Kejaksaan Belum Lepas dari Dosa Masa Lalu
loading...
A
A
A
Dalam kasus Kemenpora, ia meminta jaksa penuntut umum yang mengetahui dan mendengar adanya dugaan suap itu wajib melaporkan ke pimpinan KPK. Dan itu statusnya seperti bukti permulaan, bisa langsung diselidiki atau disidik. “Pertanyaan apakah tim JPU sudah melaporkan ke pimpinan KPK,” sahutnya.
Yang kedua, kalau tidak dilaporkan apakah KPK sudah memerintahkan untuk mengajukan. “Dugaan saya, ini tidak dilaporkan karena menyangkut atasannnya di kejaksaan agung,” ujarnya. Alasannya, jaksa itu bersifat hierarkis dan dalam satu kesatuan. Dengan demikian, apakah pimpinan KPK sudah memerintahkan. “Kalau tak ada, saya harap Dewan Pengawas untuk mengingatkan bukti awal ini untuk diproses lebih lanjut.”
Namun ia pesimistis pengakuan Miftahul bisa ditangani secara layak. Alasannya Ketua KPK saat ini tak lebih bagian dari Mabes Polri. “Ketua KPK saat ini menjadikan posisinya untuk mendapatkan kenaikan pangkat, jadi bintang tiga,” tuturnya. Dan semua penyidiknya jadi ASN. Tapi ia mengingatkan, pimpinan KPK tetap punya kewenangan untumenindaklanjuti pengakuan itu. “Tinggal bagaimana menjalankannya saja,” katanya.
Dari suap recehan hingga miliaran rupiah
Terlepas dari itu, Luhut mengingatkan kejaksaan agar buru-buru berbenah. Tanpa itu jangan harap kewenangan penydidikan dan penuntutan perkara korupsi bisa segera kembali ke Kejaksaan. “Kalau seperti sekarang ini mana mungkin dapat dukungan,” ujarnya sembari menyentil sikap bermewah-mewah seorang jaksa yang hobi mengendarai mobil sport.
Luhut tak asal ngomong. Menurut catatan SINDOnews, sekali 2008-2019 ada 22 orang jaksa yang tertangkap tangan menerima suap. Mereka tersebar di Kejaksaan Agung, Kejaksaan Negeri (Kejari) Tangerang, Kejari Cibinong, Kejari Praya (NTB), Kejari Jawa Barat, Kejari DI Yogyakarta, Kejari Surabaya, Kejari Lampung, Kejari Soe (NTT), Kejari Wamena, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Barat, Kejati Bengkulu, Kejati DKI, Kejati Bali, Kejati Maluku.
Mirisnya ada di antara mereka yang bersedia menjual pangkat dan jabatannya seharga Rp 100 juta, meski ada yang high profile, Rp 6 miliar, seperti Jaksa Urip Tri Gunawan.
Jaksa Urip yang tertangkap tangan menerima suap Rp 6miliar dari Artalyta Suryani, orang kepercayaan Sjamsul Nursalim akhirnya dihukum 20 tahun.
Dari kisah penangkapannya terselip sebuah isu sangat menarik. Konon, saat ia dilaporkan kena OTT oleh KPK, Jaksa Agung saat itu (Hendarman Supanji) menelepon Ketua KPK Antasari Azhar agar Urip diserahkan ke kejaksaan.
Rupanya Antasari sendiri belum tahu ada penangkapan itu. Menurut bisik-bisik, tim penyergap Urip memang sengaja tak memberi tahu Antasari. Mereka khawatir jika Antasari yang berpredikat jaksa juga akan membatalkan penangkapan itu, atau paling tidak bersedia menyerakan Urip ke rekan satu korpsnya.
Yang kedua, kalau tidak dilaporkan apakah KPK sudah memerintahkan untuk mengajukan. “Dugaan saya, ini tidak dilaporkan karena menyangkut atasannnya di kejaksaan agung,” ujarnya. Alasannya, jaksa itu bersifat hierarkis dan dalam satu kesatuan. Dengan demikian, apakah pimpinan KPK sudah memerintahkan. “Kalau tak ada, saya harap Dewan Pengawas untuk mengingatkan bukti awal ini untuk diproses lebih lanjut.”
Namun ia pesimistis pengakuan Miftahul bisa ditangani secara layak. Alasannya Ketua KPK saat ini tak lebih bagian dari Mabes Polri. “Ketua KPK saat ini menjadikan posisinya untuk mendapatkan kenaikan pangkat, jadi bintang tiga,” tuturnya. Dan semua penyidiknya jadi ASN. Tapi ia mengingatkan, pimpinan KPK tetap punya kewenangan untumenindaklanjuti pengakuan itu. “Tinggal bagaimana menjalankannya saja,” katanya.
Dari suap recehan hingga miliaran rupiah
Terlepas dari itu, Luhut mengingatkan kejaksaan agar buru-buru berbenah. Tanpa itu jangan harap kewenangan penydidikan dan penuntutan perkara korupsi bisa segera kembali ke Kejaksaan. “Kalau seperti sekarang ini mana mungkin dapat dukungan,” ujarnya sembari menyentil sikap bermewah-mewah seorang jaksa yang hobi mengendarai mobil sport.
Luhut tak asal ngomong. Menurut catatan SINDOnews, sekali 2008-2019 ada 22 orang jaksa yang tertangkap tangan menerima suap. Mereka tersebar di Kejaksaan Agung, Kejaksaan Negeri (Kejari) Tangerang, Kejari Cibinong, Kejari Praya (NTB), Kejari Jawa Barat, Kejari DI Yogyakarta, Kejari Surabaya, Kejari Lampung, Kejari Soe (NTT), Kejari Wamena, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Barat, Kejati Bengkulu, Kejati DKI, Kejati Bali, Kejati Maluku.
Mirisnya ada di antara mereka yang bersedia menjual pangkat dan jabatannya seharga Rp 100 juta, meski ada yang high profile, Rp 6 miliar, seperti Jaksa Urip Tri Gunawan.
Jaksa Urip yang tertangkap tangan menerima suap Rp 6miliar dari Artalyta Suryani, orang kepercayaan Sjamsul Nursalim akhirnya dihukum 20 tahun.
Dari kisah penangkapannya terselip sebuah isu sangat menarik. Konon, saat ia dilaporkan kena OTT oleh KPK, Jaksa Agung saat itu (Hendarman Supanji) menelepon Ketua KPK Antasari Azhar agar Urip diserahkan ke kejaksaan.
Rupanya Antasari sendiri belum tahu ada penangkapan itu. Menurut bisik-bisik, tim penyergap Urip memang sengaja tak memberi tahu Antasari. Mereka khawatir jika Antasari yang berpredikat jaksa juga akan membatalkan penangkapan itu, atau paling tidak bersedia menyerakan Urip ke rekan satu korpsnya.
(rza)