Menunggu Roadmap IHT

Senin, 27 September 2021 - 19:15 WIB
loading...
Menunggu Roadmap IHT
Prof Candra Fajri Ananda Ph.D, Staf Khusus Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Foto/Dok. SINDOnews
A A A
Prof Candra Fajri Ananda PhD
Staf Khusus Kementerian Keuangan Republik Indonesia

DI BALIK sejarah besar kretek dan kontribusi signifikannya dalam perekonomian nasional, IHT menyimpan berbagai cerita pro dan kontra dari berbagai sudut pandang yang menyelimutinya. Terlepas dari berbagai perbedaan pandangan yang ada pada IHT, industri tersebut menyimpan sejarah panjang yang tidak bisa dilupakan begitu saja, termasuk dijaga sebagai identitas bangsa.

Jika Amerika memiliki produk rokok putihan, Kuba dikenal di dunia internasional dengan cerutunya, Indonesia tidak salah jika mengangkat kreteknya sebagai rokok asli khazanah Nusantara. Rokok kretek, atau keretek atau kumeretek dan kebiasaan menghisapnya sejatinya adalah warisan budaya dan masih merupakan bangunan peradaban asli hasil kreasi dan inovasi individu-individu maupun kelompok-kelompok masyarakat di wilayah nusantara yang tak terpisahkan dari keseharian masyarakat Indonesia hingga saat ini.

Meskipun kebiasaan menghisap asap tembakau bisa jadi adalah kebiasaan kalangan atas masyarakat Eropa pada abad ke-15, namun dengan berbagai inovasi yang telah dikembangkan menjadikan rokok kretek memiliki kecenderungan kebudayaan lokal Indonesia. Pembeda kebiasaan ini adalah ramuan rempah, saus dan cengkeh yang terkandung di dalam rokok kretek.

Di Indonesia, rokok kretek yang tidak hanya berfungsi sebagai barang yang dihisap untuk penenang dan membangun hubungan sosial, tetapi juga sebagai bagian dari bahan sesaji yang masih banyak dilakukan oleh masyarakat pedesaan, dapat kita temui hampir di seluruh masyarakat pedesaan pulau Jawa. Demikian juga rokok kretek sebagai bagian dari upacara slametan dan acara-acara adat merupakan budaya masyarakat Indonesia.

Efektivitas Kenaikan Harga Rokok
Rokok sebagai produk olahan tanaman tembakau, dalam perkembangan zaman telah menjadi sesuatu yang dilematis di antara sektor ekonomi dan kesehatan. Di sektor ekonomi, tak dapat dipungkiri bahwa selama ini CHT masih mendominasi penerimaan cukai negara.

Data kementerian Keuangan menununjukkan bahwa CHT menyumbang antara 95% hingga 96% dari total penerimaan cukai di Indonesia. Selain itu, seiring dengan kenaikan tarif cukai dan HJE, data juga menunjukkan bahwa penerimaan CHT sepanjang 2019 naik hingga 7,8% menjadi 164,87 Triliun.

Bahkan, meski dalam kondisi pandemi, Cukai Hasil Tembakau (CHT) mampu menjadi oase bagi penerimaan nasional. Di masa pandemi, realisasi penerimaan CHT per Oktober 2020 sebesar Rp134,92 triliun atau naik 10,23% dibandingkan dengan Oktober 2019 lalu. Hal tersebut cukup menunjukkan bahwa kontribusi CHT memiliki
kontribusi yang signifikan bagi perekonomian nasional.

Di sisi lain, pemerintah memiliki target untuk menekan prevalensi perokok dewasa hingga 32,3 – 32,4% dan prevalensi perokok anak-anak dan perokok usia dini (10-18 tahun) hingga 8,7% pada 2024 sesuai RPJMN.

Demi mencapai target pengendalian konsumsi rokok, alhasil kenaikan tarif cukai dan harga rokok terus terjadi hampir setiap tahunnya, termasuk pada tahun 2020 ketika pandemic Covid-19 terjadi dan menekan berbagai lini usaha. Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 152/2019 telah menetapkan bahwa tarif cukai mengalami kenaikan 23% dan HJE 35%.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1370 seconds (0.1#10.140)