Zulkifli Lubis, Bapak Intelijen Indonesia yang Tak Bisa Dikuasai Komunis
loading...
A
A
A
JAKARTA - Bicara dunia intelijen Indonesia ada nama yang tak boleh dilupakan. Dia adalah Kolonel Zulkifli Lubis . Namanya memang tak sementereng Ali Moertopo atau LB Moerdani, tapi Lubis tak bisa dinafikan punya jasa besar.
Lubis merupakan peletak pondasi lembaga intelijen Tanah Air. Sepak terjangnya tak main-main, tak ayal dia dinobatkan sebagai Bapak Intelijen Indonesia. Baca juga: Kisah Perwira Lulusan Akmil Nyaris Ditusuk Anak Buah di Depan Prabowo
Dikutip dari buku "Zulkifli Lubis, Bapak Intelijen Indonesia", Jumat (31/12/2021), nasihat orang tua menjadi ajaran yang dipraktikkan dalam intelijen oleh Lubis. Sebelum berangkat ke Yogyakarta untuk mengenyam studi di AMS-B, Lubis mendapat pesan dari orang tuanya. Ibunya menekankan pentingnya mencari nasihat, bukan memberi nasihat.
"Yan, harus datangi, kenalkan diri, dan minta nasihat kepada orang yang tertua umurnya (pengalamannya), alim-ulama, guru, dan orang kaya yang dermawan," demikian ibunya memanggil Lubis, panggilan kecil untuk orang Belanda.
Dari ayahnya yang seorang pamong praja, Lubis mendapat pesan singkat namun penuh makna. "Met de hoed in de hand, komt je in de geang in de wereld (dengan menghargai orang lain, dunia akan menerimamu)," ucap ayahnya.
Lubis memandang ajaran ayah dan ibunya sama dengan ajaran intelijen. Agar dapat "menerima nasihat", seseorang harus bersikap demokratis dan rendah hati. Begitu pula dengan cara intelijen. "Harus ramah, baru bisa mencari nasihat (baca: informasi). Kalau kita sombong, tidak bisa mencari nasihat. Satu segi dari nilai demokrasi itu adalah mampu mengendalikan diri menjadi mencari nasihat. Itu yang saya praktikkan," kata Lubis dalam memoarnya.
Dia hanya mengenyam bangku kelas dua ketika studi di AMS-B. Pasalnya Jepang sudah tiba di Tanah Air. Pawoko, salah satu teman sekolahnya lalu mengajak Lubis masuk Seinen Kurenso (tempat latihan pemuda) yang pesertanya banyak dari AMS dan MULO.
Joyce C Lebra dalam "Tentara Gemblengan Jepang" menuturkan rekrutmen dilakukan di setiap provinsi di Jawa dan Sumatera. Calon yang dipilih harus memiliki kesadaran nasional tinggi. Militer Jepang menghindari calon-calon yang telah mendapat pendidikan militer Belanda di KNIL atau mereka yang mendapat pendidikan ala Barat. Karena itulah Jepang tak membentuk tempat latihan pemuda di Indonesia timur, Sulawesi Utara, dan Ambon.
Di pusat-pusat pelatihan pemuda, ratusan pemuda mendapat latihan semimiliter dan indoktrinasi agar mereka dapat membantu pertahanan sipil. Masa pendidikan permulaan selama enam bulan, tapi Lubis hanya menjalani pelatihan selama dua bulan.
Setelah itu beberapa pemuda dipilih untuk dikirim ke Seinen Dojo (tempat penggemblengan pemuda) di Tangerang, setelah melalui ujian saringan berupa ujian kesehatan badan dan sejumlah pertanyaan mengenai kolonialisme Belanda. "Dari pusat pendidikan pemuda di Yogyakarta, misalnya, dipilihlah beberapa orang yang menonjol untuk dikirim ke Tangerang. Di antaranya Zulkifli Lubis dan Kemal Idris," tulis Joyce.
Seinen Dojo dibuka Januari 1943 dengan penanggung jawab Letnan Yanagawa dan Letnan Marusaki, perwira Beppan (Dinas Intelijen Khusus Tentara ke-16 Angkatan Darat). Sebanyak 50 pemuda berusia 16-20 tahun, yang dipilih dari semua pusat pendidikan pemuda di seluruh Jawa, mendapatkan pendidikan militer dari perwira-perwira Beppan.
"Dengan rahasia para pemuda dibawa ke Tangerang sehingga dalam banyak hal orang tua mereka tidak mengetahui tujuan perjalanan mereka," kata Joyce.
