Deklarasi Djuanda dan Warisan Memelihara Keutuhan Negara Indonesia

Sabtu, 25 September 2021 - 18:17 WIB
loading...
Deklarasi Djuanda dan...
Pranata Humas pada Badan Informasi Geospasial Agung Christianto. Foto/SINDOnews
A A A
Agung Christianto
Pranata Humas pada Badan Informasi Geospasial

JUMLAH pulau di Indonesia, selalu dinamis jumlahnya. Selain terjadi akibat muncul dan tenggelamnya pulau yang disebabkan oleh perubahan tinggi muka laut, jumlah yang berubah itu disebabkan oleh aktivitas pemetaan dan verifikasi yang terus dilakukan oleh BIG (Badan Informasi Geospasial). Aktivitas ini menghasilkan data baru menyangkut ditemukan maupun hilangnya pulau. Pada tahun ini, melalui Rapat Tindak Lanjut Koordinasi Data Pulau yang diselenggarakan pada 30 Agustus 2021, disepakati jumlah pulau kecil hingga besar yang berserak di Indonesia sebanyak 17.000 buah. Jumlah ini bertambah 229 pulau, dari 16.771 pulau, di tahun sebelumnya.

Pekerjaaan menentukan pulau dalam jumlah yang sahih, bukan perkara mudah. Banyaknya kepentingan, perbedaan metode, ego sektoral, invetarisasi parsial, dan keterbatasan sumber daya, jadi rangkaian kesulitan menghitung tepat jumlah pulau. Karenanya, terhadap kerja yang berhasil dirampungkan, harus diberikan apresiasi kepada para stakeholder yang terlibat.

Kesepakatan yang tercapai melalui Rapat Tindak Lanjut Koordinasi Data Pulau ini, adalah hasil kolektif dan kolaboratif antar lembaga-lembaga pemerintah pusat maupun daerah, yang merupakan wujud tanggung jawab atas tugas negara yang disandang oleh berbagai lembaga tersebut. Dalam kaitan dengan penentuan jumlah pulau, BIG berfungsi sebagai koordinator penyelenggaraan Nama Rupabumi, berikut Nama Pulau dan Titik Koordinatnya. BIG yang tak bekerja sendiri ini didukung oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral, Badan Riset dan Inovasi Nasional yang terdiri dari BPPT, LIPI, dan LAPAN, serta melibatkan pula TNI-AL dan Pemerintah Daerah.

Inventarisasi pulau-pulau di Indonesia bermula ketika Perdana Menteri Djuanda Kartawidjaja mencetuskan Deklarasi 13 Desember 1957 yang menyatakan pada dunia, bahwa laut Indonesia, laut sekitar di selang dan di dalam kepulauan wilayah Indonesia adalah satu kesatuan wilayah Republik Indonesia. Implikasi dari Deklarasi PM Djuanda, seandainya saja Beliau tak mendeklarasikan kesatuan territorial Indonesia maka wilayah Indonesia bakal mengacu pada Ordonansi Hindia Belanda 1939, yang menyebut pulau-pulau di Nusantara dipisahkan oleh laut di sekelilingnya dan tiap pulau hanya punya wilayah laut tak lebih dari 3 mil dari garis pantai.

Artinya, laut-laut di antara pulau-pulau itu adalah wilayah internasional dan tiap kapal asing dapat dengan bebas melaluinya. Jika itu terjadi hari ini, pulau-pulau di Indonesia dapat tercerai berai, dan pulau-pulau kecil di dalam wilayah Indonesia dapat diklaim oleh negara lain maupun perorangan yang tak tunduk pada hukum Indonesia. Visi jangka panjang PM Djuanda patut disyukuri. Ide cemerlang dan keberaniannya adalah warisan yang harus dijaga dan kelola dengan baik. Dan sejak Deklarasi itu, pekerjaan menginventarisasi pulau-pulau di Indonesia jadi hal yang wajib dilaksanakan. Dunia melalui PBB, tidak bakal percaya begitu saja pernyataan tentang pulau-pulau di Indonesia tanpa data yang sahih. Di Tahun 1987, melalui Konferensi Internasional Standarisasi Nama-nama Geografis PBB di Montreal, Indonesia mengklaim memiliki pulau berjumlah 17.508 pulau, yang sebelumnya melaporkan 13.667 pulau (Sobar Sutisna, 2006).

