Bijak Menyikapi Pergolakan di Afghanistan

Jum'at, 27 Agustus 2021 - 21:39 WIB
loading...
Bijak Menyikapi Pergolakan...
Sudjito Atmoredjo (Foto: Istimewa)
A A A
Sudjito Atmoredjo
Guru Besar Ilmu Hukum UGM

AFGHANISTAN sedang dilanda pergolakan. Kedamaiannya terkoyak. Presiden (Ashraf Ghani) dan sebagian warga negaranya bergegas mengungsi ke negara lain. Begitu juga warga negara asing (termasuk dari Indonesia) dijemput untuk segera pulang ke negara masing-masing. Demi keselamatan.

Afghanistan modern didirikan oleh Ahmad Shah Durrani pada 1747. Negara ini menjadi penyangga antara Kerajaan Inggris dan Rusia. Afghanistan berhasil memperoleh kemerdekaannya dari Kerajaan Inggris pada 19 Agustus 1919. Tanggal tersebut kemudian diperingati sebagai Hari Kemerdekaan Afghanistan.

Pergolakan di Afghanistan kali ini terjadi karena tampilnya kembali Taliban sebagai penguasa, sejak Minggu 15 Agustus 2021. Akankah masa transisi pemerintahan berjalan cepat sehingga lahir kedamaian, ataukah pergolakan berlanjut sehingga suasana semakin panas? Segalanya tergantung faktor internal dan eksternal yang memengaruhinya, sebagaimana dianalisis di bawah.

Siapakah Taliban? Taliban (artinya murid, atau santri). Kelompok ini pertama kali muncul awal 1990-an di utara Pakistan, setelah pasukan Uni Soviet mundur dari Afghanistan. Sadar akan nasib yang dialami bangsanya, Taliban mengembangkan diri sebagai gerakan politik. Janji politiknya adalah mengembalikan perdamaian dan keamanan berdasarkan Syariah Islam.

Pasca pendudukan Rusia, pengaruh Taliban cepat menyebar dan mendapat simpati penduduk. Pada 1988, ibukota (Kabul) dan sekitar 90% wilayah Afghanistan dikuasainya. Respons positif terhadap Taliban itu antara lain karena jasanya dalam pemberantasan korupsi. Jasa lainnya adalah pembangunan infrastruktur-infrastruktur pendudukung perekonomian. Segala aktivitas pemerintahannya, dilakukan sesuai syariah Islam. Itulah, maka koruptor, pencuri, pezina, dihukum amputasi, hingga hukuman mati.

Pemberlakukan syariah Islam secara ketat, selain diapreasiasi positif karena efektif, tetapi tak luput dari tuduhan pelanggaran hak asasi manusia dan budaya. Penghancuran patung Buddha Bamiyan pada 2001, menyulut kemarahan internasional.

Kemarahan internasional itu, rupanya dijadikan pintu masuk Amerika Serikat dan PBB untuk penggulingan pemerintahan Taliban. Dalam pendudukan tentara AS dan kontrol PBB, sistem pemerintahan pun diubah ke arah demokratis. Presiden dipilih langsung oleh rakyat.

Pasca kesepakatan damai (kesepakatan Doha) antara AS dan Taliban yang ditandatangani kedua belah pihak pada Februari 2020, maka AS pada 2021 menarik seluruh kekuatannya dari Afghanistan. Pada April 2021, Presidan AS Joe Bidan, mengumumkan bahwa seluruh pasukan AS akan meninggalkan negara tersebut pada 11 September 2021. Momentum itu dimanfaatkan baik-baik oleh Taliban untuk kembali berkuasa.

Kini, Afghanistan (dan secara spesifik Taliban), menjadi sorotan dunia. Kita sebagai bangsa cinta damai, mesti bersikap bijak terhadap pergolakan ini. Dengan dasar politik luar negeri “bebas-aktif”, pergolakan itu perlu dilihat secara jernih, objektif, tanpa memihak kepada kelompok manapun. Kontribusi pemikiran, ataupun tindakan nyata, diberikan semata-mata dan berdasarkan amanah Pembukaan UUD 1945, yakni demi terwujudnya perdamaian dunia.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1726 seconds (0.1#10.140)