"Boleh dibilang, sebetulnya itu sekolah akademi intelijen, hanya istilahnya disebut Seinen Dojo. Karena itu, kami di bawah Markas Besar Intelijen Jepang. Itulah pertama kali saya belajar intelijen, sekitar awal 1943. Saya masih berumur 19 tahun," kata Lubis.
Kecil-kecil Cabe Rawit
Kendati berperawakan paling kecil dibanding Kemal Idris, Suprayana Yonosewojo, dan Daan Mogot, Lubis bisa disebut kecil-kecil cabe rawit. Dia nomor wahid dalam latihan militer sehingga menjadi nomor satu di Nihan. Dalam ilmu pengetahuan, dia menjadi teladan. Dia tak pernah digampar oleh Jepang karena tak pernah melakukan kesalahan.
"Selain mendapat tempaan fisik yang keras setiap hari sebagai seorang prajurit, tempaan berupa materi pelajaran di kelas pun tak ketinggalan. Dapat dibayangkan bagaimana hasil cetakan pendidikan seperti ini," kata Nur Hadi, Sejarawan Universitas Negeri Malang.
Selama di Seinen Dojo, Lubis bersama Kemal Idris dan Suprayana Yonosewojo ditempatkan di Nihan, yaitu kamar terbaik, baik dalam ilmu, latihan militer, maupun sumo. Sedangkan Daan Mogot di Ichihan.
Selama enam bulan Lubis dan teman-temannya melakukan latihan secara spartan. Pendidikan dimulai pukul 06.00, mencakup teknik-teknik dasar militer, latihan fisik seperti senam, renang, sumo, dan kendo. Ilmu pengetahuan seperti bahasa Jepang, sejarah kolonialisme Belanda, dan peristiwa-peristiwa dunia, serta intelijen terdiri dari taktik, spionase, kontraintelijen, propaganda, konspirasi, pengintaian, penghubung, dan kamuflase.
Angkatan pertama mengakhiri pendidikannya dengan baik meski digembleng dengan sangat keras. "Di antaranya Lubis, Idris, Daan Mogot, dan Suprajana Jonosewojo," tulis Joyce.
Seingat Lubis, setelah para calon lulus pendidikan pertama, mereka mendapatkan latihan praktis selama satu bulan dan kemudian masuk kembali ke pusat pendidikan itu sebagai senior. Mereka tinggal di sana sampai Oktober atau November 1943.
"Program itu begitu berhasil sehingga Tentara ke-16 dan Beppan memutuskan untuk melatih kelas kedua dengan jumlah calon sebanyak 35 orang," kata Lubis dalam wawancara dengan Joyce pada 20 Januari 1971.
Panglima Tentara ke-16 Angkatan Darat Jenderal Harada lantas membentuk tentara sukarela. Ketika keputusan untuk membentuk Pembela Tanah Air (Peta) diumumkan pada 3 Oktober 1943, Seinen Dojo tempat Lubis dan kawan-kawan ditutup. Para pelatihnya kemudian dipindahkan ke Bogor untuk membuka pusat pelatihan perwira (Renseitai).
Dengan menempati bekas asrama tentara NIL Batalyon 19, pendidikan Renseitai dimulai pada 18 Oktober 1943. Siswa-siswa utama Renseitai adalah jebolan Seinen Dojo, yang dilatih untuk tiga jabatan: komandan batalion (daidancho), komandan kompi (chudancho), dan komandan peleton (shodancho).
Setelah lulus dari Seinen Dojo, Lubis berada di antara mereka yang dipilih kembali untuk mendapat pendidikan lebih tinggi. Karena prestasinya, Lubis dikirim ke pusat pelatihan Peta di Bogor dan menjadi asisten pelatih program pendidikan shodancho pada kompi Soeharto, yang kelak menjadi Presiden.
Pada 8 Desember 1943, pendidikan angkatan pertama calon perwira Peta dilantik dalam upacara yang khidmat di Lapangan Gambir. Peta menjadi organ intelijen yang pertama mengembangkan secara riil operasinya ke seluruh Indonesia.
Lubis bersama Kemal Idris dan Dan Mogot diajak Letnan Tsuchiya untuk melatih sekira 1.500 orang untuk tiga daidam (batalion) di Bali, sampai Juni 1944. Setelah itu, sebagai pembantu satu-satunya orang Indonesia, Lubis dibawa Rokugawa, mantan komandan Seinen Dojo, ke Malaysia dan Singapura. Di Negeri Singa, untuk kali pertama Lubis diperkenalkan dengan Fujiwara Kikan (badan rahasia Jepang untuk Asia Tenggara).
