GMKI dan PGI Soroti Lonjakan Kasus COVID-19, Ingatkan Jokowi soal Impor Vaksin

Rabu, 01 September 2021 - 13:40 WIB
loading...
GMKI dan PGI Soroti Lonjakan Kasus COVID-19, Ingatkan Jokowi soal Impor Vaksin
Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) menyoroti ihwal penanganan COVID-19 yang dinilai kurang maksimal. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) menyoroti ihwal penanganan COVID-19 yang dinilai kurang maksimal. Dua tahun sejak melanda Indonesia, pemerintah telah mengeluarkan anggaran triliunan untuk membiayai program terkait COVID-19. Ironinya, hasilnya tak sesuai yang diharapkan.

"Misalnya lonjakan kasus positif COVID-19. Di Jawa dan Bali sudah mereda, tapi lihat di luar itu. Sumut (Sumatera Utara) dan Nusa Tenggara Timur lonjakannya luar bisa tinggi," ujar Ketua PP GMKI, Prima Surbakti melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (1/9/2021).

Prima menjelaskan, sejak tanggal 1-31 Agustus 2021, kasus COVID-19 di Sumut melonjak naik menjadi 34.608 kasus dengan rata rata 1.116 kasus per hari dan tingkat kematian 29 orang per hari. Sedangkan, lonjakan cepat terjadi NTT dengan 19.445 kasus dengan rata rata 628 kasus per hari dan tingkat kematian 15 orang per hari.

"Fakotrnya karena minimnya fasilitas kesehatan, mahalnya biaya 3T (Testing, Tracing dan Treatment) serta program vaksinasi yang belum merata di daerah," beber dia.

Prima lantas menyinggung Airlangga Hartarto yang notabene Penanggung Jawab PPKM di luar Pulau Jawa-Bali. Dia menilai Airlangga lambat dalam mengkoordinasikan kebijakan strategis dengan pemerintah daerah. "Saya pikir Presiden Jokowi harus menyoroti betul soal ini," tegas alumnus Institut Teknologi Bandung tersebut.

Persoalan lain yang tak kalah penting yakni soal program vaksinasi. Dipaparkan Prima sampai tanggal 31 Agustus 2021, laju distribusi vaksin hanya mencapai 123.5 juta dosis (56,6 persen dari vaksin yang masuk) yang terdiri 9.85 juta vaksin corovac, 89.36 juta vaksin sinovac dari Biofarma, 15.982 juta vaksin Astrazeneca, 7.55 juta vaksin Moderna dan 500 rbu vaksin Sinoparm.

"Suplay vaksin yang lambat serta kualitas vaksin COVID-19 adalah penyebab lambatnya laju distribusi," kata Prima.

PP GMKI mencatat sudah ada 217.9 juta dosis vaksin yang dimpor oleh Indonesia melalui 45 tahapan. Dari vaksin yang masuk, terdapat 5 jenis vaksin di antara 180.7 juta dosis vaksin Sinovac (26.8 juta vaksin jadi Coronavac, dan 153.9 juga dalam bentuk bahan baku atau bulk), 18.76 juta vaksin Astrazeneca, 8.29 juta vaksin Sinopharm, 2.6 juta vaksin Fzier, dan 7.5 juta vaksin Moderna.

"Artinya vaksin Sinovac paling banyak diimpor tapi laju distribusinya hanya mencapai 55 persen. Sedangkan vaksin Astrazeneca jauh lebih tinggi yakni 82 persen," jelas Prima.

Prima juga membandingkan efikasi vaksin Sinovac lebih rendah daripada vaksin Astrazeneca serta harga vaksin Sinovac yang jauh lebih mahal. Berdasarkan hasil uji klinis tahap tiga yang dilakukan di Bandung, efikasi vaksin Sinovac mencapai 65,3%. Melansir studi efikasi vaksin COVID-19, vaksin Astrazeneca menunjukkan nilai 70,4% dalam mencegah COVID-19.

"Yang disayangkan, harga vaksin Sinovac lebih mahal daripada vaksin Astrazeneca. Harga vaksin Sinovac jadi adalah USD13.3 per dosis sedangkan harga bulk Sinovac adalah USD11 per dosis. Dalam proses pengelolahan bulk menjadi vaksin, bulk akan menyusut sekitar 10-15 persen. Artinya rata rata harga proses bulk menjadi vaksin adalah USD12.84 per dosis. Belum ditambahkan anggaran produksi dan managemen, bisa jadi lebih dari harga beli vaksin. Sedangkan harga produksi vaksin Astrazeneca hanya USD3-4 per dosis," ungkap Prima.

"Mengapa Ketua KPCPEN, Erick Thohir tetap menyetujui impor vaksin Sinovac? Padahal beberapa peneliti vaksin Astrazeneca merupakan ilmuwan dari Indonesia," lanjut Prima.

PP GMKI mengingatkan Erick Thohir agar berhati hati terkait anggaran impor vaksin yang mencapai Rp58 triliun. Pasalnya ekonomi negara sedang dalam keadaan sulit, jurang defisit APBN sangat lebar dan utang menumpuk. Selain itu, laju distribusi yang rendah, rentan merugikan keuangan negara.

"Presiden Jokowi harus melakukan evaluasi mendalam. Presiden butuh negarawan yang bekerja di atas kepentingan rakyat bukan kepentingan bisnis," tutup Prima.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo sempat menggelar pertemuan dengan tokoh lintas agama dan tokoh masyarakat. Jokowi berdiskusi soal pandemiCOVID-19di Indonesia.

Dalam pertemuan itu, Jokowi didampingi Mensesneg Pratikno dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung. Mereka bertemu dengan para tokoh pada Senin (30/8) malam.

Tokoh agama yang hadir, yakni Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj, Sekretaris Umum PP MUhammadyah Abdul Mu'ti, Ketua Umum PGI Pendeta Gomar Gultom dan Ketua Presidium KWI Mgr Ignatius Suharyo.

Menurut Presiden, program vaksinasi ini dapat berjalan lancar dan baik, di samping oleh kerja keras TNI dan Polri bersama pemerintah, adalah berkat topangan dan bantuan lembaga agama. “Saya menyampaikan apresiasi kepada lembaga agama atas hal ini,” lanjut Jokowi.

Ketua Umum PGI, Pdt Gomar Gultom menyampaikan apresiasi atas kebijakan dan langkah-langkah yang ditempuh pemerintah dalam menanggulangi COVID-19. Namun, Gomar juga menyinggung tentang kesenjangan antar wilayah menyangkut akses vaksinasi, khususnya di daerah terpencil dan daerah timur Indonesia.

Gomar juga meminta perhatian bersama terkait gonjang-ganjing politik yang tidak perlu akibat syahwat politik yang tinggi dari para elite politik menuju Pemilu 2024. Dia berharap semua pihak fokus mengatasi pandemi Corona lebih dulu. Baca juga: Mengenal Sersan Halima, Prajurit US Army yang Fasih Berbahasa Indonesia

"Kami meminta agar semua konsentrasi, bahu membahu mengatasi pandemi dan tidak menggunakan pandemi ini sebagai ajang untuk panggung kontestasi politik," pungkas Gomar.
(kri)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0794 seconds (0.1#10.140)