Optimisme Menjaga Peluang 2022
loading...
A
A
A
Prof Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menteri Keuangan
PANDEMI memberikan banyak perubahan tatanan ekonomi Indonesia. Layaknya kondisi ekonomi di sebagian besar negara lainnya di dunia, Indonesia tak serta merta kebal terhadap hantaman pandemi. Pada 2020, perekonomian Indonesia mengalami kontraksi lebih dari 2%, terendah sejak krisis moneter pada 1998. Sepanjang 2021, situasi masih rentan terhadap volatilitas terlebih di tengah hantaman varian baru virus Covid-19 yang lebih berisiko.
Perekonomian Indonesia pada 2022 diprediksi pulih dan kian membaik dibanding tahun lalu. Bank Indonesia (BI) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2022 berkisar 4,7-5,5%. Hal tersebut sejalan dengan adaptasi masyarakat terhadap kondisi pandemi yang membuat mobilitas tidak terlalu terguncang. Salah satu faktor yang dapat memicu terjadinya peningkatan pertumbuhan perekonomian Indonesia pada 2022, karena Indonesia diprediksi akan berhasil memberikan dosis vaksin penuh kepada 99% dari total populasi dewasa pada Maret 2022.
Program vaksinasi merupakan salah satu kunci dari keberhasilan penanganan pandemi di Indonesia. Terlaksananya program vaksinasi secara masif dan terstruktur akan memberikan dampak positif terhadap peningkatan mobilitas masyarakat, dan hal ini memicu aktivitas perekonomian untuk mulai berjalan kembali. Pelonggaran mobilitas ini membuat kegiatan usaha mulai kembali bergerak. Sehingga daya beli masyarakat mengalami peningkatan hingga akhir 2021 dan diperkirakan berlanjut pada 2022.
Sampai November 2021, Survei Konsumen yang dilakukan BI mengindikasikan optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi terus menguat. Tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) November 2021 sebesar 118,5, lebih tinggi dari 113,4 pada Oktober 2021. Oleh sebab itu, jika dapat terus dipertahankan, maka ekspektasi pemulihan ekonomi serta pergerakan komponen lain seperti konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi, hingga ekspor dan impor dapat berjalan sesuai harapan.
Tantangan Ekonomi 2022
Di tengah harapan besar terhadap keberhasilan pemulihan ekonomi pada 2022, terdapat juga sejumlah tantangan yang harus diantisipasi. Ketidakpastian ekonomi masih kembali harus dihadapi akibat kemunculan virus varian baru Covid-19, Omicron di Indonesia. Tantangan lainnya adalah adanyatapering offdan potensi kenaikan suku bunga yang mengacu pada Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed).Tapering offmerupakan pengurangan stimulusmoneteryang dikeluarkan bank sentral saat perekonomian sedang terancam dan membutuhkan banyak suntikan dana likuiditas. Hal ini dilakukan The Fed dengan mengurangi ukuran program pembelian obligasi yang dikenal sebagai pelonggaran kuantitatif (Quantitative Easing/QE).
Bank Sentral AS telah mengurangi stimulus atautapering offsejak November 2021. Selanjutnya, hal tersebut akan berdampak bagi Indonesia sebagai emerging market. Berdasarkan riset yang dipublikasikan oleh Nomura Research Institute, Indonesia masuk dalam daftar 10 negara rentan terdampak bersama Brasil, Kolombia, Chili, Peru, Hungaria, Rumania, Turki, Afrika Selatan, dan Filipina jikatapering offdilakukan.
Sejatinya tak dapat dipungkiri, bahwa tapering off yang pernah dilakukan The Fed pada 2013 terbukti memicutaper tantrum, yaitu sebuah keadaan gejolak pasar keuangan ketika The Fed mengetatkan kebijakan moneternya. Investasi asing yang saat itu mendominasi pasar modal Indonesia pun menarik uang mereka dan memutuskan untuk menaruh dana di pasar modal Amerika Serikat karena dianggap lebih menarik. Oleh sebab itu, Indonesia perlu mempersiapkan diri untuk mampu menjawab tantangan tersebut agar dampaktapering offThe Fed tidak akan seberat yang pernah terjadi pada 2013 silam.
Secara umum, kondisi pemulihan ekonomi Indonesia saat ini termasuk dalam kategori cukup kuat. Salah satunya terindikasi dari neraca perdagangan Indonesia yang terus mengalami surplus selama 19 bulan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia sejak Januari 2021 – November 2021 tercatat surplus USD34 miliar, atau 19 bulan berturut-turut sejak Mei 2020. Selain itu, nilai ekspor Indonesia naik 49,7% (yoy) per November 2021, dan impor yang termasuk bahan baku penolong, juga naik 52,6%. Hal ini terjadi seiring dengan masih meningkatnya permintaan global dan kenaikan harga komoditas dunia.
