Menunggu Roadmap IHT

Senin, 27 September 2021 - 19:15 WIB
loading...
A A A
Tak hanya itu, satu tahun kemudian, melalui PMK 198/2020 pemerintah kembali menaikkan tarif cukai hingga 16% dan rata-rata tertimbang sebesar 12,5% yang berlaku pada 1 Februari 2021. Pemerintah memiliki harapan bahwa kenaikan tarif cukai tersebut dapat menjadi jalan bagi pemerintah untuk menekan prevalensi merokok.

Ironisnya, meski harga rokok terus dinaikkan, fakta menunjukkan bahwa angka prevalensi merokok tidak mengalami perubahan yang signifikan, setidaknya dalam kurun waktu lima tahun (2013-2018). Prevalensi merokok usia dini terus meningkat dari 2013 sebesar 7,2% hingga di tahun 2018 menjadi 9,1% dari jumlah penduduk usia dini di Indonesia.

Di sisi lain, Data riskesdas (2018) menunjukkan bahwa proporsi penduduk usia > 10 tahun di Indonesia dari tahun 2013 hingga 2018 yang mengkonsumsi rokok setiap hari tidak mengalami perubahan sama sekali, yakni sebesar 24,3%. Sedangkan bagi perokok yang mengkonsumsi rokok kadang-kadang, hanya terdapat penurunan tipis selama lima tahun yakni dari 5% (2013) hanya menjadi 4,6% (2018). Data tersebut menunjukkan bahwa kenaikan tarif cukai dan harga rokok yang terus menerus terjadi belum efektif menekan angka prevalensi merokok di Indonesia.

Di lain pihak, fakta justru menunjukkan bahwa dampak dari kenaikan tarif cukai dan harga rokok berdampak langsung pada keberlangsungan IHT. Data menunjukan bahwa penurunan jumlah pabrikan rokok terus terjadi, di mana pada tahun 2007 jumlah pabrikan rokok mencapai 4.793 namun pada tahun 2018 hanya tersisa 456 pabrikan rokok.

Dengan kata lain, hanya tinggal kurang dari 10% saja dari jumlah pabrikan rokok di tahun 2007 yang mampu bertahan sampai saat ini. Selain itu, volume produksi IHT menunjukkan trend penurunan dan juga penurunan pertumbuhan produksi.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (2020) menunjukkan bahwa sejak 2014, volume produksi IHT terus mengalami penurunan. Bahkan pada tahun 2020 – di masa pandemi – IHT mengalami penurunan volume produksi rokok terbesar dalam delapan tahun terakhir, yakni hingga minus 9,7%.

Salah satu tantangan terbesar IHT selain kebijakan cukai ialah tentang besarnya peredaran rokok ilegal. Jika ditelaah lebih lanjut, peredaran rokok ilegal tidak hanya terjadi di Indonesia melainkan juga terjadi di beberapa negara lainnya. Adapun besarnya peredaran rokok ilegal di Indonesia maupun di dunia merupakan efek domino yang timbul akibat kenaikan tarif cukai dan harga rokok yang terus menerus terjadi.

Salah satu penyebab tingginya peredaran rokok ilegal adalah untuk memenuhi permintaan dari masyarakat. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa kenaikan tarif cukai dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap peredaran rokok ilegal.

Perokok dengan pendapatan yang lebih rendah cenderung untuk membeli rokok ilegal sebagai kompensasi atas kenaikan harga rokok akibat kenaikan tarif cukai. Oleh sebab itu, menjadi sebuah keniscayaan ketika kenaikan tarif cukai dan harga rokok terus terjadi namun prevalensi angka merokok belum juga dapat ditekan.

Roadmap IHT Sebagai Solusi Berkeadilan
Kebijakan cukai sangat berpengaruh terhadap kinerja IHT legal namun tidak menyasar rokok ilegal. Dari data DJBC, tarif cukai hasil tembakau telah melewati titik optimum untuk menghasilkan penerimaan. Sehingga, kebijakan tarif cukai hasil tembakau hanya berdampak pada berkurangnya produksi rokok legal, namun tidak dapat menurunkan konsumsi secara agregat, mengingat masih adanya peredaran rokok ilegal.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1557 seconds (0.1#10.140)