Pemetaan Cepat Geoheritage di Kawasan Lindung Merapi

Jum'at, 03 Desember 2021 - 10:19 WIB
loading...
Pemetaan Cepat Geoheritage...
Dian Ardiansyah, Pranata Humas di BIG (Badan Informasi Geospasial). Foto/Istimewa
A A A
Dian Ardiansyah
Pranata Humas di BIG (Badan Informasi Geospasial)

Yogyakarta dengan Keistimewaannya
Hal menarik apa yang dapat ditemukan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, selain tapak seni budaya dan keragaman kulinernya? Ternyata provinsi yang dinyatakan sebagai daerah istimewa sejak tahun 1945 ini, mempunyai banyak situs warisan geologi atau dikenal dengan istilah geoheritage . Geoheritage merupakan predikat yang diberikan pada situs atau area geologi yang memiliki banyak nilai penting di bidang keilmuan, pendidikan, budaya, dan estetika (The Geological Society of America, 2012).

Salah satu pengakuan geoheritage di kawasan ini, melalui SK Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No: 13.K/HK.01/MEM.G/2021, menetapkan Kawasan Merapi khususnya Kompleks Batuan Merapi Tua Turgo - Plawangan Pakem, di Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, sebagai salah satu di antara 20 situs geoheritage di Yogyakarta. Seakan jadi bukti keistimewaannya, provinsi ini kaya dengan geoheritage. Ini terjadi akibat kondisi geologinya yang ada di antara pertemuan tiga lempeng tektonik, Yogyakarta memiliki warisan geologi yang sangat besar.

Mengelola Geoheritage
Mempunyai banyak lokasi geoheritage, merupakan berkah yang luar biasa bagi DIY. Keberadaannya bermanfaat untuk berbagai keperluan: objek penelitian, pendidikan kebumian, maupun pengembangan geowisata. Sebagai kawasan laboratorium alam, geoheritage jadi sarana pemahaman masyarakat terkait terbentuknya wilayah. Bagaimana Pulau Jawa terbentuk misalnya, dapat dipahami lewat laboratorium ini. Karenanya, mengingat pentingnya kawasan ini pengelolaannya harus sejalan dengan aspek-aspek yang menyertainya.

Aspek-aspek itu menyangkut ekonomi, sosial maupun lingkungan, yang harus diposisikan secara ideal. Ideal berarti, pengelolaan dilakukan lewat analisa yang menyeluruh, perencanaan dengan memperhatikan keberlanjutan, pengembangan yang menyertakan kearifan lokal, dan tentu saja memberikan manfaat berkelanjutan bagi lingkungan sekitar. Perlunya ideal dalam pengelolaan geoheritage, disebabkan oleh dampak yang bakal ditimbulkannya. Yang jika tak memperhatikan pedoman pengelolaan yang ideal, niscaya akan berakibat pada pengembangan kawasan yang tak seimbang. Terlalu fokus pada kepentingan ekonomi, sosial atau lingkungan saja.



Mencegah potensi negatif yang bakal terjadi jika kawasan geoheritage tak dikelola dengan baik, GKR Mangkubumi dalam sebuah kesempatan menyampaikan, perlunya usaha preventif mencegah kerusakan. Usaha yang dimaksud bertujuan melindungi kawasan dan sekitarnya, yang melibatkan para pihak terkait dengan kewenangannya masing-masing. Adapun fokus dari kegiatan yang dikelola oleh Pemerintah Daerah Provinsi DIY, adalah pada substansi budayanya.

Peran ini mengingat faktor sejarah yang melandasinya, yaitu sejak kekuasaan dijalankan Sri Sultan Hamengku Buwono I di lingkungan Gunung Merapi terdapat agenda budaya tahunan, berupa "aya’an". Agenda ini harusnya dipertahankan keberlanjutannya. Namun sejak adanya erupsi Gunung Merapi di tahun 2010, dan akibat kegiatan penambangan, agenda budaya terhenti. Sangat disayangkan. Selain faktor budaya, yang jadi keprihatinan dan konsentrasi utama Keraton Yogyakarta, adalah kondisi penutup lahan di Kawasan Merapi dan aliran sungai di sekitarnya, yang saat ini tertutup. Ini mengakibatkan hilangnya air di kawasan tersebut.

Bekerja Bersama di Kawasan Merapi
Berangkat dari berbagai keprihatinan itu, Pemprov DIY bersama berbagai pihak meneguhkan komitmen untuk mengelola warisan geologi tersebut. Manifestasinya, Gubernur DIY bergerak cepat, meminta kepada lembaga yang berwenang dalam pemetaan untuk melakukan pemetaan cepat di Kawasan Lindung Merapi. Pemetaan di kawasan ini bertujuan untuk menata aktivitas penambangan, agar tak merusak kawasan geoheritage, juga untuk mengembalikannya pada fungsi semula sebagai sumber dan aliran air.

