Optimisme di APBN 2022
loading...
A
A
A
Defisit APBN tahun depan menurun 6,14% pada 2020, dan 5,7% pada 2021. Meski demikian, angka defisit ini masih relatif tinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya pascapandemi di mana selalu ditetapkan di kisaran 3% dari PDB.
Melihat sejumlah asumsi makro yang ditetapkan oleh pemerintah dan DPR pada APBN 2022 terlihat bahwa ada optimisme kembali membaiknya perekonomian tahun depan kendati masih dibayangi dampak pandemi. Kendati demikian, angka pertumbuhan di level 5,2% bisa saja meleset apabila tidak disertai eksekusi belanja pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Dua sektor ini menjadi andalan di samping sektor konsumsi masyarakat yang selama ini menjadi kontributor utama pertumbuhan ekonomi nasional. Sekadar diketahui, sektor konsumsi menjadi kontributor utama PDB dengan persentase sebesar 56% lebih.
Tetapi, pemerintah juga harus tetap mewaspadai sektor konsumsi ini karena dalam dua tahun terakhir terdapat kecenderungan inflasi yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas belanja masyarakat menurun karena daya beli terpukul akibat pandemi.
Untuk itu, perlu tetap diperhatikan agar sektor konsumsi bisa terjaga. Caranya, bisa dengan membuat kebijakan yang prokonsumsi berupa tawaran insentif kepada konsumen. Hanya, strategi ini tampaknya akan sulit dijalankan karena di sisi lain pemerintah justru bersiap menaikkan pertambahan nilai (PPn) bertahap mulai tahun depan menjadi 11% dari sebelumnya 10%. Bahkan, selanjutnya PPn akan dikerek lagi menjadi 12% pada 2025.
Melihat sejumlah asumsi makro yang ditetapkan oleh pemerintah dan DPR pada APBN 2022 terlihat bahwa ada optimisme kembali membaiknya perekonomian tahun depan kendati masih dibayangi dampak pandemi. Kendati demikian, angka pertumbuhan di level 5,2% bisa saja meleset apabila tidak disertai eksekusi belanja pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Dua sektor ini menjadi andalan di samping sektor konsumsi masyarakat yang selama ini menjadi kontributor utama pertumbuhan ekonomi nasional. Sekadar diketahui, sektor konsumsi menjadi kontributor utama PDB dengan persentase sebesar 56% lebih.
Tetapi, pemerintah juga harus tetap mewaspadai sektor konsumsi ini karena dalam dua tahun terakhir terdapat kecenderungan inflasi yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas belanja masyarakat menurun karena daya beli terpukul akibat pandemi.
Untuk itu, perlu tetap diperhatikan agar sektor konsumsi bisa terjaga. Caranya, bisa dengan membuat kebijakan yang prokonsumsi berupa tawaran insentif kepada konsumen. Hanya, strategi ini tampaknya akan sulit dijalankan karena di sisi lain pemerintah justru bersiap menaikkan pertambahan nilai (PPn) bertahap mulai tahun depan menjadi 11% dari sebelumnya 10%. Bahkan, selanjutnya PPn akan dikerek lagi menjadi 12% pada 2025.
(ynt)