Pada tahun 2013, sebagai hasil kegiatan Tim Kerja Pembakuan Nama-nama Pulau, Penghitungan, Panjang Garis Pantai, dan Luas Wilayah Indonesia, negara ini mengajukan 13.466 pulau yang bernama dan berkoordinat ke PBB. Beberapa saat berikutnya, Agustus 2017 Indonesia kembali melaporkan 16.056 pulau bernama dan berkoordinat ke PBB (siaran pers BIG, 23 Agustus 2017). Dan jika pada 2021 ini disepakati sejumlah 17.000 pulau, berarti terdapat penambahan 944 pulau yang bernama dan berkoordinat yang akan dilaporkan ke PBB. Untuk membuktikan klaim sejumlah 17.508 pulau yang diajukan pada tahun 1987, maka terdapat selisih 508 pulau, baik pulau dengan nama maupun tak bernama yang jadi pekerjaan tertunda, hingga saat ini.

Dinamisnya jumlah pulau, tak semata disebabkan oleh abainya walidata di negeri ini. Jika dirunut pada masa sebelumnya, saat teknologi dan komunikasi maupun metode yang digunakan tak secanggih hari ini, membuat pernyataan adanya 17.506 pulau dalam keadaan hampir tanpa data sahih, merupakan langkah yang berani. Teknologi penginderaan jauh melalui citra satelit untuk merekam objek di bumi baru ada tahun 1975. Itu pun belum mampu mengidentifikasi pulau-pulau kecil. Baru sekitar tahun 1999 teknologi penginderaan jauh mampu merekam objek secara detil, hingga mampu mengenali satu unit taksi sebagai satu individu. Maka dengan kemajuan ini, menginventarisasi pulau-pulau kecil bukan lagi perkara sulit. Namun demikian, masih saja ada wilayah Indonesia yang tak dapat direkam oleh citra satelit akibat selalu tertutup awan, sehingga tak diperoleh informasi pulau yang ada di bawah awan.

Menginventarisasi pulau-pulau dengan cara melayari laut yang terbentang di wilayah Indonesia seluas 8.205.961 kilometer persegi juga bukan perkara mudah. Sifat laut Indonesia yang tidak selamanya stabil, wilayah yang terbentang luas, kapal maupun peralatan yang terbatas adalah kendala tak selamanya dapat dikendalikan. Sedangkan di sisi lain, teknologi perekaman data koordinat dengan menggunakan GPS (Global Positioning System) baru digunakan di Indonesia setelah tahun 1980-an. Itupun sangat terbatas. Saat ini, meskipun sudah banyak perangkat GPS, bahkan tersemat dalam gawai cerdas, namun hanya GPS tipe Geodetik yang valid untuk merekam titik koordinat pulau.

Atas berbagai keterbatasan itu dan membangkitkan upaya keterlibatan masyarakat dalam pemetaan dan inventarisasi pulau, BIG membangun sebuah inovasi sebagai solusi. Inovasinya berupa aplikasi yang disebut SINAR (Sistem Informasi Nama Rupabumi). Aplikasi ini berbasis web (sinar.big.go.id) dan android (SINAR). Dengan SINAR dapat dilakukan invetarisasi pulau secara partisipatif. Masyarakat atau petugas di lapangan dapat melaporkan pulau, dengan mencantumkan nama, titik koordinat dan foto, yang kemudian ditelaah dan diverifikasi oleh Tim Pembakuan Nama-nama Rupabumi. Aplikasi SINAR dibangun sejak 2017. Hingga saat ini terus disempurnakan dan disosialisasikan intensif ke masyarakat. Dengan kerja sosialisasi ini, inventarasi nama-nama rupabumi termasuk nama-nama pulau, dipercepat. Keterlibatan masyarakat telah nyata terjadi di beberapa wilayah Indonesia, seperti di Natuna, Riau, dan daerah lainnya.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1584 seconds (0.1#10.140)