New Normal Sosialisasi Pilkada 2020
loading...
A
A
A
Relawan demokrasi dan kader pengawas partisipatif perlu peran tambahan untuk menjadi agen public health. Yakni menyampaikan pesan kepada masyarakat lewat media sosial bahwa pilkada di tengah pandemi tetap aman dan melindungi masyarakat pemilih karena menggunakan protokol pencegahan Covid-19 yang ketat.
Kalau dikalkulasi, untuk Bawaslu saja, bila setiap kader memiliki pertemanan di Facebook sekitar 3.000 orang, pada Instagram berjumlah 300 followers, maka dengan menggunakan kalkulasi kasar 20.000 kader pada tahun 2020, kita akan sampai pada data lebih dari 60 juta jaringan pertemanan yang berantai. Sungguh ini potensial dalam sosialisasi. Tidak perlu beban kerja yang berat.
Cukup tiap hari upload informasi tentang Pilkada berprotokol Covid-19 di media sosial masing masing dan dilakukan secara berkesinambungan, maka menjadi gerakan yang luar biasa.
Bawaslu dan KPU dapat men-klik tombol jejaring milenial yang dimiliki dan terserak di seluruh Indonesia, untuk secara sadar lewat akun media sosial pribadinyamemberikan pemahaman dan kesadaran pada masyarakat. Alih-alih terlibat dalam gerakan tagar di media Twitter, maka dengungnya akan tambah terasa.
Bawaslu sendiri sebenarnya telah memiliki pengalaman dalam bermain tagar untuk berselancar di media sosial. Tagar seperti #BawasluJagaHakPilih, #BawasluMemanggil, #BawasluMendengar adalah bagian dari tagar yang digerakkan untuk menyentuh netizen.
Pengalaman bermain tagar di media sosial dengan potensi jaringan kader pengawasan partisipatif danrelawan demokrasi adalah sumber melimpah dari generasi milenial yang dimiliki oleh penyelenggara. Mereka yang telah terikat oleh nilai dan semangat menjaga dan mengawasi pilkada akan menjadi agen yang memberikan kesadaran untuk sehat dalam berpilkada.
Agen kesehatan dalam pilkada akan membantu penyelenggara sebagai penyampai informasi kepada masyarakat. Kita yakin bisa menjawab semua tantang yang ada. Kita akan melampui semua masalah secara bersama-sama. Kita kuat, pilkada sehat. Dalam proses yang sehat, rakyat berdaulat, kita akan membangun negara yang kuat.
Kalau dikalkulasi, untuk Bawaslu saja, bila setiap kader memiliki pertemanan di Facebook sekitar 3.000 orang, pada Instagram berjumlah 300 followers, maka dengan menggunakan kalkulasi kasar 20.000 kader pada tahun 2020, kita akan sampai pada data lebih dari 60 juta jaringan pertemanan yang berantai. Sungguh ini potensial dalam sosialisasi. Tidak perlu beban kerja yang berat.
Cukup tiap hari upload informasi tentang Pilkada berprotokol Covid-19 di media sosial masing masing dan dilakukan secara berkesinambungan, maka menjadi gerakan yang luar biasa.
Bawaslu dan KPU dapat men-klik tombol jejaring milenial yang dimiliki dan terserak di seluruh Indonesia, untuk secara sadar lewat akun media sosial pribadinyamemberikan pemahaman dan kesadaran pada masyarakat. Alih-alih terlibat dalam gerakan tagar di media Twitter, maka dengungnya akan tambah terasa.
Bawaslu sendiri sebenarnya telah memiliki pengalaman dalam bermain tagar untuk berselancar di media sosial. Tagar seperti #BawasluJagaHakPilih, #BawasluMemanggil, #BawasluMendengar adalah bagian dari tagar yang digerakkan untuk menyentuh netizen.
Pengalaman bermain tagar di media sosial dengan potensi jaringan kader pengawasan partisipatif danrelawan demokrasi adalah sumber melimpah dari generasi milenial yang dimiliki oleh penyelenggara. Mereka yang telah terikat oleh nilai dan semangat menjaga dan mengawasi pilkada akan menjadi agen yang memberikan kesadaran untuk sehat dalam berpilkada.
Agen kesehatan dalam pilkada akan membantu penyelenggara sebagai penyampai informasi kepada masyarakat. Kita yakin bisa menjawab semua tantang yang ada. Kita akan melampui semua masalah secara bersama-sama. Kita kuat, pilkada sehat. Dalam proses yang sehat, rakyat berdaulat, kita akan membangun negara yang kuat.
(poe)