Mendorong Kemudahan Berusaha di Indonesia

Senin, 13 September 2021 - 16:52 WIB
loading...
Mendorong Kemudahan Berusaha di Indonesia
Prof Candra Fajri Ananda Ph.D, Staf Khusus Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Foto/Dok. SINDOnews
A A A
Prof Candra Fajri Ananda PhD
Staf Khusus Kementerian Keuangan Republik Indonesia

KEBERHASILAN Indonesia dalam mencapai pertumbuhan ekonomi positif di kuartal II-2021 membawa Indonesia resmi keluar dari zona resesi selama pandemi. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2021 sebesar 7,07% (yoy), dibandingkan kuartal I 2021 yang masih minus 0,74% (yoy).

Seiring dengan membaiknya pertumbuhan ekonomi Indonesia, banyak sektor yang juga telah berhasil tumbuh sebagai dampak dari kebijakan pemerintah selama kuartal I 2021. Di antaranya adalah perdagangan mobil, sepeda motor dan reparasinya yang berhasil tumbuh 37, 88% (yoy).

Demikian juga sektor primer seperti perikanan dan peternakan juga tumbuh cukup besar. Sektor perikanan tumbuh 9,69% (yoy) dan peternakan tumbuh 7,07% (yoy). Adapun industri pengolahan yang menyumbang 19,29 persen PDB juga tumbuh 6,58% (yoy).

Begitu pula sektor transportasi dan pergudangan yang terpukul akibat pandemi juga mengalami pertumbuhan sebesar 25,1% (yoy). Sejalan dengan pertumbuhan sektor transportasi, sektor hotel dan restoran juga tumbuh 21,58% (yoy). Perhotelan tumbuh 45,07% dan restoran tumbuh 17,88%. Segala pencapaian Indonesia saat ini dapat menjadi momentum bagi Indonesia untuk melakukan lompatan ekonomi yang lebih tinggi, bahkan ketika sebelum terjadi pandemi.

Sebagai negara berkembang, Indonesia harus terus fokus pada pembangunan ekonomi nasionalnya, melalui pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berkesinambungan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat menjadi indikator keberhasilan negara dalam menjalankan roda pembangunan, yang pada akhirnya dapat dipergunakan sepenuhnya bagi peningkatan kesejahteraan masyarakatnya.

Sebagaimana negara lain di dunia, Indonesia membutuhkan investasi sebagai salah satu pendorong dalam mencapai pertumbuhan ekonomi. Teori Harrod-Domar mengemukakan bahwa kegiatan investasi merupakan sebagai salah satu faktor penting yang memiliki dua peran sekaligus untuk membawa pengaruh terhadap perekonomian.

Pertama, investasi menciptakan pendapatan, dan kedua, investasi memperbesar kapasitas produksi perekonomian dengan cara meningkatkan stok modal. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mempublikasikan bahwa realisasi investasi selama triwulan II-2021 mengalami peningkatan sebesar 16,2% dibandingkan periode yang sama pada 2020 (Rp191,9 triliun). Sehingga, capaian investasi pada periode Januari–Juni ini menyumbang 49,2% terhadap target 2021 yang telah disesuaikan menjadi Rp900 triliun dan dapat menyerap tenaga kerja Indonesia sebanyak 311.922 orang.

Penjelasan tersebut memperkuat pendapat tentang pentingnya Investasi bagi perekonomian suatu bangsa. Kebutuhan akan investasi tersebut tidaklah mungkin hanya bersumber dari pemerintah, tetapi juga harus dibuka dari swasta baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

Apabila dilihat capaian triwulan II dibandingkan dengan periode yang sama pada 2020, PMA tumbuh sebesar 19,6%. Capaian PMA di triwulan II tumbuh sebesar 4,5% jika dibandingkan dengan capaian triwulan I-2021.

Data UNCTAD (2021) menunjukkan bahwa posisi PMA ke Indonesia saat ini menempati peringkat ke-19. Angka tersebut mengalami pertumbuhan pesat dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya berada di posisi ke-24.

Pertumbuhan investasi asing menegaskan tumbuhnya kepercayaan dunia atas iklim investasi serta potensi investasi di Indonesia, terutama di saat pandemi covid-19 masih terjadi. Hal ini mengartikan bahwa Indonesia masih menjadi tujuan penting investor global sehingga kita perlu menyambutnya dengan perbaikan iklim berusaha.

EoDB di Indonesia
Penanaman modal atau investasi dipengaruhi oleh banyak faktor dalam pelaksanaanya. Salah satu faktor yang dapat menarik minat pemilik modal adalah terkait kemudahan dalam melakukan investasi itu sendiri. Semakin mudah melakukan investasi, maka semakin mudah pula para investor melakukan ekspansi bisnisnya.

