Harta Gurkha Ditemukan TNI, Saksi Bisu Indonesia Permalukan Pasukan Elite Inggris
loading...
A
A
A
JAKARTA - Harta Gurkha ditemukan TNI di belantara hutan Kalimantan Timur, tepatnya di Desa Lumbis, Kecamatan Lumbis Hulu, Kabupaten Nunukan. Penemuan 1.201 butir munisi ini membuktikan TNI pernah mempermalukan tentara bayaran Inggris yang dikenal mematikan dan paling sadis di dunia saat konfrontasi Indonesia-Malaysia pada 1960-an.
Penemuan harta karun milik pasukan dari pegunungan Nepal ini berawal ketika tiga pemburu babi bernama Frangki, Boy, dan Igo berniat memasang jerat di tengah hutan. Saat sedang menggali tanah di kedalaman kurang lebih 40 cm, mereka dikejutkan dengan penemuan 10 butir peluru. Temuan itu langsung dilaporkan ke Satgas Pamtas RI-Malaysia Yonarhanud 16/SBC/3 Kostrad Pos Lumbis yang dipimpin Danpos Pos Lumbis Letda Arh Sutrisno Sitakar.
Mendapat laporan tersebut, enam personel Satgas Pamtas RI-Malaysia Yonarhanud 16/SBC/3 Kostrad Pos Lumbis bersama tiga pemburu melakukan penggalian. Hasilnya cukup mengejutkan, sebanyak 1.191 peluru aktif kaliber 7,61 milimeter kembali ditemukan. Baca Juga: Gurkha, Pasukan Perang Bayaran Paling Mematikan di Dunia
Tidak sampai di situ, Satgas Pamtas RI-Malaysia Yonarhanud 16/SBC/3 Kostrad Pos Lumbis yang melakukan penyisiran di lokasi tersebut kembali menemukan 11 granat tangan dan 101 butir munisi kaliber 7,62 milimiter. Seluruh temuan tersebut kemudian diamankan Satgas Pamtas RI-Malaysia.
Konfrontasi Indonesia-Malaysia
Penemuan ribuan amunisi di pedalaman Kalimantan Timur menjadi saksi bisu pertempuran sengit dan mematikan antara TNI dengan pasukan elite Inggris yakni, Special Air Service (SAS), pasukan yang reputasinya melegenda karena memenangkan Perang Dunia II yang didukung tentara bayaran paling sadis yakni, Gurkha.
Konfrontasi Indonesia-Malaysia pada 1962-1966 ini berawal ketika Presiden Soekarno mengumumkan Operasi Dwikora sebagai bentuk penentangan terhadap pembentukan Federasi Malaysia yang terdiri atas Sabah, Brunnei dan Sarawak. Soekarno menganggap pembentukan Federasi Malaysia tersebut sebagai "boneka Inggris" yang merupakan kolonialisme dan imperialisme dalam bentuk baru.
Pada Mei 1964 Soekarno membentuk Komando Siaga yang bertugas untuk mengoordinasi kegiatan perang terhadap Malaysia (Operasi Dwikora). Komando ini kemudian berubah menjadi Komando Mandala Siaga (Kolaga) yang dipimpin Laksdya Udara Omar Dani sebagai Pangkolaga. Pertempuran demi pertempuran terjadi di sepanjang perbatasan kedua negara setelah Malaysia dan Inggris mendeklarasikan terbentuknya Federasi Malaysia pada 16 September 1963.
Tidak adanya pernyataan perang secara resmi seperti pada saat Operasi Trikora merebut Irian Barat sekarang Papua, TNI pun tidak mengirimkan pasukan secara terbuka melainkan gerilyawan yang sebagian besar anggotanya justru pasukan elite TNI seperti Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) sekarang disebut Kopassus, kemudian Korps Komando (KKO) kini bernama Marinir, dan Pasukan Gerak Tjepat (PGT) TNI AU. Mereka diterjunkan untuk membantu perlawanan Tentara Nasional Kalimantan Utara (TNKU) yang berperang melawan pemerintah Malaysia. TNKU merupakan sayap militer dari Partai Rakyat Brunei pimpinan Perdana Menteri Brunei A.M Azahari yang juga mantan Kapten Tentara Keamanan Rakyat (TKR) saat bertempur di daerah Yogyakarta pada masa Revolusi Kemerdekaan.
