Berpesan dengan Mural
loading...
A
A
A
“Karya seni diruang publik enggak boleh sewenang-wenang. Tetap menimbang bahwa ruang publik berprinsip pada pengguna, kita punya respek kepada pengguna lain. Jadi kalau seniman tiba-tiba mengkooptasi dengan sewenang-wenang tanpa menimbang respek pada orang lain itu menurut saya tindakan sewenang-wenang,” ungkapnya.
Adapun Purwanto melihat penghapusan mural yang dianggap mengkritik pemerintah dan menghina presiden mengindikasikan adanya perbedaan sudut pandang.
“Di satu sisi, seniman ingin memberikan satu sentuhan estetik dari konteks ruang dimana mural itu berada. Akan tetapi, kalau dari perspektif politik, mungkin tidak menjadi sesuatu yang memberikan pencerahan dan positif bagi kepentingan politik. Bisa saja itu dinilai negatif. Seni itu multi interpretasi,” tuturnya.
Kendati demikian, bila langkah aparat kemudian diikuti dengan memburu pelaku pembuat mural, dalam pandangannya itu berlebihan. Dia mendorong pemerintah mengedepankan dialog dengan pembuat mural itu.
“Siapa tahu di balik ungkapan visual itu ada nilai-nilai kebajikan yang pemerintah bisa hormat terhadap persoalan itu. Saya secara pribadi salut dengan kreativitas yang dimiliki kreator itu. Persoalannya, bagaimana itu dikomunikasikan kepada pihak-pihak yang merasa berseberangan,” jelasnya.
Purwanto memaparkan, mural mempunyai beragama maksud seperti mempercantik tata kota, menyampaikan kritik, serta memperkenalkan identitas, dan budaya suatu daerah. Bahkan, ada yang tujuannya untuk perang ideologi.Karenanya, mural harus menjadi sesuatu yang bermakna dalam kehidupan.
‘’Pelukisan atau menggambar di dinding fasilitas publik harus mengedukasi dan membuat ruang dimana mural itu berada menjadi lebih estetis dan berwibawa,’’ kata dia.
Sementara itu, itu, pemural Arief Hadinata mencoba melihat masalah mural-mural yang dihapus itu, seperti 404: Not Found dari berbagai sudut pandang.
Pertama, dia mengatakan jika pelaku masih dalam tahap belajar teknik menggambar wajah sebaiknya memilih mau pakai siapa untuk latihan. Alasannya, sebuah gambar wajah akan menimbulkan banyak persepsi kalau ada oknum yang baper alias bawa perasaan.
Adapun Purwanto melihat penghapusan mural yang dianggap mengkritik pemerintah dan menghina presiden mengindikasikan adanya perbedaan sudut pandang.
“Di satu sisi, seniman ingin memberikan satu sentuhan estetik dari konteks ruang dimana mural itu berada. Akan tetapi, kalau dari perspektif politik, mungkin tidak menjadi sesuatu yang memberikan pencerahan dan positif bagi kepentingan politik. Bisa saja itu dinilai negatif. Seni itu multi interpretasi,” tuturnya.
Kendati demikian, bila langkah aparat kemudian diikuti dengan memburu pelaku pembuat mural, dalam pandangannya itu berlebihan. Dia mendorong pemerintah mengedepankan dialog dengan pembuat mural itu.
“Siapa tahu di balik ungkapan visual itu ada nilai-nilai kebajikan yang pemerintah bisa hormat terhadap persoalan itu. Saya secara pribadi salut dengan kreativitas yang dimiliki kreator itu. Persoalannya, bagaimana itu dikomunikasikan kepada pihak-pihak yang merasa berseberangan,” jelasnya.
Purwanto memaparkan, mural mempunyai beragama maksud seperti mempercantik tata kota, menyampaikan kritik, serta memperkenalkan identitas, dan budaya suatu daerah. Bahkan, ada yang tujuannya untuk perang ideologi.Karenanya, mural harus menjadi sesuatu yang bermakna dalam kehidupan.
‘’Pelukisan atau menggambar di dinding fasilitas publik harus mengedukasi dan membuat ruang dimana mural itu berada menjadi lebih estetis dan berwibawa,’’ kata dia.
Sementara itu, itu, pemural Arief Hadinata mencoba melihat masalah mural-mural yang dihapus itu, seperti 404: Not Found dari berbagai sudut pandang.
Pertama, dia mengatakan jika pelaku masih dalam tahap belajar teknik menggambar wajah sebaiknya memilih mau pakai siapa untuk latihan. Alasannya, sebuah gambar wajah akan menimbulkan banyak persepsi kalau ada oknum yang baper alias bawa perasaan.