Dinamika Kejahatan pada Masa Pandemi: Akankah Berubah?
loading...
A
A
A
Dr. Anggi Aulina Harahap, Dipl.Soz., M.Si
Pengajar di Departemen Kriminologi FISIP UI
Kondisi pandemi dunia yang ditandai “appearance of a significant number of cases of an infectious disease in a region of population that is usually free from that disease” dan penyebarannya yang masif membuat negara-negara di dunia menerapkan beberapa kebijakan penanganan yang memengaruhi aktivitas rutin manusia. Salah satunya adalah penerapan social distancing sebagai aturan baru kontak sosial di masyarakat.
Di Indonesia, pemerintah juga mengeluarkan berbagai kebijakan, baik dalam bidang ekonomi, sosial, hukum dan politik, keamanan, serta kesehatan masyarakat. Masa pandemi ini juga menyebabkan beberapa dampak sosial, seperti keresahan sosial (social unrest), berbagai keluhan sosial sampai persoalan masalah keamanan dan kejahatan. Lalu, secara spesifik bagaimana gambaran umum dinamika kejahatan pada masa pandemi ini secara global dan nasional.
Merujuk pada laporan yang dikeluarkan Interpol (2020) dan Europol (2020), dinamika kejahatan pada kondisi pandemi ditandai dengan turunnya angka kejahatan (crime decline) untuk kejahatan terhadap harta benda (property crime) dan beberapa kejahatan terorganisasi, salah satunya kejahatan narkotika.
Di sisi lain, kejahatan yang terlihat lebih dominan (crime increasing) adalah kejahatan siber, penipuan, dan kekerasan domestik. Laporan ini mengingatkan betapa dinamika kejahatan tetap bersifat fluktuatif with unpredictable long-term prediction. Kejahatan esensinya memang menyesuaikan dengan kondisi sosial masyarakat. Frailing & Harper (2017) misalnya, meneliti mengenai perilaku antisosial dan kejahatan yang terjadi pada saat bencana serta pascabencana dan menemukan bahwa di dua masa tersebut, beberapa kejahatan memang terlihat dominan. Misalnya, kejahatan terkait kekerasan interpersonal, penipuan, dan kejahatan terhadap harta benda. (Baca: Ditinggal Ngetik Berita, Motor Wartawan Digondol Maling)
Bagaimana dengan dinamika kejahatan di Indonesia pada empat bulan terakhir ini (Januari-April 2020)? Di Indonesia, data Mabes Polri tentang kejahatan jalanan pada Maret memperlihatkan kenaikan angka 1.300 kasus dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Rinciannya, bulan Februari terjadi 17.940 kasus yang meningkat menjadi 19.258 kasus dan kembali menurun pada bulan April. Fluktuasi ini bisa dijelaskan sebagai berikut.
Di Indonesia, aktivitas masyarakat pada masa penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) masih tinggi di ruang publik. Dinamika ini masih menciptakan peluang terjadinya kejahatan jalanan karena tidak adanya; pertama, strict guidelines dalam pengamanan di lokasi tertentu. Kedua, restriksi PSBB menyebabkan berkurangnya aktivitas masyarakat pada siang dan malam hari yang kemudian justru mengurangi natural surveillance di ruang publik sehingga bisa dimanfaatkan pelaku untuk melakukan kejahatannya.
Ini sejalan dengan penelitian Mohler G et.al (2020) tentang dampak social distancing selama Covid-19 di Los Angeles dan Indianapolis terhadap frekuensi serta distribusi kejahatan. Hasil penelitian tersebut memperlihatkan bahwa social distancing berdampak pada kejahatan pencurian mobil (auto theft) dan domestic violence, alih-alih aktivitas rutin masyarakat yang berubah, orang tetap menemukan kesempatan untuk melakukan kejahatan dengan level sama sebelum pandemi.
Selain kejahatan jalanan, kejahatan siber juga merupakan kejahatan yang disinyalir akan meningkat pada masa pandemi ini. Data dari Direktorat Siber Bareskrim Polri memperlihatkan tiga jenis kejahatan dengan angka tinggi dibandingkan dengan jenis kejahatan siber lainnya, yakni kejahatan pencemaran nama, baik penipuan dan pornografi. Ketiga jenis kejahatan ini mendominasi kejahatan siber di Indonesia mulai dari Januari hingga April 2020. (Baca juga: Viral Pencurian Motor Terekam CCTV, Pelakunya Ditembak)
Kewenangan yang diberikan pemerintah kepada aparat untuk menegakkan hukum selama masa pandemi tentu terkait juga dengan upaya aparat menghadapi keresahan sosial di masyarakat. Ini karena keresahan sosial di masyarakat bisa mewujud menjadi protes sosial sehingga bentuk penanganan yang diambil aparat penegak hukum pada masa pandemi juga harus diperhatikan.
