SDM yang Efisien dan Efektif Pasca Pandemi

Rabu, 10 Juni 2020 - 06:57 WIB
loading...
SDM yang Efisien dan Efektif Pasca Pandemi
Muhamad Ali, Pemerhati Human Capital. Foto/Dok. Pribadi
A A A
Muhamad Ali
Pemerhati Human Capital

KETIKA banyak organisasiā€“korporasi dan birokrasiā€”mulai diarahkan untuk kembali beraktivitas seperti sebelum pandemi dengan beberapa penyesuaian di sana-sini, muncul pertanyaan besar, bagaimana mengarahkan sumber daya manusia (SDM) menjadi makin efektif dan efisien?

Penyesuaian pascapandemi yang diistilahkan sebagai New Normal atau normal baru, tatanan dan kebiasaan baru, terutama diarahkan pada aspek kesehatan individual manusia, interaksi antarmanusia yang memperhatikan protokol kesehatan, dan mobilitas manusia dari tempat tinggal ke tempat kerja.

Efektif dan efisien dalam konteks organisasi, mengacu pada produktivitas seseorang pada lingkungan tertentu. Apakah produktivitas tersebut tetap sama, lebih besar, atau lebih kecil pada lingkungan yang telah berubah, itulah yang menjadi tantangan hari ini. (Baca juga: Teknologi dan Kehidupan New Normal )

Secara sederhana, produktivtitas diukur dengan menghitung rasio antara output yang dihasilkan dengan input yang diberikan. Semakin besar output dihasilkan, sedangkan di sisi input kebutuhannya makin kecil, maka semakin produktiflah SDM tersebut. Produktivitas juga sering dikaitkan dengan rasio kinerja (performance ratio). Kinerja diukur berdasarkan kinerja aktual dan kinerja yang diharapkan/ditargetkan. (Baca juga: Normal Baru dalam Bisnis dan Aktivitas Masyarakat )

Terdapat enam variabel yang umumnya digunakan untuk mengukur produktivitas SDM dalam organisasi. Pertama adalah lingkungan fisik yang menjadi tempat bekerja. Kedua adalah teknologi, peralatan, material, pencahayaan, dan tataletak tempat kerja. (Baca juga: Menata SDM Pasca - Pandemi Menuju New Normal )

Berikutnya adalah kualitas produk yang dihasilkan, sedangkan variabel keempat adalah tingkat kerusakan produk yang dihasilkan, kebutuhan untuk mengulang kembali pekerjaan, sampai dengan produk yang terpaksa harus disingkirkan atau dibuang karena tidak memenuhi kriteria.

Apabila variabel pertama hingga keempat lebih berfokus pada sisi yang terlihat, seperti produk, lingkungan, hasil pekerjaan, dan sebagainya, maka variabel berikutnya yang memengaruhi produktivitas diletakkan dari sisi internal si pekerja tersebut, seperti kinerja yang dihasilkan oleh SDM bersangkutan. Variabel keenam adalah kemampuan dan motivasi SDM dalam bekerja.

Pascapandemi yang sudah pasti dipersyaratkan harus dipenuhi adalah jarak antarpegawai harus memenuhi protokol kesehatan, yakni minimal dua meter. Ruang-ruang produksi maupun sarana pendukungnya, seperti administrasi, marketing, promosi, keuangan, dan sebagainya, harus mengacu pada standar protokol yang ditentukan tersebut.

Dengan demikian, kerapatan pekerja dalam sebuah ruangan juga telah berubah secara signifikan. Satu ruang kerja yang tadinya bisa diisi dengan 10 pegawai/karyawan, bisa jadi harus dikurangi separuhnya.

Pada organisasi di mana manusia yang bekerja tidak memerlukan peralatan (variabel kedua) yang spesifik dan bersifat stasioner (tidak dapat dipindahkan), pengurangan densitas pekerja dalam suatu ruangan bisa jadi tidak menjadi masalah besar.

Tetapi, jika peralatan tersebut memiliki spesifikasi yang hanya ada dalam ruang kerja itu dan tidak dapat dipindahkan ke tempat lain secara cepat dan mudah, pilihan yang tersedia hanyalah menambah alat-alat itu di tempat lain agar dihasilkan produktivitas yang sama dengan sebelum pandemi. Alternatif lainnya adalah menambah jam kerja operasi dengan cara pembagian kelompok kerja yang berbeda untuk bekerja pada shift berbeda.

Dalam situasi pandemi yang berlangsung lebih dari tiga bulan dan pendapatan organisasi menurun drastis, menginvestasikan peralatan atau teknologi tertentu untuk menambah lini produksi adalah sesuatu mustahil. Maka itu, pilihannya adalah mengatur jam bekerja secara lebih efektif dan produktif.

Pengaturan jam kerja yang baru dalam skala luas, sesungguhnya juga memberikan keuntungan lain ketika jam bekerja para pegawai di kantor-kantor, korporasi, pabrik, dan juga dapat berubah menyesuaikan dengan lini produksi yang tersedia. Dengan begitu, para pekerja juga yang harus keluar dari rumah tinggal mereka menuju kantor dan kawasan-kawasan produksi juga bisa diatur sedemikian rupa sehingga tidak terjadi penumpukan pada jam-jam tertentu.

Sebelum adanya pandemi, jam 06.00-09.00 di pagi hari dan 17.00-20.00 di sore hari adalah jam-jam paling sibuk sehingga penumpukan manusia di tempat-tempat publik dan sarana transportasi publik adalah sesuatu yang tidak terelakkan.

Kerumitan pengelolaan SDM pascapandemi, sesungguhnya memang memerlukan otorisasi yang lebih luas dari pengambil kebijakan dan pengelola kewenangan mulai dari level masing-masing organisasi sampai dengan pengambil atau pengelola kebijakan pada struktur pelayanan masyarakat. Meskipun tidak mudah dan terlihat kompleks, menghasilkan produktivitas SDM yang relatif sama atau mendekati produktivitas sebelum masa pandemi tetaplah dimungkinkan.

Paling penting adalah kompleksitas tersebut disadari, dikelola, dan dikendalikan. Teknologi yang tersedia sudah memungkinkan untuk melakukan hal itu.
(poe)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2462 seconds (0.1#10.140)