Menteri PPPA: Pembangunan di Indonesia Masih Belum Perhatikan Kesetaraan Gender
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pembangunan di Indonesia belum dirasakan setara oleh kaum perempuan . Padahal, hak setiap warga negara untuk menikmati dan berpartisipasi dalam pembangunan diberbagai bidang.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati mengatakan, hal itu disebabkan kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan belum sepenuhnya memperhatikan perbedaan kebutuhan, pengalaman, dan kondisi lainnya di masyarakat, baik itu yang bersifat kodrati maupun hasil konstruksi sosial.
Dalam konteks pembangunan, ketimpangan relasi kuasa yang terjadi antara perempuan dan laki-laki berdampak pada adanya kesenjangan beberapa hal, di antaranya banyak perempuan yang tidak mendapatkan akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat pembangunan yang setara dengan laki-laki. Termasuk penguasaan terhadap sumber daya, seperti pada bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial budaya, dan bidang strategis lainnya.
Kondisi tersebut semakin parah sejak pandemi Covid-19, yang menyebabkan perempuan kian terdampak ketimpangan yang melebar. Pasalnya, perempuan lebih banyak bekerja di sektor informal yang justru paling terdampak pandemi. Padahal, pada kenyataannya perempuan memegang banyak peranan penting, di antaranya membantu mendorong pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19.
“Perempuan menentukan kualitas generasi penerus, demikian juga kepemimpinan perempuan meningkatkan ekonomi, ketahanan pangan dan membuka berbagai peluang lintas generasi. Selain itu, dalam perjuangan melawan Covid-19, perempuan menjadi tulang punggung dari proses pemulihan di dalam komunitas, baik secara sosial maupun ekonomi,” ungkapnya.
Bintang juga menyoroti kesenjangan gender di lingkungan kerja. KPPPA melaporkan terjadi beberapa tindakan pelanggaran hak perempuan di tempat kerja. Contohnya, pemberian gaji yang lebih rendah daripada laki-laki, PHK pada perempuan hamil, tidak diberikannya cuti haid, kurangnya fasilitas bagi para pekerja perempuan untuk memberikan ASI, dan sebagainya.
Semua pihak termasuk daerah, lanjut dia, harus gencar melakukan upaya kesetaraan gender. Sebab saat ini kesenjangan antar gender masih terjadi di beberapa wilayah. "Mewujudkan kesetaraan gender adalah hal yang harus dilakukan. Kesetaraan gender tentu akan meningkatakan pembangunan diberbagai sektor termasuk ekonomi. Sebab itu, upaya ini harus dilakukan secara kolaboratif sehingga target kesetaraan gender pada 2025 dapat terwujud," harapnya.
Dia menceritakan, perjuangan meraih kesetaraan perempuan sudah dilakukan sejak 10 tahun yang lalu. Perjuangan ini terbukti melalui peningkatan angka indeks pembangunan manusia (IPM), indeks pembangunan gender (IPG), dan indeks pemberdayaan gender (IDG). Hal ini berbanding lurus dengan besarnya kesempatan perempuan untuk bersekolah, berpendapat di ruang domestik maupun publik serta mengisi ruang-ruang kepemimpinan.
Meski demikian, kesempatan ini masih belum diterima perempuan secara merata, masih banyak perempuan yang belum mendapatkan haknya. Maka itu, tetap saja perempuan Indonesia harus kembali bersatu memperjuangkan hal tersebut.
"Oleh karenanya, kita semua perlu aktif terlibat untuk memangkas praktik patriarki. Utamanya yang menghambat perempuan dalam menjemput berbagai kesempatan. Hal ini menjadi penting karena perempuan adalah kekuatan dalam seluruh sendi kehidupan, masa depan bangsa ini turut tergantung kepada sejauh mana perempuan bisa ambil peran dan membuat perubahan," pungkasnya.
Ketua DPR Puan Maharani menyatakan kesetaraan gender dapat dicapai dengan partisipasi dan dukungan seluruh elemen masyarakat, baik perempuan maupun laki-laki. Sehingga, tak perlu mengkontradiksi peran perempuan atau laki-laki. Apalagi, saat ini perempuan telah banyak aktif dan mengambil peran yang strategis dalam setiap kegiatan pembangunan di segala bidang.
Baik itu bidang ekonomi, sosial, lingkungan hidup, olahraga, ilmu pengetahuan, riset, dan sebagainya. "Saya selalu mengingatkan kepada semua pihak agar menyertakan perempuan dalam seluruh proses pembangunan. Namun, partisipasi perempuan itu bukan sekadar kebijakan afirmatif, akan tetapi merupakan kesadaran atas penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia," kata Puan d Jakarta.
