Pemetaan Cepat Geoheritage di Kawasan Lindung Merapi
loading...
A
A
A
Menyambut keseriusan Pemprov DIY, BIG membentuk tim dari Pusat Pemetaan dan Integrasi Tematik. Tim ini bertugas melakukan interpretasi penutup lahan, pemotretan cepat dengan drone dan menugaskan tim dari Pusat Tata Ruang dan Atlas, melakukan analisis perubahan penggunaan lahan atau neraca sumberdaya lahan di Kawasan Gunung Merapi. Informasi perubahannya disajikan dalam bentuk peta yang bernilai lebih. Sebab aspek lingkungan dan sumberdaya lahan spasial, menjadi lebih "terpotret". Secara teknis, untuk mengetahui perubahan penutup lahan di kawasan lindung Gunung Merapi, dibutuhkan data penutup lahan dengan dua kurun waktu yang berbeda, multi temporal.
Dikutip dari website BIG, Deputi Bidang Informasi Geospasial Tematik, Antonius Bambang Wijanarto, menjelaskan peran BIG dalam melakukan analisis perubahan penggunaan lahan dari dua kurun waktu penutup lahan,"Penggunaan lahan Kawasan Gunung Merapi T0 (tahun awal) diinterpretasi dari citra satelit resolusi tinggi tahun 2015 dan penggunaan lahan Kawasan Gunung Merapi T1 (tahun akhir), diinterpretasi dari hasil pemotretan cepat menggunakan pesawat tanpa awak."
Pemotretan dilakukan dengan menggunakan drone fixed wing VTOL, yang mempunyai daya jelajah 30 Km, dengan ketinggian terbang 300 m di atas muka tanah. Wilayah pemotretan adalah lereng Gunung Merapi yang terdapat penambangan pasir, meliputi Kabupaten Sleman DIY, serta Kabupaten Boyolali, Kabupaten Klaten, dan Kabupaten Magelang Provinsi Jawa Tengah. Wilayah yang jadi area of interest pemotretan, seluas 5.944,95 Ha.
Selain BIG, lembaga lain yang terkait dengan Kawasan Geoheritage Merapi adalah BMKG. Bersamaan dengan Kepala BIG, melalui Podcast BIG, kepala BMKG Dwikorita Karnawati, menyampaikan bahwa institusinya sudah melakukan analisis data. Analisis data ini jadi informasi yang terus berkembang dan terus dikumpulkan. Data itu berupa suhu udara di DIY dalam kurun 30 tahun, yang didapatkan adanya korelasi antara perubahan penggunaan lahan dengan suhu udara, secara mikro di DIY dan Tengah.
Melengkapi kesimpulan itu, Kepala Pusat Pemetaan dan Integrasi Tematik BIG Lien Rosalina berharap kerja sama dapat berjalan dengan baik. Tiga hal utama yang jadi catatan: Pertama, skema kerjasama berkelanjutan dan dijabarkan lebih implementatif, sehingga hasilnya dapat digunakan oleh Pemprov DIY secara luas dalam pengelolaan Kawasan Gunung Merapi dan Kawasan Kagungan Dalem.
Kedua, mengingat Kawasan Gunung Merapi ada di DIY dan sebagian ada di Jawa Tengah, maka perlu dilakukan komunikasi kedua pihak, agar hasil kegiatan kerja sama lebih komprehensif. Terlebih, kondisi kerusakan lahan di Klaten dan Magelang sudah memprihatinkan. "Terakhir, perlu sinergitas antara BIG dan BMKG dalam menganalisis kerusakan lingkungan, yang dapat ditampilkan dalam neraca sumber daya lahan, yang substansinya sangat tergantung pada data dari BMKG. Data neraca sumber daya lahan harus bisa menunjukkan indikator menurunnya kualitas lingkungan, misal dengan adanya kenaikan suhu," tutur Lien.
Dikutip dari website BIG, Deputi Bidang Informasi Geospasial Tematik, Antonius Bambang Wijanarto, menjelaskan peran BIG dalam melakukan analisis perubahan penggunaan lahan dari dua kurun waktu penutup lahan,"Penggunaan lahan Kawasan Gunung Merapi T0 (tahun awal) diinterpretasi dari citra satelit resolusi tinggi tahun 2015 dan penggunaan lahan Kawasan Gunung Merapi T1 (tahun akhir), diinterpretasi dari hasil pemotretan cepat menggunakan pesawat tanpa awak."
Pemotretan dilakukan dengan menggunakan drone fixed wing VTOL, yang mempunyai daya jelajah 30 Km, dengan ketinggian terbang 300 m di atas muka tanah. Wilayah pemotretan adalah lereng Gunung Merapi yang terdapat penambangan pasir, meliputi Kabupaten Sleman DIY, serta Kabupaten Boyolali, Kabupaten Klaten, dan Kabupaten Magelang Provinsi Jawa Tengah. Wilayah yang jadi area of interest pemotretan, seluas 5.944,95 Ha.
Selain BIG, lembaga lain yang terkait dengan Kawasan Geoheritage Merapi adalah BMKG. Bersamaan dengan Kepala BIG, melalui Podcast BIG, kepala BMKG Dwikorita Karnawati, menyampaikan bahwa institusinya sudah melakukan analisis data. Analisis data ini jadi informasi yang terus berkembang dan terus dikumpulkan. Data itu berupa suhu udara di DIY dalam kurun 30 tahun, yang didapatkan adanya korelasi antara perubahan penggunaan lahan dengan suhu udara, secara mikro di DIY dan Tengah.
Melengkapi kesimpulan itu, Kepala Pusat Pemetaan dan Integrasi Tematik BIG Lien Rosalina berharap kerja sama dapat berjalan dengan baik. Tiga hal utama yang jadi catatan: Pertama, skema kerjasama berkelanjutan dan dijabarkan lebih implementatif, sehingga hasilnya dapat digunakan oleh Pemprov DIY secara luas dalam pengelolaan Kawasan Gunung Merapi dan Kawasan Kagungan Dalem.
Kedua, mengingat Kawasan Gunung Merapi ada di DIY dan sebagian ada di Jawa Tengah, maka perlu dilakukan komunikasi kedua pihak, agar hasil kegiatan kerja sama lebih komprehensif. Terlebih, kondisi kerusakan lahan di Klaten dan Magelang sudah memprihatinkan. "Terakhir, perlu sinergitas antara BIG dan BMKG dalam menganalisis kerusakan lingkungan, yang dapat ditampilkan dalam neraca sumber daya lahan, yang substansinya sangat tergantung pada data dari BMKG. Data neraca sumber daya lahan harus bisa menunjukkan indikator menurunnya kualitas lingkungan, misal dengan adanya kenaikan suhu," tutur Lien.
(zik)