Lubis juga bersua dengan perwira Jepang, Mayor Ogi, bahkan sekamar dengannya. Berkat aktivitas intelijen Mayor Ogi, tentara Prancis menyerah dan Jepang menguasai Vietnam tanpa perang. Dari Mayor Ogi, Lubis mendapat pelajaran bagaimana memengaruhi komandan musuh di negara asing, sampai bisa menyerah tanpa melalui pertempuran. Rokugawa juga mengajari Lubis teori maupun praktik intelijen.
Bentuk Badan Intelijen
Di bawah Badan Keamanan Rakyat (BKR), Lubis mendirikan Badan Istimewa (BI) pada Agustus 1945. Lubis berpikir bahwa dalam setiap gerakan apa pun, keberadaan intelijen dibutuhkan.
Dia kemudian merekrut sekira 40 orang bekas perwira gyugun (Angkatan Dara, Jepang) dari seluruh Jawa. Selama seminggu, dia melatih mereka praktik intelijen, terutama untuk informasi, sabotase, dan psywar.
"BI dibentuk secara sederhana menurut desain yang diperoleh Zulkifli Lubis ketika mendapat pendidikan intelijen dari tentara Jepang. Kondisi geografis yang sangat luas menyebabkan daerah operasi BI hanya berada di Pulau Jawa. Situasi di beberapa wilayah Indonesia sangat sulit bagi anggota BI untuk melancarkan operasi intelijen," tulis Hariyadi Wirawan, "Evolusi Intelijen Indonesia," termuat dalam Reformasi Intelijen Negara.
Pada akhir 1945, Lubis mengirim ekspedisi ke Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara untuk melawan Belanda. Menyelundupkan senjata dari Singapura untuk membantu perjuangan di Kalimantan di bawah pimpinan Mulyono dan Cilik Riwut menjadi operasinya.
"Jadi, boleh dikatakan, organ intelijen lah yang pertama mengembangkan secara riil beroperasi ke seluruh Indonesia," kata Lubis.
Masih di tahun yang sama, Lubis juga membentuk Penyelidik Militer Chusus (PMC) pada akhir 1945 yang berada di bawah BI. Lubis membentuk PMC karena telah terlibat dalam rencana Jepang untuk membangun kelompok-kelompok bawah tanah di sejumlah wilayah di Jawa sebagai kekuatan gerilya untuk melawan Sekutu jika mereka mendarat. Dia aktif di Cibarusa. Dia juga dilaporkan merekrut penjahat dari penjara Nusakambangan.
Lubis sering mengunjungi teman-temannya bekas tentara Jepang yang memihak Republik. Terutama Ichiki Tatsuo yang dia kenal ketika menjalani pendidikan Peta. Lubis meminta mereka membuat buku pedoman pengajaran strategi perang gerilya dalam bahasa Indonesia.
"Buku tentang taktik perang gerilya itu kami kerjakan di Sarangan. Kami menulis dua buku, satu tugas dari Markas Besar Tentara di Yogyakarta, yang kedua tentang taktik khusus perang gerilya permintaan Zulkifi Lubis. Semua yang menulis bahasa Indonesia Ichiki Sensei. Bukunya langsung diserahkan kepada Zulkifli Lubis. Selanjutnya kami sama sekali tidak tahu," kata Rahmat Shigeru Ono, dalam memoarnya "Mereka yang Terlupakan".
Namun, Sepak terjang Lubis ternyata tak disukai oleh orang-orang komunis. "Dia tidak dipercaya oleh Angkatan Pemuda Indonesia (API) di Jakarta dan ditangkap oleh mereka tetapi kemudian dibebaskan," tulis Robert Cribb dalam Gangsters and Revolutionaries.
Dibentuk pada September 1945, API adalah sekumpulan pemuda-pemuda komunis di Menteng 31, yang dipimpin Wikana, Chairul Saleh, dan DN Aidit. Tak hanya oleh kalangan komunis, sejumlah perwira militer juga tak senang dengan gerakan Lubis dan PMC-nya yang dianggap tak terkendali.
AH Nasution, Komandan Divisi III Tentara Keamanan Rakyat (TKR) perubahan dari BKR di Priangan menyebut salah satu sumber kesulitan di Jawa Barat adalah persoalan PMC, yang secara vertikal melakukan kegiatan penyelidikan, persiapan perlawanan rakyat, dan lain-lain.
