Dinamika Kejahatan pada Masa Pandemi: Akankah Berubah?
loading...
A
A
A
Dari perspektif kriminologi, kejahatan, pelaku, dan korban pada masa pandemi ini tidak sepenuhnya baru ataupun berbeda dengan masa normal. Hanya saja, kejahatan yang mendominasi merupakan kejahatan menggunakan kesempatan yang spesifik ada pada masa pandemi ini.
Sebagai contoh, kejahatan pada masa normal banyak didominasi kejahatan konvensional yang memanfaatkan proximity dan ruang (spatial based) untuk dilakukannya kejahatan, seperti diincarnya barang berharga dan tidak terdeteksinya oleh aparat penegak hukum.
Maka itu, normal baru yang menerapkan social distancing akan menyebabkan berkurangnya aktivitas masyarakat di ruang publik (spatial-based) dan membuat kejahatan jenis lain, seperti kejahatan siber yang memanfaatkan non-proximity menjadi lebih dominan, bersifat lebih masif dan manipulatif.
Penelitian Mouton, Francois & de Coning, Arno (2020) tentang keamanan siber pada masa Covid-19, berfokus pada dampak Covid-19 terhadap wilayah keamanan siber yang secara global mengancam dengan ancaman Phising, Fake URLs, Phyisical Attacks, Preying on the good of people, Spreading Personal Agendas, Spreading Misinformation, Malicious Websites, dan Upcoming Attacks. Hasil penelitian Mouton dkk menunjukkan bahwa pelaku kejahatan siber menggunakan pandemi sebagai saat untuk menyempurnakan kejahatannya yang dilakukan dengan juga memanfaatkan perasaan emosional korban yang mudah terbujuk (compromised emotional state). (Baca juga: Kisah Pohon Sukun Soekarno dan Butir-Butir Pancasila)
Pencegahan
Karena itu, pencegahan yang dilakukan harus mempertimbangkan berbagai dinamika kondisi sosial masyarakat, aktivitas rutin, kesempatan, dan modus operandi kejahatan. Teori pencegahan kejahatan menjelaskan mengenai strategi dan langkah dalam upaya mereduksi kejahatan dengan penjelasan keadaan kejahatan tersebut. Dalam studi pencegahan kejahatan, terdapat tiga bentuk pencegahan sebagai berikut.
Pertama, pencegahan kejahatan situasional yang berfokus pada upaya mengurangi kesempatan dengan menambah risiko dan kesukaran dan mengurangi keuntungan yang didapat dari kejahatan melalui management design tempat secara berkelanjutan (Clarke, 1995).
Kedua, pendekatan komunitas membahas tentang pencegahan berbasis kekuatan komunitas (kapasitas informal) yang menekankan pada kerja sama antara lembaga formal dan komunitas pada konteks sosial tertentu sehingga diharapkan bisa lebih efektif dalam mencegah kejahatan (Hope, 2001).
Ketiga, pendekatan pencegahan sosial kejahatan (social crime prevention) yang berfokus pada beragam upaya menangani akar masalah kejahatan dan disposisi individu untuk melanggar hukum (Zhao & Lui, 2011). Salah satunya berupa penanganan faktor risiko yang dipengaruhi oleh keluarga, teman, sekolah, dan penguatan struktur, peran institusi sosial, serta organisasi komunitas. (Baca juga: Ini Rincian Protokol New Normal di Lingkungan Bandara)
Keempat, model pencegahan integratif yang menggabungkan ketiga pendekatan tersebut (Aulina, 2013). Model pencegahan integratif dapat menjadi pedoman pencegahan kejahatan pada masa pandemi yang tidak hanya bisa mencegah kejahatan, namun juga menjadi bentuk pengendalian sosial kejahatan.
Sebagai contoh, kejahatan pada masa normal banyak didominasi kejahatan konvensional yang memanfaatkan proximity dan ruang (spatial based) untuk dilakukannya kejahatan, seperti diincarnya barang berharga dan tidak terdeteksinya oleh aparat penegak hukum.
Maka itu, normal baru yang menerapkan social distancing akan menyebabkan berkurangnya aktivitas masyarakat di ruang publik (spatial-based) dan membuat kejahatan jenis lain, seperti kejahatan siber yang memanfaatkan non-proximity menjadi lebih dominan, bersifat lebih masif dan manipulatif.
Penelitian Mouton, Francois & de Coning, Arno (2020) tentang keamanan siber pada masa Covid-19, berfokus pada dampak Covid-19 terhadap wilayah keamanan siber yang secara global mengancam dengan ancaman Phising, Fake URLs, Phyisical Attacks, Preying on the good of people, Spreading Personal Agendas, Spreading Misinformation, Malicious Websites, dan Upcoming Attacks. Hasil penelitian Mouton dkk menunjukkan bahwa pelaku kejahatan siber menggunakan pandemi sebagai saat untuk menyempurnakan kejahatannya yang dilakukan dengan juga memanfaatkan perasaan emosional korban yang mudah terbujuk (compromised emotional state). (Baca juga: Kisah Pohon Sukun Soekarno dan Butir-Butir Pancasila)
Pencegahan
Karena itu, pencegahan yang dilakukan harus mempertimbangkan berbagai dinamika kondisi sosial masyarakat, aktivitas rutin, kesempatan, dan modus operandi kejahatan. Teori pencegahan kejahatan menjelaskan mengenai strategi dan langkah dalam upaya mereduksi kejahatan dengan penjelasan keadaan kejahatan tersebut. Dalam studi pencegahan kejahatan, terdapat tiga bentuk pencegahan sebagai berikut.
Pertama, pencegahan kejahatan situasional yang berfokus pada upaya mengurangi kesempatan dengan menambah risiko dan kesukaran dan mengurangi keuntungan yang didapat dari kejahatan melalui management design tempat secara berkelanjutan (Clarke, 1995).
Kedua, pendekatan komunitas membahas tentang pencegahan berbasis kekuatan komunitas (kapasitas informal) yang menekankan pada kerja sama antara lembaga formal dan komunitas pada konteks sosial tertentu sehingga diharapkan bisa lebih efektif dalam mencegah kejahatan (Hope, 2001).
Ketiga, pendekatan pencegahan sosial kejahatan (social crime prevention) yang berfokus pada beragam upaya menangani akar masalah kejahatan dan disposisi individu untuk melanggar hukum (Zhao & Lui, 2011). Salah satunya berupa penanganan faktor risiko yang dipengaruhi oleh keluarga, teman, sekolah, dan penguatan struktur, peran institusi sosial, serta organisasi komunitas. (Baca juga: Ini Rincian Protokol New Normal di Lingkungan Bandara)
Keempat, model pencegahan integratif yang menggabungkan ketiga pendekatan tersebut (Aulina, 2013). Model pencegahan integratif dapat menjadi pedoman pencegahan kejahatan pada masa pandemi yang tidak hanya bisa mencegah kejahatan, namun juga menjadi bentuk pengendalian sosial kejahatan.