Membedah Riset Kesehatan Pada Air Minum dalam Kemasan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan ( BPOM ) merespons isu terkait kandungan mikroplastik dalam air minum kemasan yang hangat diperbincangkan. Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM Rita Endang meminta masyarakat bijak dalam menanggapi isu tersebut.
Rita menjelaskan, mikroplastik pada dasarnya adalah unsur serpihan plastik yang tak kasat mata, ukuran 1-5 mikrometer. Mikroplastik ada di semua unsur plastik ketika mengalami degradasi, alias rutuh dari badan polimer, baik karena perubahan suhu, gesekan, atau lainnya.
"Degradasi itu bisa terjadi pada plastik jenis PET, PC, PP," katanya dalam forum Sosialisasi Keamanan Kemasan Bahan Pangan Berbahan Baku Plastik yang Mengandung Unsur BPA yang digelar secara daring oleh YLKI, awal Oktober lalu.
Baca juga: Peneliti UI: Tidak Ada Mikroplastik di Galon Guna Ulang
Rita menegaskan bahwa fakta itu tak seharusnya membuat publik cemas. "Sampai saat ini belum ada risiko kesehatan terkait mikroplastik," katanya.
Rita merujuk pada maklumat WHO yang menyatakan belum merekomendasikan pemantauan rutin atas kontaminasi mikroplastik dalam air kemasan. Pada 2020, rapat bersama Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives menyampaikan mikroplastik belum perlu jadi prioritas analisis.
"Bahkan pada 2021 otoritas keamanan pangan tertinggi Eropa, European Food Safety Authority, juga menyampaikan hal yang sama: (pemantauan rutin) mikroplastik belum menjadi prioritas," katanya.
Kontaminasi mikroplastik pada air minum menjadi isu hangat di banyak negara, termasuk Indonesia, setidaknya dalam tiga tahun terakhir. Pemantiknya adalah dua laporan hasil riset uji kontaminasi mikroplastik pada air keran (tap water) dan pada air minum dalam kemasan plastik pada 2018.
Baca juga: Mikroplastik Galon Sekali Pakai Dinilai Membahayakan Manusia dan Lingkungan
Menurut WHO, data awal seputar kontaminasi mikroplastik pada air minum dalam wadah botol plastik banyak merujuk pada hasil riset Departemen Kimia, State University of New York at Fredonia, Amerika Serikat. Dari riset itulah kemudian bermunculan banyak penelitian sejenis, berikut gunungan pertanyaan, dan juga kecemasan, atas dampak kontaminasi mikroplastik dalam air minum pada tubuh manusia.
Riset dari Fredonia itu, hasilnya terbit pertama kali dengan judul "Synthetic Polymer Contamination in Bottled Water" di jurnal Frontier in Chemistry pada September 2018, mencakup uji kontaminasi mikroplastik atas 11 merek air minum kemasan botol plastik di sembilan negara, termasuk air minum merek Aqua dari Indonesia.
Laporan menyebut pemilihan sampel mempertimbangkan tiga faktor utama, yakni keragaman geografis, pangsa pasar air kemasan (lima yang terbesar termasuk China, Amerika, Brazil, India, Indonesia), dan tingkat konsumsi per kapita air kemasan (yang tertinggi termasuk di Lebanon, Meksiko, Thailand, dan Amerika).
Rita menjelaskan, mikroplastik pada dasarnya adalah unsur serpihan plastik yang tak kasat mata, ukuran 1-5 mikrometer. Mikroplastik ada di semua unsur plastik ketika mengalami degradasi, alias rutuh dari badan polimer, baik karena perubahan suhu, gesekan, atau lainnya.
"Degradasi itu bisa terjadi pada plastik jenis PET, PC, PP," katanya dalam forum Sosialisasi Keamanan Kemasan Bahan Pangan Berbahan Baku Plastik yang Mengandung Unsur BPA yang digelar secara daring oleh YLKI, awal Oktober lalu.
Baca juga: Peneliti UI: Tidak Ada Mikroplastik di Galon Guna Ulang
Rita menegaskan bahwa fakta itu tak seharusnya membuat publik cemas. "Sampai saat ini belum ada risiko kesehatan terkait mikroplastik," katanya.
Rita merujuk pada maklumat WHO yang menyatakan belum merekomendasikan pemantauan rutin atas kontaminasi mikroplastik dalam air kemasan. Pada 2020, rapat bersama Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives menyampaikan mikroplastik belum perlu jadi prioritas analisis.
"Bahkan pada 2021 otoritas keamanan pangan tertinggi Eropa, European Food Safety Authority, juga menyampaikan hal yang sama: (pemantauan rutin) mikroplastik belum menjadi prioritas," katanya.
Kontaminasi mikroplastik pada air minum menjadi isu hangat di banyak negara, termasuk Indonesia, setidaknya dalam tiga tahun terakhir. Pemantiknya adalah dua laporan hasil riset uji kontaminasi mikroplastik pada air keran (tap water) dan pada air minum dalam kemasan plastik pada 2018.
Baca juga: Mikroplastik Galon Sekali Pakai Dinilai Membahayakan Manusia dan Lingkungan
Menurut WHO, data awal seputar kontaminasi mikroplastik pada air minum dalam wadah botol plastik banyak merujuk pada hasil riset Departemen Kimia, State University of New York at Fredonia, Amerika Serikat. Dari riset itulah kemudian bermunculan banyak penelitian sejenis, berikut gunungan pertanyaan, dan juga kecemasan, atas dampak kontaminasi mikroplastik dalam air minum pada tubuh manusia.
Riset dari Fredonia itu, hasilnya terbit pertama kali dengan judul "Synthetic Polymer Contamination in Bottled Water" di jurnal Frontier in Chemistry pada September 2018, mencakup uji kontaminasi mikroplastik atas 11 merek air minum kemasan botol plastik di sembilan negara, termasuk air minum merek Aqua dari Indonesia.
Laporan menyebut pemilihan sampel mempertimbangkan tiga faktor utama, yakni keragaman geografis, pangsa pasar air kemasan (lima yang terbesar termasuk China, Amerika, Brazil, India, Indonesia), dan tingkat konsumsi per kapita air kemasan (yang tertinggi termasuk di Lebanon, Meksiko, Thailand, dan Amerika).