"Kepala stasiun kereta api di Padalarang ditembak mati oleh seorang anggota PMC, yang bermarkas di Yogya, langsung dibawahi Pak Dirman (Jenderal Soedirman). Maka terpaksalah instansi-instansi PMC ditindak. Semua badan penyelidik yang beroperasi langsung di bawah komando Markas Besar atau Kementerian Pertahanan di Yogya, berangsur-angsur kena penertiban oleh divisi saya," kata Nasution dalam "Memenuhi Panggilan Tugas: Kenangan Masa Muda".
Penasihat Agung Militer Pemerintah Republik Indonesia, dr Moestopo sekali waktu mengambil inisiatif enemui Presiden Soekarno untuk membicarakan masalah intelijen. Moestopo kemudian disusul Lubis, Menteri Pertahanan Amir Sjarifuddin, dan Panglima Besar Jenderal Soedirman.
Dalam pertemuan tersebut, Soekarno memberikan restu untuk membentuk Badan Rahasia Negara Indonesia (Brani) pada 7 Mei 1046, sebagai payung satuan-satuan intelijen yang bergerak di bawah para komandan lapangan di seluruh Jawa. Sebagai bagian dari Brani, dibentuk Field Preperation (FP) di daerah-daerah. Brani dan FP langsung berada di bawah Presiden Soekarno.
"Masih tetap di bawah kendali Kolonel Lubis. Brani mencoba melakukan konsolidasi operasi guna menghadapi kemungkinan penguatan kembali militer Belanda," tulis Hariyadi
Lubis lalu merekrut alumni Seinen Dojo dan Yugekki (Pasukan Gerilya Khusus) yang berbasis di Salatiga, seperti Bambang Supeno, Kusno Wibowo, Dirgo, Sakri, Suprapto, dan Tjokropranolo untuk dilatih menjadi intel Brani dan FP. Mereka direkrut tanpa klasifikasi, hanya dilihat sekolahnya. Lubis berhasil membentuk jejaring intelijennya di seluruh Jawa.
Sementara itu, Menteri Pertahanan Amir Sjarifuddin membentuk badan intelijen sendiri yaitu Badan Pertahanan B, yang dikepalai bekas komisaris polisi, Sukardiman. Lembaga ini membuat laporan dan analisis mengenai keadaan untuk keberhasilan operasi intelijen.
Meski sudah ada Brani, Amir memerintahkan Roebiono, seorang dokter di Badan Pertahanan B untuk membentuk badan pemberitaan rahasia yang disebut Dinas Code, kelak menjadi Lembaga Sandi Negara.
Demi konsolidasi politik ketika menjabat Perdana Menteri, Amir Sjarifuddin membubarkan Badan Pertahanan B dan Brani serta membentuk badan baru, Bagian V (KP V), pada 30 April 1947 sebagai koordinator operasi intelijen, langsung di bawah Menteri Pertahanan.
Lubis kemudian bereaksi keras terhadap pembubaran Brani tersebut. Dia menuding Amir Sjarifuddin sebagai seorang komunis tak senang kepadanya dan ingin menyerahkan kendali intelijen kepada orang komunis.
Belakangan tudingan Lubis ini terbukti. Amir menunjuk orang kepercayaannya Kolonel Abdurahman, seorang komunis dan Lubis sebagai wakilnya dibantu Fatkur, juga seorang komunis. Kelak baik Amir maupun Abdurahman adalah pelaku aktif Peristiwa Madiun tahun 1948.
"Jadi, saya mengalami beberapa kali pembubaran. Ada yang karena kebutuhan organisasi tapi ada juga karena politis karena orang tidak bisa menguasai saya," kata Lubis.
Akibat Perundingan Renville, kabinet Amir Sjarifuddin jatuh pada Januari 1948 KP V dibubarkan kemudian dibentuk Staf Umum Angkatan Darat (SUAD). Bagian I SUAD menjadi organisasi intelijen. Lubis kembali menjadi pemimpinnya merangkap kepala Markas Bear Komando Djawa (MBKD-I).
Setelah penyerahan kedaulatan, organisasi intel kembali berubah. Namanya menjadi Intelijen Kementerian Pertahanan (IKP) dengan Lubis tetap sebagai kepalanya.
Lubis lantas membentuk Bisap (Biro Informasi Angkatan Perang) pada 1952. Bisap bertugas menyiapkan info strategis untuk Menteri Pertahanan dan Kepala Staf Angkatan Perang Mayjen (TNI) TB Simatupang.
