Zulkifli Lubis, Bapak Intelijen Indonesia yang Tak Bisa Dikuasai Komunis

Jum'at, 31 Desember 2021 - 05:32 WIB
loading...
A A A
Seinen Dojo dibuka Januari 1943 dengan penanggung jawab Letnan Yanagawa dan Letnan Marusaki, perwira Beppan (Dinas Intelijen Khusus Tentara ke-16 Angkatan Darat). Sebanyak 50 pemuda berusia 16-20 tahun, yang dipilih dari semua pusat pendidikan pemuda di seluruh Jawa, mendapatkan pendidikan militer dari perwira-perwira Beppan.

"Dengan rahasia para pemuda dibawa ke Tangerang sehingga dalam banyak hal orang tua mereka tidak mengetahui tujuan perjalanan mereka," kata Joyce.

"Boleh dibilang, sebetulnya itu sekolah akademi intelijen, hanya istilahnya disebut Seinen Dojo. Karena itu, kami di bawah Markas Besar Intelijen Jepang. Itulah pertama kali saya belajar intelijen, sekitar awal 1943. Saya masih berumur 19 tahun," kata Lubis.

Kecil-kecil Cabe Rawit
Kendati berperawakan paling kecil dibanding Kemal Idris, Suprayana Yonosewojo, dan Daan Mogot, Lubis bisa disebut kecil-kecil cabe rawit. Dia nomor wahid dalam latihan militer sehingga menjadi nomor satu di Nihan. Dalam ilmu pengetahuan, dia menjadi teladan. Dia tak pernah digampar oleh Jepang karena tak pernah melakukan kesalahan.

"Selain mendapat tempaan fisik yang keras setiap hari sebagai seorang prajurit, tempaan berupa materi pelajaran di kelas pun tak ketinggalan. Dapat dibayangkan bagaimana hasil cetakan pendidikan seperti ini," kata Nur Hadi, Sejarawan Universitas Negeri Malang.

Selama di Seinen Dojo, Lubis bersama Kemal Idris dan Suprayana Yonosewojo ditempatkan di Nihan, yaitu kamar terbaik, baik dalam ilmu, latihan militer, maupun sumo. Sedangkan Daan Mogot di Ichihan.

Selama enam bulan Lubis dan teman-temannya melakukan latihan secara spartan. Pendidikan dimulai pukul 06.00, mencakup teknik-teknik dasar militer, latihan fisik seperti senam, renang, sumo, dan kendo. Ilmu pengetahuan seperti bahasa Jepang, sejarah kolonialisme Belanda, dan peristiwa-peristiwa dunia, serta intelijen terdiri dari taktik, spionase, kontraintelijen, propaganda, konspirasi, pengintaian, penghubung, dan kamuflase.

Angkatan pertama mengakhiri pendidikannya dengan baik meski digembleng dengan sangat keras. "Di antaranya Lubis, Idris, Daan Mogot, dan Suprajana Jonosewojo," tulis Joyce.

Seingat Lubis, setelah para calon lulus pendidikan pertama, mereka mendapatkan latihan praktis selama satu bulan dan kemudian masuk kembali ke pusat pendidikan itu sebagai senior. Mereka tinggal di sana sampai Oktober atau November 1943.

"Program itu begitu berhasil sehingga Tentara ke-16 dan Beppan memutuskan untuk melatih kelas kedua dengan jumlah calon sebanyak 35 orang," kata Lubis dalam wawancara dengan Joyce pada 20 Januari 1971.
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1426 seconds (0.1#10.140)