Pengajar di Departemen Kriminologi FISIP UI
Kondisi pandemi dunia yang ditandai “appearance of a significant number of cases of an infectious disease in a region of population that is usually free from that disease” dan penyebarannya yang masif membuat negara-negara di dunia menerapkan beberapa kebijakan penanganan yang memengaruhi aktivitas rutin manusia. Salah satunya adalah penerapan social distancing sebagai aturan baru kontak sosial di masyarakat.
Di Indonesia, pemerintah juga mengeluarkan berbagai kebijakan, baik dalam bidang ekonomi, sosial, hukum dan politik, keamanan, serta kesehatan masyarakat. Masa pandemi ini juga menyebabkan beberapa dampak sosial, seperti keresahan sosial (social unrest), berbagai keluhan sosial sampai persoalan masalah keamanan dan kejahatan. Lalu, secara spesifik bagaimana gambaran umum dinamika kejahatan pada masa pandemi ini secara global dan nasional.
Merujuk pada laporan yang dikeluarkan Interpol (2020) dan Europol (2020), dinamika kejahatan pada kondisi pandemi ditandai dengan turunnya angka kejahatan (crime decline) untuk kejahatan terhadap harta benda (property crime) dan beberapa kejahatan terorganisasi, salah satunya kejahatan narkotika.
Di sisi lain, kejahatan yang terlihat lebih dominan (crime increasing) adalah kejahatan siber, penipuan, dan kekerasan domestik. Laporan ini mengingatkan betapa dinamika kejahatan tetap bersifat fluktuatif with unpredictable long-term prediction. Kejahatan esensinya memang menyesuaikan dengan kondisi sosial masyarakat. Frailing & Harper (2017) misalnya, meneliti mengenai perilaku antisosial dan kejahatan yang terjadi pada saat bencana serta pascabencana dan menemukan bahwa di dua masa tersebut, beberapa kejahatan memang terlihat dominan. Misalnya, kejahatan terkait kekerasan interpersonal, penipuan, dan kejahatan terhadap harta benda. (Baca: Ditinggal Ngetik Berita, Motor Wartawan Digondol Maling)
Bagaimana dengan dinamika kejahatan di Indonesia pada empat bulan terakhir ini (Januari-April 2020)? Di Indonesia, data Mabes Polri tentang kejahatan jalanan pada Maret memperlihatkan kenaikan angka 1.300 kasus dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Rinciannya, bulan Februari terjadi 17.940 kasus yang meningkat menjadi 19.258 kasus dan kembali menurun pada bulan April. Fluktuasi ini bisa dijelaskan sebagai berikut.
Di Indonesia, aktivitas masyarakat pada masa penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) masih tinggi di ruang publik. Dinamika ini masih menciptakan peluang terjadinya kejahatan jalanan karena tidak adanya; pertama, strict guidelines dalam pengamanan di lokasi tertentu. Kedua, restriksi PSBB menyebabkan berkurangnya aktivitas masyarakat pada siang dan malam hari yang kemudian justru mengurangi natural surveillance di ruang publik sehingga bisa dimanfaatkan pelaku untuk melakukan kejahatannya.
Ini sejalan dengan penelitian Mohler G et.al (2020) tentang dampak social distancing selama Covid-19 di Los Angeles dan Indianapolis terhadap frekuensi serta distribusi kejahatan. Hasil penelitian tersebut memperlihatkan bahwa social distancing berdampak pada kejahatan pencurian mobil (auto theft) dan domestic violence, alih-alih aktivitas rutin masyarakat yang berubah, orang tetap menemukan kesempatan untuk melakukan kejahatan dengan level sama sebelum pandemi.
Selain kejahatan jalanan, kejahatan siber juga merupakan kejahatan yang disinyalir akan meningkat pada masa pandemi ini. Data dari Direktorat Siber Bareskrim Polri memperlihatkan tiga jenis kejahatan dengan angka tinggi dibandingkan dengan jenis kejahatan siber lainnya, yakni kejahatan pencemaran nama, baik penipuan dan pornografi. Ketiga jenis kejahatan ini mendominasi kejahatan siber di Indonesia mulai dari Januari hingga April 2020. (Baca juga: Viral Pencurian Motor Terekam CCTV, Pelakunya Ditembak)
Kewenangan yang diberikan pemerintah kepada aparat untuk menegakkan hukum selama masa pandemi tentu terkait juga dengan upaya aparat menghadapi keresahan sosial di masyarakat. Ini karena keresahan sosial di masyarakat bisa mewujud menjadi protes sosial sehingga bentuk penanganan yang diambil aparat penegak hukum pada masa pandemi juga harus diperhatikan.