Akibat Peristiwa 17 Oktober 1952, Bisap dibubarkan. Permintaan Lubis kepada TB Simatupang agar tak membubarkan Bisap pun ditolak. Semenjak peristiwa itu, Lubis tak lagi aktif di intelijen Tanah Air.
Lubis merupakan peletak pondasi lembaga intelijen Tanah Air. Sepak terjangnya tak main-main, tak ayal dia dinobatkan sebagai Bapak Intelijen Indonesia. Baca juga: Kisah Perwira Lulusan Akmil Nyaris Ditusuk Anak Buah di Depan Prabowo
Dikutip dari buku "Zulkifli Lubis, Bapak Intelijen Indonesia", Jumat (31/12/2021), nasihat orang tua menjadi ajaran yang dipraktikkan dalam intelijen oleh Lubis. Sebelum berangkat ke Yogyakarta untuk mengenyam studi di AMS-B, Lubis mendapat pesan dari orang tuanya. Ibunya menekankan pentingnya mencari nasihat, bukan memberi nasihat.
"Yan, harus datangi, kenalkan diri, dan minta nasihat kepada orang yang tertua umurnya (pengalamannya), alim-ulama, guru, dan orang kaya yang dermawan," demikian ibunya memanggil Lubis, panggilan kecil untuk orang Belanda.
Dari ayahnya yang seorang pamong praja, Lubis mendapat pesan singkat namun penuh makna. "Met de hoed in de hand, komt je in de geang in de wereld (dengan menghargai orang lain, dunia akan menerimamu)," ucap ayahnya.
Lubis memandang ajaran ayah dan ibunya sama dengan ajaran intelijen. Agar dapat "menerima nasihat", seseorang harus bersikap demokratis dan rendah hati. Begitu pula dengan cara intelijen. "Harus ramah, baru bisa mencari nasihat (baca: informasi). Kalau kita sombong, tidak bisa mencari nasihat. Satu segi dari nilai demokrasi itu adalah mampu mengendalikan diri menjadi mencari nasihat. Itu yang saya praktikkan," kata Lubis dalam memoarnya.
Dia hanya mengenyam bangku kelas dua ketika studi di AMS-B. Pasalnya Jepang sudah tiba di Tanah Air. Pawoko, salah satu teman sekolahnya lalu mengajak Lubis masuk Seinen Kurenso (tempat latihan pemuda) yang pesertanya banyak dari AMS dan MULO.
Joyce C Lebra dalam "Tentara Gemblengan Jepang" menuturkan rekrutmen dilakukan di setiap provinsi di Jawa dan Sumatera. Calon yang dipilih harus memiliki kesadaran nasional tinggi. Militer Jepang menghindari calon-calon yang telah mendapat pendidikan militer Belanda di KNIL atau mereka yang mendapat pendidikan ala Barat. Karena itulah Jepang tak membentuk tempat latihan pemuda di Indonesia timur, Sulawesi Utara, dan Ambon.
Di pusat-pusat pelatihan pemuda, ratusan pemuda mendapat latihan semimiliter dan indoktrinasi agar mereka dapat membantu pertahanan sipil. Masa pendidikan permulaan selama enam bulan, tapi Lubis hanya menjalani pelatihan selama dua bulan.
Setelah itu beberapa pemuda dipilih untuk dikirim ke Seinen Dojo (tempat penggemblengan pemuda) di Tangerang, setelah melalui ujian saringan berupa ujian kesehatan badan dan sejumlah pertanyaan mengenai kolonialisme Belanda. "Dari pusat pendidikan pemuda di Yogyakarta, misalnya, dipilihlah beberapa orang yang menonjol untuk dikirim ke Tangerang. Di antaranya Zulkifli Lubis dan Kemal Idris," tulis Joyce.
Seinen Dojo dibuka Januari 1943 dengan penanggung jawab Letnan Yanagawa dan Letnan Marusaki, perwira Beppan (Dinas Intelijen Khusus Tentara ke-16 Angkatan Darat). Sebanyak 50 pemuda berusia 16-20 tahun, yang dipilih dari semua pusat pendidikan pemuda di seluruh Jawa, mendapatkan pendidikan militer dari perwira-perwira Beppan.
"Dengan rahasia para pemuda dibawa ke Tangerang sehingga dalam banyak hal orang tua mereka tidak mengetahui tujuan perjalanan mereka," kata Joyce.
"Boleh dibilang, sebetulnya itu sekolah akademi intelijen, hanya istilahnya disebut Seinen Dojo. Karena itu, kami di bawah Markas Besar Intelijen Jepang. Itulah pertama kali saya belajar intelijen, sekitar awal 1943. Saya masih berumur 19 tahun," kata Lubis.