Dikutip dari podcast BIG, Kepala BIG Muh Aris Marfai menyebutkan, secara ekologis kawasan lindung Gunung Merapi merupakan kawasan yang mempengaruhi kualitas lingkungan di wilayah Yogyakarta maupun Jawa Tengah. Ini artinya, Kawasan Lindung Gunung Merapi berperan besar menjaga keseimbangan lingkungan di wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah. Agar kondisinya terpelihara unsur-unsur penting ekologis Kawasan Lindung Gunung Merapi harus lebih diperhatikan. Salah satu komponen penting itu, menyangkut perubahan penutup lahan di kawasan ini.

Menyambut keseriusan Pemprov DIY, BIG membentuk tim dari Pusat Pemetaan dan Integrasi Tematik. Tim ini bertugas melakukan interpretasi penutup lahan, pemotretan cepat dengan drone dan menugaskan tim dari Pusat Tata Ruang dan Atlas, melakukan analisis perubahan penggunaan lahan atau neraca sumberdaya lahan di Kawasan Gunung Merapi. Informasi perubahannya disajikan dalam bentuk peta yang bernilai lebih. Sebab aspek lingkungan dan sumberdaya lahan spasial, menjadi lebih "terpotret". Secara teknis, untuk mengetahui perubahan penutup lahan di kawasan lindung Gunung Merapi, dibutuhkan data penutup lahan dengan dua kurun waktu yang berbeda, multi temporal.

Dikutip dari website BIG, Deputi Bidang Informasi Geospasial Tematik, Antonius Bambang Wijanarto, menjelaskan peran BIG dalam melakukan analisis perubahan penggunaan lahan dari dua kurun waktu penutup lahan,"Penggunaan lahan Kawasan Gunung Merapi T0 (tahun awal) diinterpretasi dari citra satelit resolusi tinggi tahun 2015 dan penggunaan lahan Kawasan Gunung Merapi T1 (tahun akhir), diinterpretasi dari hasil pemotretan cepat menggunakan pesawat tanpa awak."

Pemotretan dilakukan dengan menggunakan drone fixed wing VTOL, yang mempunyai daya jelajah 30 Km, dengan ketinggian terbang 300 m di atas muka tanah. Wilayah pemotretan adalah lereng Gunung Merapi yang terdapat penambangan pasir, meliputi Kabupaten Sleman DIY, serta Kabupaten Boyolali, Kabupaten Klaten, dan Kabupaten Magelang Provinsi Jawa Tengah. Wilayah yang jadi area of interest pemotretan, seluas 5.944,95 Ha.

Selain BIG, lembaga lain yang terkait dengan Kawasan Geoheritage Merapi adalah BMKG. Bersamaan dengan Kepala BIG, melalui Podcast BIG, kepala BMKG Dwikorita Karnawati, menyampaikan bahwa institusinya sudah melakukan analisis data. Analisis data ini jadi informasi yang terus berkembang dan terus dikumpulkan. Data itu berupa suhu udara di DIY dalam kurun 30 tahun, yang didapatkan adanya korelasi antara perubahan penggunaan lahan dengan suhu udara, secara mikro di DIY dan Tengah.

Melengkapi kesimpulan itu, Kepala Pusat Pemetaan dan Integrasi Tematik BIG Lien Rosalina berharap kerja sama dapat berjalan dengan baik. Tiga hal utama yang jadi catatan: Pertama, skema kerjasama berkelanjutan dan dijabarkan lebih implementatif, sehingga hasilnya dapat digunakan oleh Pemprov DIY secara luas dalam pengelolaan Kawasan Gunung Merapi dan Kawasan Kagungan Dalem.

Kedua, mengingat Kawasan Gunung Merapi ada di DIY dan sebagian ada di Jawa Tengah, maka perlu dilakukan komunikasi kedua pihak, agar hasil kegiatan kerja sama lebih komprehensif. Terlebih, kondisi kerusakan lahan di Klaten dan Magelang sudah memprihatinkan. "Terakhir, perlu sinergitas antara BIG dan BMKG dalam menganalisis kerusakan lingkungan, yang dapat ditampilkan dalam neraca sumber daya lahan, yang substansinya sangat tergantung pada data dari BMKG. Data neraca sumber daya lahan harus bisa menunjukkan indikator menurunnya kualitas lingkungan, misal dengan adanya kenaikan suhu," tutur Lien.
(zik)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1641 seconds (0.1#10.140)