Puan menyebut, tanpa kesadaran akan penghargaan harkat dan martabatnya sebagai manusia, maka perempuan akan terus menghadapi berbagai kendala yang dapat berasal dari kehidupan sosial, budaya, ekonomi, maupun politik. "Oleh karena itulah, masih diperlukan berbagai upaya edukasi, sosialisasi, advokasi, dan memfasilitasi berbagai program dalam rangka memperkuat peran perempuan secara konsisten," papar dia.
Sebagai Ketua DPR, Puan pun menekankan beberapa agenda yang perlu menjadi perhatian bersama dalam upaya meningkatkan kesetaraan gender. Pertama, meningkatkan pemahaman dan perspektif perempuan bahwa perempuan dapat berperan di berbagai sektor.
Kedua, meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya peran perempuan dalam pembangunan. Ketiga, penguatan regulasi nasional untuk menjamin peran perempuan. Dan membangun kerja sama antar berbagai kelompok dan negara untuk menciptakan lingkungan yang ramah bagi peran perempuan.
Puan mengingatkan, menghadapi tantangan masa depan, perempuan juga harus meningkatkan kapasitas dan kualitas diri serta harus semakin mampu mengorganisir dan menghasilkan kepemimpinan perempuan yang inspiratif.
"Saya percaya negara tidak mungkin sejahtera dan maju jika para perempuannya tertinggal. Oleh karena itu, pemberdayaan perempuan harus terus menjadi agenda kerja bersama kita, gotong royong pemerintah, masyarakat, dunia usaha, dan para pemangku kepentingan lainnya," papar dia.
Puan yakin, inti dari pembangunan kesetaraan dan keadilan gender, bukanlah meneguhkan siapa yang mendominasi dan didominasi, melainkan menemukan koridor untuk saling berbagi secara adil dalam segala aktivitas kehidupan tanpa membedakan jenis kelaminnya. Dia menegaskan, hal itu lah yang jadi semangat dan harus ditanamkan dalam membangun dunia, di mana, perempuan dan laki-laki dalam harkat, martabat, kemajuan, dan kesejahteraaan yang sama.
"Saya ingin menggambarkan peran laki laki dan perempuan seperti yang pernah disampaikan oleh Presiden Republik Indonesia yang pertama, Soekarno, bahwa laki-laki dan perempuan bagaikan dua sayap seekor burung. Jika masing-masing sayap sama kuatnya, maka terbanglah burung itu sampai ke puncak yang setinggi-tingginya. Jika salah satu sayapnya patah, maka tak dapatlah terbang burung itu," tutup Puan.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati mengatakan, hal itu disebabkan kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan belum sepenuhnya memperhatikan perbedaan kebutuhan, pengalaman, dan kondisi lainnya di masyarakat, baik itu yang bersifat kodrati maupun hasil konstruksi sosial.
Dalam konteks pembangunan, ketimpangan relasi kuasa yang terjadi antara perempuan dan laki-laki berdampak pada adanya kesenjangan beberapa hal, di antaranya banyak perempuan yang tidak mendapatkan akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat pembangunan yang setara dengan laki-laki. Termasuk penguasaan terhadap sumber daya, seperti pada bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial budaya, dan bidang strategis lainnya.
Kondisi tersebut semakin parah sejak pandemi Covid-19, yang menyebabkan perempuan kian terdampak ketimpangan yang melebar. Pasalnya, perempuan lebih banyak bekerja di sektor informal yang justru paling terdampak pandemi. Padahal, pada kenyataannya perempuan memegang banyak peranan penting, di antaranya membantu mendorong pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19.
“Perempuan menentukan kualitas generasi penerus, demikian juga kepemimpinan perempuan meningkatkan ekonomi, ketahanan pangan dan membuka berbagai peluang lintas generasi. Selain itu, dalam perjuangan melawan Covid-19, perempuan menjadi tulang punggung dari proses pemulihan di dalam komunitas, baik secara sosial maupun ekonomi,” ungkapnya.
Bintang juga menyoroti kesenjangan gender di lingkungan kerja. KPPPA melaporkan terjadi beberapa tindakan pelanggaran hak perempuan di tempat kerja. Contohnya, pemberian gaji yang lebih rendah daripada laki-laki, PHK pada perempuan hamil, tidak diberikannya cuti haid, kurangnya fasilitas bagi para pekerja perempuan untuk memberikan ASI, dan sebagainya.
Semua pihak termasuk daerah, lanjut dia, harus gencar melakukan upaya kesetaraan gender. Sebab saat ini kesenjangan antar gender masih terjadi di beberapa wilayah. "Mewujudkan kesetaraan gender adalah hal yang harus dilakukan. Kesetaraan gender tentu akan meningkatakan pembangunan diberbagai sektor termasuk ekonomi. Sebab itu, upaya ini harus dilakukan secara kolaboratif sehingga target kesetaraan gender pada 2025 dapat terwujud," harapnya.