”Ketika meletus konfrontasi Indonesia melawan Inggris pada hari Minggu 3 Mei 1964, perang gerilya membara di seluruh kawasan Kalimantan Utara (Sarawak, Sabah dan Brunei) sehingga menggoyahkan stabilitas dan mempermalukan pemerintahan kolonial Inggris di mata dunia selaku pemenang Perang Dunia II,” tulis Hendropriyono dalam bukunya “Operasi Sandi Yudha: Menumpas Gerakan Klandestein”
Penemuan harta karun milik pasukan dari pegunungan Nepal ini berawal ketika tiga pemburu babi bernama Frangki, Boy, dan Igo berniat memasang jerat di tengah hutan. Saat sedang menggali tanah di kedalaman kurang lebih 40 cm, mereka dikejutkan dengan penemuan 10 butir peluru. Temuan itu langsung dilaporkan ke Satgas Pamtas RI-Malaysia Yonarhanud 16/SBC/3 Kostrad Pos Lumbis yang dipimpin Danpos Pos Lumbis Letda Arh Sutrisno Sitakar.
Mendapat laporan tersebut, enam personel Satgas Pamtas RI-Malaysia Yonarhanud 16/SBC/3 Kostrad Pos Lumbis bersama tiga pemburu melakukan penggalian. Hasilnya cukup mengejutkan, sebanyak 1.191 peluru aktif kaliber 7,61 milimeter kembali ditemukan. Baca Juga: Gurkha, Pasukan Perang Bayaran Paling Mematikan di Dunia
Tidak sampai di situ, Satgas Pamtas RI-Malaysia Yonarhanud 16/SBC/3 Kostrad Pos Lumbis yang melakukan penyisiran di lokasi tersebut kembali menemukan 11 granat tangan dan 101 butir munisi kaliber 7,62 milimiter. Seluruh temuan tersebut kemudian diamankan Satgas Pamtas RI-Malaysia.
Konfrontasi Indonesia-Malaysia
Penemuan ribuan amunisi di pedalaman Kalimantan Timur menjadi saksi bisu pertempuran sengit dan mematikan antara TNI dengan pasukan elite Inggris yakni, Special Air Service (SAS), pasukan yang reputasinya melegenda karena memenangkan Perang Dunia II yang didukung tentara bayaran paling sadis yakni, Gurkha.
Konfrontasi Indonesia-Malaysia pada 1962-1966 ini berawal ketika Presiden Soekarno mengumumkan Operasi Dwikora sebagai bentuk penentangan terhadap pembentukan Federasi Malaysia yang terdiri atas Sabah, Brunnei dan Sarawak. Soekarno menganggap pembentukan Federasi Malaysia tersebut sebagai "boneka Inggris" yang merupakan kolonialisme dan imperialisme dalam bentuk baru.
Pada Mei 1964 Soekarno membentuk Komando Siaga yang bertugas untuk mengoordinasi kegiatan perang terhadap Malaysia (Operasi Dwikora). Komando ini kemudian berubah menjadi Komando Mandala Siaga (Kolaga) yang dipimpin Laksdya Udara Omar Dani sebagai Pangkolaga. Pertempuran demi pertempuran terjadi di sepanjang perbatasan kedua negara setelah Malaysia dan Inggris mendeklarasikan terbentuknya Federasi Malaysia pada 16 September 1963.
Tidak adanya pernyataan perang secara resmi seperti pada saat Operasi Trikora merebut Irian Barat sekarang Papua, TNI pun tidak mengirimkan pasukan secara terbuka melainkan gerilyawan yang sebagian besar anggotanya justru pasukan elite TNI seperti Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) sekarang disebut Kopassus, kemudian Korps Komando (KKO) kini bernama Marinir, dan Pasukan Gerak Tjepat (PGT) TNI AU. Mereka diterjunkan untuk membantu perlawanan Tentara Nasional Kalimantan Utara (TNKU) yang berperang melawan pemerintah Malaysia. TNKU merupakan sayap militer dari Partai Rakyat Brunei pimpinan Perdana Menteri Brunei A.M Azahari yang juga mantan Kapten Tentara Keamanan Rakyat (TKR) saat bertempur di daerah Yogyakarta pada masa Revolusi Kemerdekaan.
”Ketika meletus konfrontasi Indonesia melawan Inggris pada hari Minggu 3 Mei 1964, perang gerilya membara di seluruh kawasan Kalimantan Utara (Sarawak, Sabah dan Brunei) sehingga menggoyahkan stabilitas dan mempermalukan pemerintahan kolonial Inggris di mata dunia selaku pemenang Perang Dunia II,” tulis Hendropriyono dalam bukunya “Operasi Sandi Yudha: Menumpas Gerakan Klandestein”