Kecil-kecil Cabe Rawit
Kendati berperawakan paling kecil dibanding Kemal Idris, Suprayana Yonosewojo, dan Daan Mogot, Lubis bisa disebut kecil-kecil cabe rawit. Dia nomor wahid dalam latihan militer sehingga menjadi nomor satu di Nihan. Dalam ilmu pengetahuan, dia menjadi teladan. Dia tak pernah digampar oleh Jepang karena tak pernah melakukan kesalahan.
"Selain mendapat tempaan fisik yang keras setiap hari sebagai seorang prajurit, tempaan berupa materi pelajaran di kelas pun tak ketinggalan. Dapat dibayangkan bagaimana hasil cetakan pendidikan seperti ini," kata Nur Hadi, Sejarawan Universitas Negeri Malang.
Selama di Seinen Dojo, Lubis bersama Kemal Idris dan Suprayana Yonosewojo ditempatkan di Nihan, yaitu kamar terbaik, baik dalam ilmu, latihan militer, maupun sumo. Sedangkan Daan Mogot di Ichihan.
Selama enam bulan Lubis dan teman-temannya melakukan latihan secara spartan. Pendidikan dimulai pukul 06.00, mencakup teknik-teknik dasar militer, latihan fisik seperti senam, renang, sumo, dan kendo. Ilmu pengetahuan seperti bahasa Jepang, sejarah kolonialisme Belanda, dan peristiwa-peristiwa dunia, serta intelijen terdiri dari taktik, spionase, kontraintelijen, propaganda, konspirasi, pengintaian, penghubung, dan kamuflase.
Angkatan pertama mengakhiri pendidikannya dengan baik meski digembleng dengan sangat keras. "Di antaranya Lubis, Idris, Daan Mogot, dan Suprajana Jonosewojo," tulis Joyce.
Seingat Lubis, setelah para calon lulus pendidikan pertama, mereka mendapatkan latihan praktis selama satu bulan dan kemudian masuk kembali ke pusat pendidikan itu sebagai senior. Mereka tinggal di sana sampai Oktober atau November 1943.
"Program itu begitu berhasil sehingga Tentara ke-16 dan Beppan memutuskan untuk melatih kelas kedua dengan jumlah calon sebanyak 35 orang," kata Lubis dalam wawancara dengan Joyce pada 20 Januari 1971.
Panglima Tentara ke-16 Angkatan Darat Jenderal Harada lantas membentuk tentara sukarela. Ketika keputusan untuk membentuk Pembela Tanah Air (Peta) diumumkan pada 3 Oktober 1943, Seinen Dojo tempat Lubis dan kawan-kawan ditutup. Para pelatihnya kemudian dipindahkan ke Bogor untuk membuka pusat pelatihan perwira (Renseitai).
Dengan menempati bekas asrama tentara NIL Batalyon 19, pendidikan Renseitai dimulai pada 18 Oktober 1943. Siswa-siswa utama Renseitai adalah jebolan Seinen Dojo, yang dilatih untuk tiga jabatan: komandan batalion (daidancho), komandan kompi (chudancho), dan komandan peleton (shodancho).
Setelah lulus dari Seinen Dojo, Lubis berada di antara mereka yang dipilih kembali untuk mendapat pendidikan lebih tinggi. Karena prestasinya, Lubis dikirim ke pusat pelatihan Peta di Bogor dan menjadi asisten pelatih program pendidikan shodancho pada kompi Soeharto, yang kelak menjadi Presiden.
Pada 8 Desember 1943, pendidikan angkatan pertama calon perwira Peta dilantik dalam upacara yang khidmat di Lapangan Gambir. Peta menjadi organ intelijen yang pertama mengembangkan secara riil operasinya ke seluruh Indonesia.
Lubis bersama Kemal Idris dan Dan Mogot diajak Letnan Tsuchiya untuk melatih sekira 1.500 orang untuk tiga daidam (batalion) di Bali, sampai Juni 1944. Setelah itu, sebagai pembantu satu-satunya orang Indonesia, Lubis dibawa Rokugawa, mantan komandan Seinen Dojo, ke Malaysia dan Singapura. Di Negeri Singa, untuk kali pertama Lubis diperkenalkan dengan Fujiwara Kikan (badan rahasia Jepang untuk Asia Tenggara).