Ease of Doing Business (EoDB) merupakan indikator yang berkaitan dengan kemudahan berbisnis yang dibuat oleh Bank Dunia. EoDB menyajikan perkembangan berbagai indikator yang mempengaruhi persepsi investor. Ada sebelas indikator untuk mengukur kemudahan berbisnis atau yang juga dikenal dengan istilah EoDB.

Kajian World Bank (2013) menyimpulkan bahwa negara-negara yang memiliki peringkat investasi yang lebih tinggi (diproksi dari indeks EoDB yang lebih mendekati ke frontier), maka akan menerima realisasi investasi yang lebih tinggi. Tahun 2011 misalnya, top 10 EoDB rata-rata menerima FDI sekitar USD50 miliar sedangkan middle 10 dan lowest 10 hanya USD14,3 miliar dan USD1,25 miliar.

Indonesia adalah salah satu dari empat negara yang menjadi perhatian karena memiliki kenaikan peringkat EoDB paling tinggi hingga mencapai 41 peringkat sepanjang 2015-2020. Pada tahun 2015 Indonesia berada pada peringkat ke-114 dengan skor DTF 56,73, sedangkan di tahun 2020 Indonesia berhasil menduduki peringkat ke-73 dengan skor DTF 69,54.

Di sisi lain Vietnam mengalami kenaikan sebanyak 21 peringkat. Akan tetapi, dari segi realisasi FDI, pencapaian Vietnam masih lebih baik dibandingkan Indonesia.

Indikator-indikator EoDB secara umum pada tahun 2020 Indonesia membaik dibandingkan 2015, meskipun EoDB Indonesia masih memiliki kendala permasalahan fundamental (opening a business). Data menunjukkan bahwa prosedur memulai bisnis di Indonesia relatif lebih lama dibandingkan Vietnam, Thailand, dan Malaysia.

Hal itu akibat berbagai permasalahan kompleks yang dihadapi oleh investor ketika memulai bisnis di Indonesia yang di antaranya adalah (a) jumlah prosedur yang banyak dan tidak efektif, (b) birokrasi yang tidak ramah dan lamban, (c) biaya “penyuapan” masih tinggi, (d) adopsi teknologi belum terlihat dalam berbagai prosedur memulai usaha, dan (e) luasnya wilayah Indonesia dengan berbagai perbedaan (dari sisi SDM maupun infrastruktur).

Tak hanya itu, persoalan lain yang juga dihadapi Indonesia dalam EoDB adalah persoalan izin konstruksi di Indonesia yang relatif rumit. Prosedur cukup banyak dengan kebutuhan waktu yang panjang.

Sering kali terjadi perbedaan kebijakan antar daerah di Indonesia. Bahkan, tak sedikit terjadi pembangunan yang tak sejalan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sehingga memunculkan sengketa di kemudian hari. Berbagai komponen permasalahan ini harus segera diperbaiki karena akan menjadi entry point utama bagi investor.

Peningkatan SDM, Infrastruktur, dan Iklim Investasi
Selama ini wilayah tujuan investasi di Indonesia berpusat di Jawa, namun kini perlahan investor mulai melirik wilayah luar Jawa sebagai daerah tujuan investasi yang menarik. Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat penanaman modal asing (PMA) pada semester I 2021 mulai mengalir deras ke wilayah di luar puau Jawa.

Provinsi Maluku Utara, Sulawesi Tengah, dan Riau masuk dalam daftar lima besar daerah dengan PMA tertinggi bersama Jawa Barat dan DKI Jakarta. Porsi investasi di luar Jawa secara keseluruhan, baik PMA maupun PMDN mencapai 51,5% atau Rp 228,23 triliun pada Semester I 2021. Nilai ini naik 17,8% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Meski masih mendominasi, porsi investasi di luar pulau Jawa mulai menunjukkan penurunan. Porsi investasi luar jawa pada kuartal III dan IV 2020 tercatat 52,8%, lalu turun menjadi 52,1% pada kuartal I 2021 dan 51% pada kuartal II 2021.

Melihat tren kenaikan investasi di luar Jawa, kesiapan SDM dan infrastruktur menjadi kunci yang atraktif bagi masuknya investasi. Peran Pemerintah Daerah, untuk mensinergikan peraturan yang ada di daerahnya agar tidak menjadi penghambat aliran investasi yang masuk ke wilayahnya.

Omnibus Law yang sedang digodok pada dasarnya untuk memangkas seluruh proses Investasi ini, untuk semakin mudah dan lancar. Walaupun begitu, perlu terus dijaga terjadinya pembangunan daerah, bukan hanya pembangunan terjadi di daerah, yang bermakna jangan sampai masyarakat daerah hanya jadi penonton dan terbebani dampak eksternalitas negatif, sehingga hal itu akan mengganggu keberlangsungan investasi itu sendiri. Harmonisasi atas seluruh kebijakan yang ada, menjadi penting dan semoga akan mendorong semakin besar nilai investasi yang masuk ke Indonesia, semoga.
(poe)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1007 seconds (0.1#10.140)