Optimisme Menjaga Peluang 2022

Senin, 10 Januari 2022 - 09:53 WIB
loading...
Optimisme Menjaga Peluang...
Prof Candra Fajri Ananda Ph.D (Foto: Ist)
A A A
Prof Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menteri Keuangan

PANDEMI memberikan banyak perubahan tatanan ekonomi Indonesia. Layaknya kondisi ekonomi di sebagian besar negara lainnya di dunia, Indonesia tak serta merta kebal terhadap hantaman pandemi. Pada 2020, perekonomian Indonesia mengalami kontraksi lebih dari 2%, terendah sejak krisis moneter pada 1998. Sepanjang 2021, situasi masih rentan terhadap volatilitas terlebih di tengah hantaman varian baru virus Covid-19 yang lebih berisiko.

Perekonomian Indonesia pada 2022 diprediksi pulih dan kian membaik dibanding tahun lalu. Bank Indonesia (BI) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2022 berkisar 4,7-5,5%. Hal tersebut sejalan dengan adaptasi masyarakat terhadap kondisi pandemi yang membuat mobilitas tidak terlalu terguncang. Salah satu faktor yang dapat memicu terjadinya peningkatan pertumbuhan perekonomian Indonesia pada 2022, karena Indonesia diprediksi akan berhasil memberikan dosis vaksin penuh kepada 99% dari total populasi dewasa pada Maret 2022.

Program vaksinasi merupakan salah satu kunci dari keberhasilan penanganan pandemi di Indonesia. Terlaksananya program vaksinasi secara masif dan terstruktur akan memberikan dampak positif terhadap peningkatan mobilitas masyarakat, dan hal ini memicu aktivitas perekonomian untuk mulai berjalan kembali. Pelonggaran mobilitas ini membuat kegiatan usaha mulai kembali bergerak. Sehingga daya beli masyarakat mengalami peningkatan hingga akhir 2021 dan diperkirakan berlanjut pada 2022.

Sampai November 2021, Survei Konsumen yang dilakukan BI mengindikasikan optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi terus menguat. Tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) November 2021 sebesar 118,5, lebih tinggi dari 113,4 pada Oktober 2021. Oleh sebab itu, jika dapat terus dipertahankan, maka ekspektasi pemulihan ekonomi serta pergerakan komponen lain seperti konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi, hingga ekspor dan impor dapat berjalan sesuai harapan.

Tantangan Ekonomi 2022

Di tengah harapan besar terhadap keberhasilan pemulihan ekonomi pada 2022, terdapat juga sejumlah tantangan yang harus diantisipasi. Ketidakpastian ekonomi masih kembali harus dihadapi akibat kemunculan virus varian baru Covid-19, Omicron di Indonesia. Tantangan lainnya adalah adanyatapering offdan potensi kenaikan suku bunga yang mengacu pada Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed).Tapering offmerupakan pengurangan stimulusmoneteryang dikeluarkan bank sentral saat perekonomian sedang terancam dan membutuhkan banyak suntikan dana likuiditas. Hal ini dilakukan The Fed dengan mengurangi ukuran program pembelian obligasi yang dikenal sebagai pelonggaran kuantitatif (Quantitative Easing/QE).

Bank Sentral AS telah mengurangi stimulus atautapering offsejak November 2021. Selanjutnya, hal tersebut akan berdampak bagi Indonesia sebagai emerging market. Berdasarkan riset yang dipublikasikan oleh Nomura Research Institute, Indonesia masuk dalam daftar 10 negara rentan terdampak bersama Brasil, Kolombia, Chili, Peru, Hungaria, Rumania, Turki, Afrika Selatan, dan Filipina jikatapering offdilakukan.

Sejatinya tak dapat dipungkiri, bahwa tapering off yang pernah dilakukan The Fed pada 2013 terbukti memicutaper tantrum, yaitu sebuah keadaan gejolak pasar keuangan ketika The Fed mengetatkan kebijakan moneternya. Investasi asing yang saat itu mendominasi pasar modal Indonesia pun menarik uang mereka dan memutuskan untuk menaruh dana di pasar modal Amerika Serikat karena dianggap lebih menarik. Oleh sebab itu, Indonesia perlu mempersiapkan diri untuk mampu menjawab tantangan tersebut agar dampaktapering offThe Fed tidak akan seberat yang pernah terjadi pada 2013 silam.

Secara umum, kondisi pemulihan ekonomi Indonesia saat ini termasuk dalam kategori cukup kuat. Salah satunya terindikasi dari neraca perdagangan Indonesia yang terus mengalami surplus selama 19 bulan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia sejak Januari 2021 – November 2021 tercatat surplus USD34 miliar, atau 19 bulan berturut-turut sejak Mei 2020. Selain itu, nilai ekspor Indonesia naik 49,7% (yoy) per November 2021, dan impor yang termasuk bahan baku penolong, juga naik 52,6%. Hal ini terjadi seiring dengan masih meningkatnya permintaan global dan kenaikan harga komoditas dunia.

