Memotret Kebijakan Palestina dan Urgensi Harmoni Sosial dalam Perspektif Global

Senin, 14 April 2025 - 07:11 WIB
loading...
Memotret Kebijakan Palestina...
Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama, Muhammad Abdi Abdushomad. FOTO/DOK.PRIBADI
A A A
Muhammad Adib Abdushomad
Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama

KONFLIK yang berkepanjangan antara Palestina dan Israel tidak hanya menjadi peristiwa geopolitik, melainkan juga tragedi kemanusiaan yang mencerminkan kompleksitas relasi internasional, asimetri kekuasaan, serta krisis nilai-nilai universal. Gencatan senjata (ceasefire) yang telah disepakati berkali-kali kerap dilanggar, utamanya oleh serangan militer Israel yang secara sistematis mengoyak struktur sosial dan psikologis masyarakat Palestina. Realitas ini menghadirkan lanskap penderitaan yang multidimensional, baik secara fisik, mental, maupun spiritual.

Fenomena ini tidak dapat direduksi dalam satu perspektif tunggal. Eskalasi konflik di Palestina merepresentasikan realitas sosial yang kompleks, yang memunculkan respons beragam dari masyarakat global. Dalam konteks sosiologi konflik, respons-respons tersebut dapat dilihat sebagai artikulasi dari struktur kesadaran kolektif (collective consciousness) yang berbeda-beda dalam merespons ketidakadilan. Sebagian masyarakat internasional memosisikan diri secara prosedural, mempercayakan sepenuhnya penyelesaian konflik melalui jalur diplomasi dan mekanisme hukum internasional. Namun, dalam pendekatan ini sering kali terjadi apa yang disebut sebagai “apathetic diplomacy”, yaitu sikap netral yang berlebihan hingga mengabaikan penderitaan kemanusiaan atas nama stabilitas politik dan kepentingan strategis.

Sementara itu, terdapat pula kelompok masyarakat yang melihat konflik ini melalui pendekatan humanistik. Perspektif ini memusatkan perhatian pada penderitaan warga sipil yang menjadi korban utama dari kekerasan struktural dan simbolik. Mereka menunjukkan solidaritas lintas batas dengan menyalurkan bantuan, menggalang donasi, dan mengampanyekan penghentian kekerasan. Solidaritas lintas iman dan lintas negara dalam gerakan ini menunjukkan bahwa nilai-nilai kemanusiaan bersifat transkultural dan melampaui sekat-sekat identitas.

Namun, yang juga perlu dicermati secara kritis adalah ekspresi solidaritas emosional yang bersifat reaktif dan impulsif. Dalam konteks ini, sebagian masyarakat yang mengalami guncangan psikologis dan spiritual yang mendalam merespons konflik dengan intensitas emosi yang tinggi. Beberapa dari mereka terdorong untuk mengambil tindakan langsung, bahkan sampai pada titik ingin berjihad secara fisik di wilayah konflik. Respons semacam ini sering kali dibingkai dalam narasi keagamaan yang, sayangnya, rentan mengalami simplifikasi dan manipulasi ideologis. Di sinilah letak problematisnya: narasi keagamaan yang seharusnya menjadi sumber kedamaian justru direduksi menjadi alat legitimasi tindakan-tindakan yang kontraproduktif terhadap perdamaian itu sendiri.

Fenomena ini sejalan dengan konsep ideologi transnasional yang dalam studi hubungan internasional dijelaskan sebagai penyebaran ide dan keyakinan lintas negara yang dapat mempengaruhi perilaku kolektif. Dalam konteks media sosial yang sangat cair dan cepat, arus informasi yang tidak terverifikasi dengan mudah membentuk opini publik dan menciptakan ilusi partisipasi dalam konflik. Disinformasi, agitasi, dan propaganda menjadi instrumen utama dalam konstruksi realitas yang semu namun memengaruhi afeksi publik secara nyata.

Sebagai bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila dan prinsip perdamaian universal, Indonesia harus mampu menyikapi realitas ini secara bijaksana dan proporsional. Solidaritas terhadap Palestina tidak harus diwujudkan dalam bentuk partisipasi militan, tetapi dapat dimanifestasikan melalui diplomasi kemanusiaan, penguatan peran masyarakat sipil, serta edukasi publik yang menanamkan nilai-nilai harmoni dan toleransi. Dalam konteks inilah, penting kiranya menegaskan kembali konsep jihad dalam dimensi spiritual. Rasulullah SAW pernah menyatakan bahwa jihad terbesar adalah jihad melawan hawa nafsu (jihad al-nafs), yakni perjuangan internal untuk mengendalikan ego, amarah, dan dorongan destruktif dalam diri. Perspektif ini sangat relevan untuk meng-counter narasi ekstremisme yang tumbuh dalam ruang-ruang digital dan komunitas yang rentan.

