Silaturahmi Puan dengan Petani Bentuk Kehadiran Pemerintah di Tengah Rakyat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Aksi Ketua DPR Puan Maharani ikut menanam padi bersama para petani di area persawahan Sendangmulyo, Sleman, DIY, pada Kamis, 11 November 2021 merupakan cara yang tepat untuk berkomunikasi dengan rakyat. Cara ini bisa membangun kedekatan pemerintah dengan rakyat sekaligus sebagai bentuk kehadiran pemerintah di tengah masyarakat.
"Mungkin bagi orang kota, ini bukan hal penting, tapi bagi petani, ini kedekatan emosi hanya bisa dibangun dengan jarak intim yang dekat. Jadi kehadiran secara fisik, turut serta, turut melakukan, bagian upaya tingkatkan percaya diri petani, bahwa elite, dalam hal ini pemerintah, hadir," kata Pengamat sosial UI, Devie Rahmawati, Senin (15/11/2021).
Menurutnya, langkah Puan dan sejumlah pemimpin lainnya merupakan hal wajar dan secara kultural sangat tepat. Kenapa, lanjut dia, karena di Asia, khususnya di Indonesia masih mengadopsi model kepemimpinan yang memberdayakan dan bersifat membangun hubungan langsung dengan masyarakat.
Artinya, membangun hubungan yang tepat di wilayah Asia adalah dengan komunikasi langsung dan turun bersama-sama masyarakat, dalam hal ini konteksnya petani. Aksi ini meskipun sempat menjadi pro dan kontra tapi menurutnya sangat efektif karena mendekatkan secara emosional antara pejabat pusat dan rakyat.
Lalu apakah pendekatan yang dilakukan Puan ini bisa menarik simpati masyarakat? Menurutnya, itu tergantung ke pribadi masing-masing orang. Namun dia menilai pendekatan ini adalah cara efektif, apalagi di masa pandemi Covid-19. "Bicara simpati, itu tergantung masing-masing orang yang warga itu sendiri. Tapi penting bagi pemimpin di lingkungan ekosistem Asia untuk hadir secara langsung untuk menunjukkan simpatinya secara fisik, apalagi pandemi ini kemanusiaan kita tercerabut dengan semangat komunal kita," terang Devie.
Kondisi pandemi saat ini yang menjadikan masyarakat tidak bisa berkumpul dan harus menjaga jarak atau social distancing, sebenarnya sangat paradoks dengan kemanusiaan bangsa Indonesia. Kehadiran para elite ke masyarakat menjadi sangat penting untuk membangun kedekatan, memperbaiki jarak yang terbangun akibat pandemi Covid-19.
Bahkan Devie mendorong semua pejabat melakukan aksi serupa dengan Puan Maharani. Menurutnya, rakyat perlu didekati dan diajak berkomunikasi secara langsung agar dapat mengetahui apa saja persoalan yang dialami rakyat saat ini. Termasuk kebutuhan-kebutuhan mendasar terkait pertanian yang ada di daerah tersebut.
"Saya mendorong untuk pemimpin kita, kita harus kembali ke akar kita, komunikasinya adalah bukan komunikasi direktif, direktif itu Anda hanya menunjuk, memerintahkan, tapi harus hadir untuk dalam konteks mendengarkan secara langsung dan bertatap muka dengan masyarakat," katanya.
Indonesia adalah negara agraris jadi sangat penting para elit pusat memperhatikan aspirasi dan keinginan para petani di seluruh daerah. Langkah Puan dinilai sangat tepat, lebih banyak turun ke lapangan dan bercengkrama dengan alam. "Justru di situ poinnya. Kita harus lebih banyak ke lapangan, semua orang harus dekati alam. Makanya ada juga pendidikan hijau, anak di bawa alam, ke kebun, itu sangat bagus, sangat Indonesia. Jadi kita perlu melihat dari perspektif budaya dan perspektif luas, bukan hanya dari kacamata citra," imbuhnya.
"Mungkin bagi orang kota, ini bukan hal penting, tapi bagi petani, ini kedekatan emosi hanya bisa dibangun dengan jarak intim yang dekat. Jadi kehadiran secara fisik, turut serta, turut melakukan, bagian upaya tingkatkan percaya diri petani, bahwa elite, dalam hal ini pemerintah, hadir," kata Pengamat sosial UI, Devie Rahmawati, Senin (15/11/2021).
Menurutnya, langkah Puan dan sejumlah pemimpin lainnya merupakan hal wajar dan secara kultural sangat tepat. Kenapa, lanjut dia, karena di Asia, khususnya di Indonesia masih mengadopsi model kepemimpinan yang memberdayakan dan bersifat membangun hubungan langsung dengan masyarakat.
Artinya, membangun hubungan yang tepat di wilayah Asia adalah dengan komunikasi langsung dan turun bersama-sama masyarakat, dalam hal ini konteksnya petani. Aksi ini meskipun sempat menjadi pro dan kontra tapi menurutnya sangat efektif karena mendekatkan secara emosional antara pejabat pusat dan rakyat.
Lalu apakah pendekatan yang dilakukan Puan ini bisa menarik simpati masyarakat? Menurutnya, itu tergantung ke pribadi masing-masing orang. Namun dia menilai pendekatan ini adalah cara efektif, apalagi di masa pandemi Covid-19. "Bicara simpati, itu tergantung masing-masing orang yang warga itu sendiri. Tapi penting bagi pemimpin di lingkungan ekosistem Asia untuk hadir secara langsung untuk menunjukkan simpatinya secara fisik, apalagi pandemi ini kemanusiaan kita tercerabut dengan semangat komunal kita," terang Devie.
Kondisi pandemi saat ini yang menjadikan masyarakat tidak bisa berkumpul dan harus menjaga jarak atau social distancing, sebenarnya sangat paradoks dengan kemanusiaan bangsa Indonesia. Kehadiran para elite ke masyarakat menjadi sangat penting untuk membangun kedekatan, memperbaiki jarak yang terbangun akibat pandemi Covid-19.
Bahkan Devie mendorong semua pejabat melakukan aksi serupa dengan Puan Maharani. Menurutnya, rakyat perlu didekati dan diajak berkomunikasi secara langsung agar dapat mengetahui apa saja persoalan yang dialami rakyat saat ini. Termasuk kebutuhan-kebutuhan mendasar terkait pertanian yang ada di daerah tersebut.
"Saya mendorong untuk pemimpin kita, kita harus kembali ke akar kita, komunikasinya adalah bukan komunikasi direktif, direktif itu Anda hanya menunjuk, memerintahkan, tapi harus hadir untuk dalam konteks mendengarkan secara langsung dan bertatap muka dengan masyarakat," katanya.
Indonesia adalah negara agraris jadi sangat penting para elit pusat memperhatikan aspirasi dan keinginan para petani di seluruh daerah. Langkah Puan dinilai sangat tepat, lebih banyak turun ke lapangan dan bercengkrama dengan alam. "Justru di situ poinnya. Kita harus lebih banyak ke lapangan, semua orang harus dekati alam. Makanya ada juga pendidikan hijau, anak di bawa alam, ke kebun, itu sangat bagus, sangat Indonesia. Jadi kita perlu melihat dari perspektif budaya dan perspektif luas, bukan hanya dari kacamata citra," imbuhnya.
(cip)