Meluruskan Kesalahpahaman: Kasar vs Tegas

Senin, 13 September 2021 - 05:28 WIB
loading...
A A A
Ini tentunya diperkuat dengan sifat-sifat Allah yang paling dominan dan terulang adalah sifatNya yang kasih sayang (Arrahman ar-Rahim). Juga sifatnya yang “Waduud” (Maha Cinta) dan “Latiif” (Maha lembut).

Berbagai perintah dalam Al-Quran untuk mengedepankan nilai-nilai kebaikan, tolong menolong, kerjasama, menolong sesama, dan tentunya menegakkan sikap adil bahkan kepeda yang dianggap musuh sekalipun. “Jangan karena kebencianmu kepada sebuah kaum menjadikanmu tidak berbuat adil. Berbuat adillah karena itu dekat kepada ketakwaan”. Demikian penegasan Al-Quran.

Kedua, para Ulama Islam juga sepakat bahwa otoritas penafsiran Al-Quran itu ada pada Rasulullah SAW. Beliaulah hadir sebagai penafsir utama Al-Quran, baik dengan kata, apalagi dengan pebuatan.

Dengan demikian untuk memahami tafsiran “asyiddaa” pada ayat ini perlu dirujukkan kepada bagaimana Rasulullah menafsirkannya dalam hidup, prilaku maupun ajarannya kepada para sahabat. Pernahkah beliau kasar? Atau pernahkah beliau memerintahkan sahabatnya untuk kasar kepada mereka yang tidak mengimani ajaran Islam ketika itu?

Justeru sebaliknya terlalu banyak contoh-contoh keindahan prilaku dan karakter Rasulullah SAW non Muslim, baik di Makkah maupun di Madinah. Saya tidak perlu mengulangi cerita kelembutan dan keindahan karakter Rasulullah ketika di Mekah kepada seorang Ibu tukang pengumpul kayu bakar. Atau cerita Rasulullah SAW menyuapi seorang pengemis yang kerap menjelekkan dirinya.

Demikian pula bagaimana Rasulullah SAW marah ketika ada seorang wanita non Muslim terbunuh dalam sebuah peperangan. Atau bagaimana Rasulullah justeru tidak menghukum seorang wanita Yahudi yang berusaha meracuninya.

Begitu banyak sekali contoh-contoh keindahan karakter dan akhlak Rasulullah SAW kepada semua orang. Termasuk kepada non Muslim yang tidak jarang justeru membenci dan berusaha untuk melakukan ancaman pada dirinya.

Ketiga, ajaran Islam dalam aspek hukum tertentu yang justeru memperlihat aspek-aspek sosial yang sangat positif. Islam misalnya menghalalkan bagi orang Islam untuk mengkonsumsi makanan Ahlu Kitab. Tentu selama tidak jelas bertentangan dengan ayat-ayat lain dari Al-Quran, seperti babi atau sesajian kepada berhala.

Atau bagaimana Islam membenarkan lelaki Muslim untuk menikahi Wanita Ahlu Kitab. Dapatkan dibayangkan seorang pria Muslim menikahi wanita non Muslim (Kristen atau Yahudi) lalu disuruh untuk kasar atau keras kepadanya? Dapatkah hal ini diterima secara logika dan moralitas? Jawabannya pasti tidak.

Keempat, ketika Umat ini diperintah berdakwah maka istilah yang dipakai adalah “da’wah” yang berarti ajakan (to invite). Kata ini sendiri memiliki konotasi simpati. Artinya perlihatkan wajah dan karakter yang baik dan simpati agar mereka memenuhi ajakanmu.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2094 seconds (0.1#10.140)