Kenaikan harga komoditas dunia justru lebih banyak menguntungkan Indonesia karena ekspor akan meningkat. Kendati sejauh ini kinerja ekspor mulai menunjukkan tren positif, tantangan Indonesia terhadap ekspor pada 2022 patut diperhatikan. Surplus yang dinikmati Indonesia sepanjang pandemi terjadi akibat kontraksi impor yang lebih dalam dari pada ekspor. Jika ekonomi nasional pulih secara penuh pada 2022, maka impor bisa kembali ke level pada 2019. Oleh sebab itu, bila kita terus memiliki kinerja ekspor yangsama dengan2021,maka Indonesia tidak akan mampu mencapai surplusperdagangan sebesar tahun 2020 atau pun 2021.

Kini, salah satu cara untuk mendongkrak penerimaan ekspor pada 2022 adalah dengan meningkatkan ekspor manufaktur, seperti otomotif, pakaian dan alas kaki, serta furnitur. Selain itu, ekspor produk berbasis komoditas juga perlu ditingkatkan demi memastikan pertumbuhan ekspor bisa lebih tinggi dibandingkan dengan potensi pertumbuhan impor bahan baku atau penolong dan barang modal pada 2022.

2022 adalahgolden momentbagi Indonesia untuk mengejar pertumbuhan ekonomi yang optimal, sebelum agenda politik menjadi perhatian besar setahun setelahnya, menjelang tahun politik 2024. Meskipun baru akan digelar pada 2024, proses awal pemilu memang akan digelar setidaknya dalam kurun lebih 20 bulan sebelum pelaksanaannya. Artinya, 2022 memang akan menjadi awal berputarnya roda proses pesta demokrasi.Oleh sebab itu, sebelum tensi politik semakin memanas, maka produksi dan ekspor perlu terus ditingkatkan untuk mampu mencapai pertumbuhan ekonomi yang optimal. Selain itu, kondisi tersebut juga akan merangsang dunia usaha tumbuh dan kompetitif untuk bersaing di kancah global.

Langkah Ekonomi 2022

Sinergi kebijakan yang erat dan kinerja positif perekonomian 2021 menjadi modal untuk terus bangkit dan optimistis terhadap pemulihan ekonomi Indonesia yang lebih baik pada 2022. Kondisi pandemi Covid-19 tentunya tidak boleh menyurutkan upaya untuk mewujudkan Visi Indonesia 2045 menjadi negara maju berpendapatan tinggi dan tidak terjebak sebagai negara berpendapatan menengah (middle income trap).

Indonesia perlu melakukan transformasi ekonomi melalui peningkatan produktivitas di seluruh sektor serta menemukan sumber penggerak ekonomi dari sektor yang memiliki produktivitas lebih tinggi. Sektor manufaktur dan jasa modern yang menghasilkan nilai tambah tinggi perlu dikembangkan dan diperkuat menjadi basis perekonomian, sehingga dapat mengurangi ketergantungan ekonomi pada sumber daya alam.

Selanjutnya dalam rangka mendukung transformasi ekonomi, maka perlu dilakukan pula reformasi struktural melalui reformasi iklim investasi, kelembagaan, serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan perlindungan sosial. Indonesia memiliki potensi (modal dasar) pembangunan yang sangat besar dan lengkap untuk menjadi negara-bangsa yang maju, adil-makmur, dan berdaulat. Akan tetapi, kualitas SDM di Indonesia masih relatif rendah untuk Indonesia bisa melangkah lebih maju.

Pandemi Covid-19 merupakanunprecedented shockyang mengubah secara signifikan pola interaksi antarmanusia, sehingga berimplikasi terhadap perubahan pola aktivitas ekonomi, sosial, serta pelayanan publik. Penerapansocial distancingdan protokol kesehatan menuntut penggunaan teknologi digital secara intensif dalam mendukung aktivitas manusia. Kondisi demikian tetap akan berlangsung dalam kehidupan eranew normal, meskipunherd immunitydiharapkan telah tercapai pada 2022.

Oleh sebab itu, untuk mampu mengakselerasi pertumbuhan ekonomi, maka Indonesia harus mampu memanfaatkan bonus demografi dan siap menghadapi disrupsi teknologi. Selain itu, pada sisi kebijakan fiskal, pada 2022 perlu diarahkan untuk memberikan fondasi yang kokoh untuk konsolidasi fiskal menuju ke defisit maksimal 3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2023. Reformasi fiskal juga perlu terus dijalankan melalui optimalisasi pendapatan, penguatan belanja berkualitas atauspending better, serta inovasi pembiayaan.

Upaya optimalisasi pendapatan ditempuh melalui penggalian potensi, perluasan basis perpajakan, peningkatan kepatuhan wajib pajak, dan optimalisasi pengelolaan aset serta inovasi layanan. Hal tersebut selanjutnya dapat memperbaiki angka rasio perpajakan untuk penguatan ruang fiskal, dengan tetap melindungi kepentingan rakyat kecil. Upaya penguatan belanja berkualitas dilakukan melalui pengendalian belanja agar lebih efisien, lebih produktif, dan menghasilkanmultiplier effectyang kuat terhadap perekonomian serta efektif untuk mendukung program prioritas dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Semoga.
(hdr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1380 seconds (0.1#10.140)