Dia menceritakan, perjuangan meraih kesetaraan perempuan sudah dilakukan sejak 10 tahun yang lalu. Perjuangan ini terbukti melalui peningkatan angka indeks pembangunan manusia (IPM), indeks pembangunan gender (IPG), dan indeks pemberdayaan gender (IDG). Hal ini berbanding lurus dengan besarnya kesempatan perempuan untuk bersekolah, berpendapat di ruang domestik maupun publik serta mengisi ruang-ruang kepemimpinan.
Meski demikian, kesempatan ini masih belum diterima perempuan secara merata, masih banyak perempuan yang belum mendapatkan haknya. Maka itu, tetap saja perempuan Indonesia harus kembali bersatu memperjuangkan hal tersebut.
"Oleh karenanya, kita semua perlu aktif terlibat untuk memangkas praktik patriarki. Utamanya yang menghambat perempuan dalam menjemput berbagai kesempatan. Hal ini menjadi penting karena perempuan adalah kekuatan dalam seluruh sendi kehidupan, masa depan bangsa ini turut tergantung kepada sejauh mana perempuan bisa ambil peran dan membuat perubahan," pungkasnya.
Ketua DPR Puan Maharani menyatakan kesetaraan gender dapat dicapai dengan partisipasi dan dukungan seluruh elemen masyarakat, baik perempuan maupun laki-laki. Sehingga, tak perlu mengkontradiksi peran perempuan atau laki-laki. Apalagi, saat ini perempuan telah banyak aktif dan mengambil peran yang strategis dalam setiap kegiatan pembangunan di segala bidang.
Baik itu bidang ekonomi, sosial, lingkungan hidup, olahraga, ilmu pengetahuan, riset, dan sebagainya. "Saya selalu mengingatkan kepada semua pihak agar menyertakan perempuan dalam seluruh proses pembangunan. Namun, partisipasi perempuan itu bukan sekadar kebijakan afirmatif, akan tetapi merupakan kesadaran atas penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia," kata Puan d Jakarta.
Puan menyebut, tanpa kesadaran akan penghargaan harkat dan martabatnya sebagai manusia, maka perempuan akan terus menghadapi berbagai kendala yang dapat berasal dari kehidupan sosial, budaya, ekonomi, maupun politik. "Oleh karena itulah, masih diperlukan berbagai upaya edukasi, sosialisasi, advokasi, dan memfasilitasi berbagai program dalam rangka memperkuat peran perempuan secara konsisten," papar dia.
Sebagai Ketua DPR, Puan pun menekankan beberapa agenda yang perlu menjadi perhatian bersama dalam upaya meningkatkan kesetaraan gender. Pertama, meningkatkan pemahaman dan perspektif perempuan bahwa perempuan dapat berperan di berbagai sektor.
Kedua, meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya peran perempuan dalam pembangunan. Ketiga, penguatan regulasi nasional untuk menjamin peran perempuan. Dan membangun kerja sama antar berbagai kelompok dan negara untuk menciptakan lingkungan yang ramah bagi peran perempuan.
Puan mengingatkan, menghadapi tantangan masa depan, perempuan juga harus meningkatkan kapasitas dan kualitas diri serta harus semakin mampu mengorganisir dan menghasilkan kepemimpinan perempuan yang inspiratif.
"Saya percaya negara tidak mungkin sejahtera dan maju jika para perempuannya tertinggal. Oleh karena itu, pemberdayaan perempuan harus terus menjadi agenda kerja bersama kita, gotong royong pemerintah, masyarakat, dunia usaha, dan para pemangku kepentingan lainnya," papar dia.
Puan yakin, inti dari pembangunan kesetaraan dan keadilan gender, bukanlah meneguhkan siapa yang mendominasi dan didominasi, melainkan menemukan koridor untuk saling berbagi secara adil dalam segala aktivitas kehidupan tanpa membedakan jenis kelaminnya. Dia menegaskan, hal itu lah yang jadi semangat dan harus ditanamkan dalam membangun dunia, di mana, perempuan dan laki-laki dalam harkat, martabat, kemajuan, dan kesejahteraaan yang sama.
"Saya ingin menggambarkan peran laki laki dan perempuan seperti yang pernah disampaikan oleh Presiden Republik Indonesia yang pertama, Soekarno, bahwa laki-laki dan perempuan bagaikan dua sayap seekor burung. Jika masing-masing sayap sama kuatnya, maka terbanglah burung itu sampai ke puncak yang setinggi-tingginya. Jika salah satu sayapnya patah, maka tak dapatlah terbang burung itu," tutup Puan.
(cip)