Lubis juga bersua dengan perwira Jepang, Mayor Ogi, bahkan sekamar dengannya. Berkat aktivitas intelijen Mayor Ogi, tentara Prancis menyerah dan Jepang menguasai Vietnam tanpa perang. Dari Mayor Ogi, Lubis mendapat pelajaran bagaimana memengaruhi komandan musuh di negara asing, sampai bisa menyerah tanpa melalui pertempuran. Rokugawa juga mengajari Lubis teori maupun praktik intelijen.
Bentuk Badan Intelijen
Di bawah Badan Keamanan Rakyat (BKR), Lubis mendirikan Badan Istimewa (BI) pada Agustus 1945. Lubis berpikir bahwa dalam setiap gerakan apa pun, keberadaan intelijen dibutuhkan.
Dia kemudian merekrut sekira 40 orang bekas perwira gyugun (Angkatan Dara, Jepang) dari seluruh Jawa. Selama seminggu, dia melatih mereka praktik intelijen, terutama untuk informasi, sabotase, dan psywar.
"BI dibentuk secara sederhana menurut desain yang diperoleh Zulkifli Lubis ketika mendapat pendidikan intelijen dari tentara Jepang. Kondisi geografis yang sangat luas menyebabkan daerah operasi BI hanya berada di Pulau Jawa. Situasi di beberapa wilayah Indonesia sangat sulit bagi anggota BI untuk melancarkan operasi intelijen," tulis Hariyadi Wirawan, "Evolusi Intelijen Indonesia," termuat dalam Reformasi Intelijen Negara.
Pada akhir 1945, Lubis mengirim ekspedisi ke Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara untuk melawan Belanda. Menyelundupkan senjata dari Singapura untuk membantu perjuangan di Kalimantan di bawah pimpinan Mulyono dan Cilik Riwut menjadi operasinya.
"Jadi, boleh dikatakan, organ intelijen lah yang pertama mengembangkan secara riil beroperasi ke seluruh Indonesia," kata Lubis.
Masih di tahun yang sama, Lubis juga membentuk Penyelidik Militer Chusus (PMC) pada akhir 1945 yang berada di bawah BI. Lubis membentuk PMC karena telah terlibat dalam rencana Jepang untuk membangun kelompok-kelompok bawah tanah di sejumlah wilayah di Jawa sebagai kekuatan gerilya untuk melawan Sekutu jika mereka mendarat. Dia aktif di Cibarusa. Dia juga dilaporkan merekrut penjahat dari penjara Nusakambangan.
Lubis sering mengunjungi teman-temannya bekas tentara Jepang yang memihak Republik. Terutama Ichiki Tatsuo yang dia kenal ketika menjalani pendidikan Peta. Lubis meminta mereka membuat buku pedoman pengajaran strategi perang gerilya dalam bahasa Indonesia.
"Buku tentang taktik perang gerilya itu kami kerjakan di Sarangan. Kami menulis dua buku, satu tugas dari Markas Besar Tentara di Yogyakarta, yang kedua tentang taktik khusus perang gerilya permintaan Zulkifi Lubis. Semua yang menulis bahasa Indonesia Ichiki Sensei. Bukunya langsung diserahkan kepada Zulkifli Lubis. Selanjutnya kami sama sekali tidak tahu," kata Rahmat Shigeru Ono, dalam memoarnya "Mereka yang Terlupakan".
Namun, Sepak terjang Lubis ternyata tak disukai oleh orang-orang komunis. "Dia tidak dipercaya oleh Angkatan Pemuda Indonesia (API) di Jakarta dan ditangkap oleh mereka tetapi kemudian dibebaskan," tulis Robert Cribb dalam Gangsters and Revolutionaries.
Dibentuk pada September 1945, API adalah sekumpulan pemuda-pemuda komunis di Menteng 31, yang dipimpin Wikana, Chairul Saleh, dan DN Aidit. Tak hanya oleh kalangan komunis, sejumlah perwira militer juga tak senang dengan gerakan Lubis dan PMC-nya yang dianggap tak terkendali.
AH Nasution, Komandan Divisi III Tentara Keamanan Rakyat (TKR) perubahan dari BKR di Priangan menyebut salah satu sumber kesulitan di Jawa Barat adalah persoalan PMC, yang secara vertikal melakukan kegiatan penyelidikan, persiapan perlawanan rakyat, dan lain-lain.
"Kepala stasiun kereta api di Padalarang ditembak mati oleh seorang anggota PMC, yang bermarkas di Yogya, langsung dibawahi Pak Dirman (Jenderal Soedirman). Maka terpaksalah instansi-instansi PMC ditindak. Semua badan penyelidik yang beroperasi langsung di bawah komando Markas Besar atau Kementerian Pertahanan di Yogya, berangsur-angsur kena penertiban oleh divisi saya," kata Nasution dalam "Memenuhi Panggilan Tugas: Kenangan Masa Muda".