Staf Khusus Menteri Keuangan
PANDEMI memberikan banyak perubahan tatanan ekonomi Indonesia. Layaknya kondisi ekonomi di sebagian besar negara lainnya di dunia, Indonesia tak serta merta kebal terhadap hantaman pandemi. Pada 2020, perekonomian Indonesia mengalami kontraksi lebih dari 2%, terendah sejak krisis moneter pada 1998. Sepanjang 2021, situasi masih rentan terhadap volatilitas terlebih di tengah hantaman varian baru virus Covid-19 yang lebih berisiko.
Perekonomian Indonesia pada 2022 diprediksi pulih dan kian membaik dibanding tahun lalu. Bank Indonesia (BI) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2022 berkisar 4,7-5,5%. Hal tersebut sejalan dengan adaptasi masyarakat terhadap kondisi pandemi yang membuat mobilitas tidak terlalu terguncang. Salah satu faktor yang dapat memicu terjadinya peningkatan pertumbuhan perekonomian Indonesia pada 2022, karena Indonesia diprediksi akan berhasil memberikan dosis vaksin penuh kepada 99% dari total populasi dewasa pada Maret 2022.
Program vaksinasi merupakan salah satu kunci dari keberhasilan penanganan pandemi di Indonesia. Terlaksananya program vaksinasi secara masif dan terstruktur akan memberikan dampak positif terhadap peningkatan mobilitas masyarakat, dan hal ini memicu aktivitas perekonomian untuk mulai berjalan kembali. Pelonggaran mobilitas ini membuat kegiatan usaha mulai kembali bergerak. Sehingga daya beli masyarakat mengalami peningkatan hingga akhir 2021 dan diperkirakan berlanjut pada 2022.
Sampai November 2021, Survei Konsumen yang dilakukan BI mengindikasikan optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi terus menguat. Tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) November 2021 sebesar 118,5, lebih tinggi dari 113,4 pada Oktober 2021. Oleh sebab itu, jika dapat terus dipertahankan, maka ekspektasi pemulihan ekonomi serta pergerakan komponen lain seperti konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi, hingga ekspor dan impor dapat berjalan sesuai harapan.
Tantangan Ekonomi 2022
Di tengah harapan besar terhadap keberhasilan pemulihan ekonomi pada 2022, terdapat juga sejumlah tantangan yang harus diantisipasi. Ketidakpastian ekonomi masih kembali harus dihadapi akibat kemunculan virus varian baru Covid-19, Omicron di Indonesia. Tantangan lainnya adalah adanyatapering offdan potensi kenaikan suku bunga yang mengacu pada Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed).Tapering offmerupakan pengurangan stimulusmoneteryang dikeluarkan bank sentral saat perekonomian sedang terancam dan membutuhkan banyak suntikan dana likuiditas. Hal ini dilakukan The Fed dengan mengurangi ukuran program pembelian obligasi yang dikenal sebagai pelonggaran kuantitatif (Quantitative Easing/QE).
Bank Sentral AS telah mengurangi stimulus atautapering offsejak November 2021. Selanjutnya, hal tersebut akan berdampak bagi Indonesia sebagai emerging market. Berdasarkan riset yang dipublikasikan oleh Nomura Research Institute, Indonesia masuk dalam daftar 10 negara rentan terdampak bersama Brasil, Kolombia, Chili, Peru, Hungaria, Rumania, Turki, Afrika Selatan, dan Filipina jikatapering offdilakukan.
Sejatinya tak dapat dipungkiri, bahwa tapering off yang pernah dilakukan The Fed pada 2013 terbukti memicutaper tantrum, yaitu sebuah keadaan gejolak pasar keuangan ketika The Fed mengetatkan kebijakan moneternya. Investasi asing yang saat itu mendominasi pasar modal Indonesia pun menarik uang mereka dan memutuskan untuk menaruh dana di pasar modal Amerika Serikat karena dianggap lebih menarik. Oleh sebab itu, Indonesia perlu mempersiapkan diri untuk mampu menjawab tantangan tersebut agar dampaktapering offThe Fed tidak akan seberat yang pernah terjadi pada 2013 silam.
Secara umum, kondisi pemulihan ekonomi Indonesia saat ini termasuk dalam kategori cukup kuat. Salah satunya terindikasi dari neraca perdagangan Indonesia yang terus mengalami surplus selama 19 bulan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia sejak Januari 2021 – November 2021 tercatat surplus USD34 miliar, atau 19 bulan berturut-turut sejak Mei 2020. Selain itu, nilai ekspor Indonesia naik 49,7% (yoy) per November 2021, dan impor yang termasuk bahan baku penolong, juga naik 52,6%. Hal ini terjadi seiring dengan masih meningkatnya permintaan global dan kenaikan harga komoditas dunia.