Menuju Pendidikan Islam Transformatif (Refleksi dan Proyeksi Arah Pendidikan Islam)
loading...
A
A
A
Kecenderungan transformatif lainnya adalah adaptasi terhadap isu dan kebijakan ekologi, terutama dalam isu lingkungan dan perubahan iklim. Covid-19 sebagai wabah zoologis telah mengajarkan pentingnya penghargaan terhadap lingkungan. Bersamaan dengan itu, problem perubahan iklim juga telah menjadi isu nasional dan internasional yang terus menguat dan memengaruhi berbagai kebijakan, termasuk pendidikan.
Dalam pemahaman demikian, pendidikan Islam dapat memberi warna distingtif dengan menekankan konteks besar mengenai Islam rahmatan lil ‘alamin, bahwa sikap moderat bukan hanya penting dibangun untuk sesama manusia, tetapi juga kepada semesta alam. Sikap ini akan menjadi fondasi bagi karakter insan pendidikan Islam yang menghargai alam dan lingkungan, serta menghindari kecenderungan eksploitatif.
Inklusif - Berkeadilan
Inklusivitas pendidikan Islam, sebagaimana tercermin dalam 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) Perserikatan Bangsa-Bangsa, bukan hanya terletak pada penyediaan sarana, prasarana, dan dukungan yang dibutuhkan bagi mereka yang tidak mampu secara ekonomi, namun juga mengarah pada perlunya kesetaraan hak, gender, dan disabilitas pada layanan pendidikan Islam.
Dalam konteks perkembangan terkini, pendidikan Islam juga terkait dengan perlunya perlindungan terhadap peserta didik dari tindak pidana kekerasan seksual. Dukungan Kementerian Agama terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di lingkungan Perguruan Tinggi (Permendikbudristek PPKS) patut diapresiasi tinggi.
Pasalnya, Permendikbudristek PPKS memerinci bentuk tindakan dengan konsekuensi sanksi administratif, mengakui kemungkinan bentuk kekerasan seksual tersebut berkembang, dan mengatur langkah-langkah pencegahan guna mengurangi kerugian akibat kasus kekerasan seksual yang terjadi.
Dukungan dan pengakuan Permendikbudristek PPKS atas potensi dan data kekerasan seksual ini eloknya mendorong langkah lebih jauh untuk membuat landasan dan fondasi regulasi terkait. Beberapa kasus kekerasan dan pelecehan seksual yang terungkap dan menjadi perhatian publik yang terjadi di lingkup Pendidikan Islam (pondok pesantren) harus diakui sebagai realitas dan dilihat dalam bingkai regulasi pencegahan tindakan kekerasan seksual.
Dengan menekankan sistem pembelajaran boarding, konteks dan habitus intreraksi insan pondok pesantren dan sejenisnya dapat menjadi faktor yang diselewengkan dari semangat dan nilai dasar yang hendak dikembangkan.
Pada akhirnya, beragam tantangan dan kelindan problem sebagai dampak langsung kondisi pandemik dan tantangan terkini memerlukan penilaian dan pendalaman (assessment) menyeluruh terkait aspek materiil dan non-materiil dukungan pendidikan Islam. Langkah ini penting untuk memotret masalah secara komprehensif dan menemukan solusi yang tepat ke depannya.
Lihat Juga: Lakpesdam PBNU: Moderasi Beragama dan Cinta Tanah Air Kunci Hadapi Ideologi Transnasional
Dalam pemahaman demikian, pendidikan Islam dapat memberi warna distingtif dengan menekankan konteks besar mengenai Islam rahmatan lil ‘alamin, bahwa sikap moderat bukan hanya penting dibangun untuk sesama manusia, tetapi juga kepada semesta alam. Sikap ini akan menjadi fondasi bagi karakter insan pendidikan Islam yang menghargai alam dan lingkungan, serta menghindari kecenderungan eksploitatif.
Inklusif - Berkeadilan
Inklusivitas pendidikan Islam, sebagaimana tercermin dalam 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) Perserikatan Bangsa-Bangsa, bukan hanya terletak pada penyediaan sarana, prasarana, dan dukungan yang dibutuhkan bagi mereka yang tidak mampu secara ekonomi, namun juga mengarah pada perlunya kesetaraan hak, gender, dan disabilitas pada layanan pendidikan Islam.
Dalam konteks perkembangan terkini, pendidikan Islam juga terkait dengan perlunya perlindungan terhadap peserta didik dari tindak pidana kekerasan seksual. Dukungan Kementerian Agama terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di lingkungan Perguruan Tinggi (Permendikbudristek PPKS) patut diapresiasi tinggi.
Pasalnya, Permendikbudristek PPKS memerinci bentuk tindakan dengan konsekuensi sanksi administratif, mengakui kemungkinan bentuk kekerasan seksual tersebut berkembang, dan mengatur langkah-langkah pencegahan guna mengurangi kerugian akibat kasus kekerasan seksual yang terjadi.
Dukungan dan pengakuan Permendikbudristek PPKS atas potensi dan data kekerasan seksual ini eloknya mendorong langkah lebih jauh untuk membuat landasan dan fondasi regulasi terkait. Beberapa kasus kekerasan dan pelecehan seksual yang terungkap dan menjadi perhatian publik yang terjadi di lingkup Pendidikan Islam (pondok pesantren) harus diakui sebagai realitas dan dilihat dalam bingkai regulasi pencegahan tindakan kekerasan seksual.
Dengan menekankan sistem pembelajaran boarding, konteks dan habitus intreraksi insan pondok pesantren dan sejenisnya dapat menjadi faktor yang diselewengkan dari semangat dan nilai dasar yang hendak dikembangkan.
Pada akhirnya, beragam tantangan dan kelindan problem sebagai dampak langsung kondisi pandemik dan tantangan terkini memerlukan penilaian dan pendalaman (assessment) menyeluruh terkait aspek materiil dan non-materiil dukungan pendidikan Islam. Langkah ini penting untuk memotret masalah secara komprehensif dan menemukan solusi yang tepat ke depannya.
Lihat Juga: Lakpesdam PBNU: Moderasi Beragama dan Cinta Tanah Air Kunci Hadapi Ideologi Transnasional
(bmm)