Penasihat Agung Militer Pemerintah Republik Indonesia, dr Moestopo sekali waktu mengambil inisiatif enemui Presiden Soekarno untuk membicarakan masalah intelijen. Moestopo kemudian disusul Lubis, Menteri Pertahanan Amir Sjarifuddin, dan Panglima Besar Jenderal Soedirman.
Dalam pertemuan tersebut, Soekarno memberikan restu untuk membentuk Badan Rahasia Negara Indonesia (Brani) pada 7 Mei 1046, sebagai payung satuan-satuan intelijen yang bergerak di bawah para komandan lapangan di seluruh Jawa. Sebagai bagian dari Brani, dibentuk Field Preperation (FP) di daerah-daerah. Brani dan FP langsung berada di bawah Presiden Soekarno.
"Masih tetap di bawah kendali Kolonel Lubis. Brani mencoba melakukan konsolidasi operasi guna menghadapi kemungkinan penguatan kembali militer Belanda," tulis Hariyadi
Lubis lalu merekrut alumni Seinen Dojo dan Yugekki (Pasukan Gerilya Khusus) yang berbasis di Salatiga, seperti Bambang Supeno, Kusno Wibowo, Dirgo, Sakri, Suprapto, dan Tjokropranolo untuk dilatih menjadi intel Brani dan FP. Mereka direkrut tanpa klasifikasi, hanya dilihat sekolahnya. Lubis berhasil membentuk jejaring intelijennya di seluruh Jawa.
Sementara itu, Menteri Pertahanan Amir Sjarifuddin membentuk badan intelijen sendiri yaitu Badan Pertahanan B, yang dikepalai bekas komisaris polisi, Sukardiman. Lembaga ini membuat laporan dan analisis mengenai keadaan untuk keberhasilan operasi intelijen.
Meski sudah ada Brani, Amir memerintahkan Roebiono, seorang dokter di Badan Pertahanan B untuk membentuk badan pemberitaan rahasia yang disebut Dinas Code, kelak menjadi Lembaga Sandi Negara.
Demi konsolidasi politik ketika menjabat Perdana Menteri, Amir Sjarifuddin membubarkan Badan Pertahanan B dan Brani serta membentuk badan baru, Bagian V (KP V), pada 30 April 1947 sebagai koordinator operasi intelijen, langsung di bawah Menteri Pertahanan.
Lubis kemudian bereaksi keras terhadap pembubaran Brani tersebut. Dia menuding Amir Sjarifuddin sebagai seorang komunis tak senang kepadanya dan ingin menyerahkan kendali intelijen kepada orang komunis.
Belakangan tudingan Lubis ini terbukti. Amir menunjuk orang kepercayaannya Kolonel Abdurahman, seorang komunis dan Lubis sebagai wakilnya dibantu Fatkur, juga seorang komunis. Kelak baik Amir maupun Abdurahman adalah pelaku aktif Peristiwa Madiun tahun 1948.
"Jadi, saya mengalami beberapa kali pembubaran. Ada yang karena kebutuhan organisasi tapi ada juga karena politis karena orang tidak bisa menguasai saya," kata Lubis.
Akibat Perundingan Renville, kabinet Amir Sjarifuddin jatuh pada Januari 1948 KP V dibubarkan kemudian dibentuk Staf Umum Angkatan Darat (SUAD). Bagian I SUAD menjadi organisasi intelijen. Lubis kembali menjadi pemimpinnya merangkap kepala Markas Bear Komando Djawa (MBKD-I).
Setelah penyerahan kedaulatan, organisasi intel kembali berubah. Namanya menjadi Intelijen Kementerian Pertahanan (IKP) dengan Lubis tetap sebagai kepalanya.
Lubis lantas membentuk Bisap (Biro Informasi Angkatan Perang) pada 1952. Bisap bertugas menyiapkan info strategis untuk Menteri Pertahanan dan Kepala Staf Angkatan Perang Mayjen (TNI) TB Simatupang.
Baca Juga
Akibat Peristiwa 17 Oktober 1952, Bisap dibubarkan. Permintaan Lubis kepada TB Simatupang agar tak membubarkan Bisap pun ditolak. Semenjak peristiwa itu, Lubis tak lagi aktif di intelijen Tanah Air.
(kri)