, 26 Januari 2022 - 18:21 WIB
loading...
Refly Harun: Tak Satu...
Refly Harun, kuasa hukum Gatot Nurmantyo, menyatakan tidak ada satu pun yang menerapkan presidential threshold untuk pencalonan presiden. FOTO/TANGKAPAN LAYAR
A A A
JAKARTA - Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo memperbaiki permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Sidang panel untuk memeriksa perbaikan ini digelar di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (26/1/2022).

Refly Harun , kuasa hukum Gatot Nurmantyo menegaskan, tidak ada perubahan permohonan mengenai kedudukan hukum (legal standing) pemohon. Terkait hak untuk memilih dan hak untuk dipilih, pemohon menambahkan putusan-putusan MK sebelumnya yang amarnya mengabulkan permohonan.

"Pemohon juga sudah menambahkan putusan-putusan MK terdahulu yang mengabulkan terkait persoalan hak untuk memilih dan hak untuk dipilih," kata Refly kepada Panel Hakim yang dipimpin Wakil Ketua MK Aswanto.



Selain itu, Pemohon menambahkan halaman permohonan. Semula berjumlah 13 menjadi 62 halaman. Hal lain, Pemohon melakukan pendekatan perbandingan dengan menampilkan puluhan negara yang tidak menerapkan presidential threshold dalam pencalonan presiden.

"Kami mengetengahkan data di sini ada puluhan negara, yang kami coba lihat sepanjang pengetahuan kami, atau sependek pengetahuan kami, dari negara-negara tersebut tidak ada satu pun yang menerapkan presidential threshold untuk pencalonan. Kalau presidensial threshold untuk terpilihnya, Indonesia pun juga menganut, yaitu 50% + 1 + persebaran di lebih dari setengah jumlah provinsi dengan minimal 20%," katanya.

Untuk diketahui, permohonan Perkara Nomor 70/PUU-XIX/2021 ini diajukan oleh Gatot Nurmantyo yang pernah menjabat sebagai Panglima TNI. Gatot Nurmantyo menjelaskan, kedudukan hukumnya sebagai warga negara Republik Indonesia yang memiliki hak untuk memilih sesuai dengan ketentuan dalam UU Pemilu.

Baca juga: Gatot Nurmantyo: Presidential Threshold 20% Bentuk Kudeta Terselubung Terhadap Negara Demokrasi

Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang digelar pada Selasa (11/1/2022) secara daring kuasa hukum Pemohon, Refly Harun menjelaskan bahwa Pemohon menguji Pasal 222 UU Pemilu yang menyatakan, "Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya".

Menurut Pemohon, Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan ketentuan Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 6A ayat (5) UUD 1945. Pemohon menganggap bahwa presidential threshold itu bukan hanya soal prosedur, tapi soal substansi. Pemohon menganggap bahwa itu sudah close legal policy, bukan open legal policy.

"Kami mengajukan permohonan yang sangat sederhana, lebih sederhana dibandingkan permohonan sebelumnya yang kami katakan bahwa ini sudah jelas expresif verbis, mengatur constitutional rights bagi partai politik untuk mengajukan calon presiden dan wakil presiden sepanjang ia menjadi peserta pemilihan umum dan sama sekali tidak ada ketentuan yang mengatakan harus 20% atau harus memenuhi ambang batas tertentu, dan itu sekali lagi sudah merupakan close legal policy yang tidak terkait dengan tata cara. Tapi ini adalah substansi. Jadi untuk itu, seharusnya tidak ada yang namanya ambang batas," kata Refly.
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1452 seconds (0.1#10.140)