Setelah melalui bulan suci Ramadan, umat Islam sejatinya telah dilatih untuk menaklukkan hawa nafsu dan membangun sensitivitas sosial. Momentum ini hendaknya dijadikan sebagai titik balik untuk memperkuat solidaritas yang konstruktif, yakni dengan cara memperluas aksi kemanusiaan, meningkatkan kesadaran publik, dan mendorong kebijakan luar negeri yang berbasis keadilan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.

Dalam merawat perdamaian dan mencegah radikalisasi, diperlukan pendekatan harmoni yang bersifat terintegrasi. Harmoni sosial tidak bisa lahir dari satu pendekatan tunggal. Ia membutuhkan sinergi antara pendekatan spiritual-transformatif, humanistik-inklusif, dan literasi-digital kritis. Pendekatan spiritual-transformatif memposisikan agama bukan hanya sebagai sistem kepercayaan, tetapi juga sebagai energi moral yang mendorong rekonstruksi diri dan masyarakat secara berkelanjutan. Pendekatan humanistik-inklusif menegaskan pentingnya melihat setiap individu sebagai bagian dari komunitas global yang memiliki martabat dan hak yang setara. Sementara pendekatan literasi-digital kritis diperlukan untuk membekali masyarakat dengan kemampuan memilah informasi, mengidentifikasi hoaks, dan menghindari jebakan narasi biner yang sering kali menyesatkan.

Ketiga pendekatan tersebut seyogianya tidak berjalan sendiri-sendiri, melainkan terintegrasi dalam sistem pendidikan, narasi keagamaan, dan kebijakan publik. Dengan demikian, Indonesia tidak hanya tampil sebagai bangsa yang peduli terhadap isu Palestina, tetapi juga sebagai contoh negara yang mampu merespons konflik global dengan cara yang beradab, rasional, dan berkeadilan.
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Lanjut Baca Berita Terkait Lainnya
Berita Terkait
Pendidikan Indonesia,...
Pendidikan Indonesia, ke Mana?
Terima Kunjungan Dubes...
Terima Kunjungan Dubes Palestina, Baznas RI Komitmen Bantu Warga Gaza
Paradoks Pendidikan:...
Paradoks Pendidikan: Melahirkan Cendekia, Menumbuhkan Koruptor
Hadiri Konferensi Kemenangan...
Hadiri Konferensi Kemenangan Gaza di Istanbul, ARI-BP Dukung Kemerdekaan Palestina
Pope Francis dan Dialog...
Pope Francis dan Dialog Antaragama untuk Perdamaian
Mitigasi Daerah dalam...
Mitigasi Daerah dalam Efisiensi APBN
Mirip Nazi, Produser...
Mirip Nazi, Produser TV Israel Serukan Holocaust Gaza dengan Gas
Gawat, Zionis Israel...
Gawat, Zionis Israel Ingin Rebut Total Jalur Gaza!
20 Jet Tempur Israel...
20 Jet Tempur Israel Bombardir Yaman, Balas Dendam karena Houthi Merudal Bandara Ben Gurion
Rekomendasi
Memperkuat Industri...
Memperkuat Industri Otomotif, China Minta Dongfeng dan Changan Automobile Bergabung
6 Penyebab Konflik India-Pakistan...
6 Penyebab Konflik India-Pakistan di Kashmir Tak Selesai selama Puluhan Tahun
Nana Mirdad Buka Suara...
Nana Mirdad Buka Suara soal Tuduhan Ogah Bayar Paylater, Ungkap Teror dari Debt Collector
Berita Terkini
Tessa Mahardhika Jadi...
Tessa Mahardhika Jadi Plt Direktur Penyelidikan, Jubir KPK Diganti Budi Prasetyo
Presiden Prabowo Sambut...
Presiden Prabowo Sambut Hangat Kedatangan Bill Gates di Istana Merdeka
Sidang Hasto Kembali...
Sidang Hasto Kembali Digelar, Jaksa Hadirkan Kader PDIP Riezky Aprilia-Saeful Bahri
Ikut Dukung Makzulkan...
Ikut Dukung Makzulkan Wapres Gibran, Mantan Dankormar: Kami Sayang Prabowo
Presiden Prabowo Bertemu...
Presiden Prabowo Bertemu Bill Gates di Istana Merdeka Pagi Ini
Deretan Pati AD, AL,...
Deretan Pati AD, AL, dan AU Dapat Promosi Jabatan Bintang 2 Akhir April 2025
Infografis
3 Alasan Ukraina Selalu...
3 Alasan Ukraina Selalu Didukung Barat dalam Melawan Rusia
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved