Pacu Aktivitas Fisik untuk Jaga Kesehatan Anak di Masa Pandemi

Kamis, 24 Juni 2021 - 06:05 WIB
loading...
Pacu Aktivitas Fisik untuk Jaga Kesehatan Anak di Masa Pandemi
Aktivitas fisik anak-anak selama pandemi tetap diperlukan untuk menjaga kesehatan. FOTO/WIN CAHYONO
A A A
JAKARTA - Pandemi Covid-19 membuat aktivitas fisik anak-anak berkurang. Dus penggunaan gawai dalam jangka panjang, generasi penerus bangsa ini bukan hanya terancam tumbuh kembang , cara berpikir dan psikologisnya pun bisa terdampak. Karena itu, perlu upaya orang tua mendorong anak melakukan aktivitas yang bersifat fisik.

Sejak pandemi Covid-19 melanda, aktivitas anak-anak berubah drastis. Yang paling terlihat, mereka tak lagi pergi dan belajar di sekolah. Mereka harus menjalankan proses belajar mengajar secara daring. Kegiatan di lingkungan rumah pun tak bebas seperti dulu. Mereka tak bisa bermain secara leluasa lagi karena adanya penyebaran virus Sars Cov-II.

Ruang gerak anak kian sempit setelah beberapa hari lalu, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengungkapkan 12,5% dari total kasus positif di Indonesia merupakan anak berusia 0-18 tahun. Berdasarkan data Satgas Covid-19 sampai 22 Juni 2021, total jumlah orang terkonfirmasi positif sebanyak 2.018.113. Dengan situasi lonjakan kasus, pembatasan kegiatan yang sudah berlangsung lebih dari satu tahun akan semakin berdampak pada kesehatan fisik dan mental mereka.



Direktur Paud Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek) Muhammad Hasbi mengakui pandemi membuat anak-anak berpotensi mengalami stres karena kurangnya kesempatan bersosialisasi dengan guru dan teman sebayanya. Tentu saja mereka juga kehilangan waktu belajar di sekolah dalam periode yang cukup lama.

“Bisa membuat banyak anak kehilangan kesempatan mendapatkan stimulasi yang tepat (learning loss). Pembelajaran secara daring masih terasa menantang bagi banyak pihak, termasuk orang tua yang kurang paham tentang stimulasi yang tepat,” ujarnya kepada Koran SINDO, Rabu (23/6/2021).

Pandemi Covid-19 juga mengakibatkan kekerasan terhadap anak di rumah. Hal ini disebabkan orang tua yang frustasi menghadapi perubahan pola hidup dan kondisi ekonomi yang turun secara drastis. Hasbi menyebut pandemi menyebabkan kenaikan kasus stunting.

“Hal ini merupakan efek dari pendapatan orang tua yang berkurang sehingga kemampuan mereka untuk menopang tumbuh kembang anak menjadi berkurang. Di samping itu, anak kehilangan kesempatan untuk mengunjungi pusat layanan kesehatan, memperoleh stimulasi gizi, dan kesehatan yang diperlukan agar dapat bertumbuh dan berkembang secara optimal,” tuturnya.



Dia menuturkan, saat ini ebagian besar anak-anak terkungkung di rumah. Para orang tua pun memilih jalan pintas dengan membebaskan anak-anak menggunakan gawai. Pria kelahiran Pangkajene itu pun menyebut, penggunaan gawai dalam jangka panjang berpotensi mempengaruhi cara berpikir dan tumbuh kembang anak. Dampak langsung yang dapat dilihat adalah gangguan sosial dan emosional pada aspek kemandirian.

“Bahasa pada aspek kemampuan berbicara yang disebabkan karena anak jarang berinteraksi dengan lingkungannya. Perkembangan motorik halus juga akan terdampak karena gambar yang ditampilkan gawai dengan ukuran sama dapat mengganggu perkembangan kognitif anak, anak tidak mampu untuk membedakan ukuran benda riil,” jelasnya.

Kendati demikian dia menjelaskan ada juga dampak positif dari penggunaan gawai, yakni penglihatan dan pendengaran anak dapat berkembang dengan baik. Sebab, adanya rangsangan audio-visual. Oleh karena itu, guru dan orang tua harus bijak dalam memperkenalkan gawai kepada peserta didik dan anak-anak.

Belajar di sekolah dan rumah tentu berbeda jauh. Saat ini, anak-anak hanya duduk menghadap gawai, entah ponsel pintar, komputer, maupun laptop. Tanpa gerak. Melihat situasi ini, Kemendikbud pun mencoba beberapa cara agar anak-anak tetap bisa memiliki aktivitas fisik. Hasbi menjelaskan pihaknya telah menyelenggarakan webinar bagi para pendidik dan orang tua untuk meningkatkan kompetensi pedagogik mereka.

Kemendikbud pun menerbitkan buku saku yang berisi panduan belajar dari rumah (BDR) bagi tenaga pendidik dan orang tua. “Membuat video pembelajaran daring yang mengajak anak terlibat aktivitas fisik, seperti mencuci tangan bersama-sama, membersihkan rumah, dan aktivitas yang melibatkan fisiknya lainnya secara virtual,” katanya.

Pria kelahiran 1973 itu memprediksi pola pendidikan dan pengajaran akan berubah setelah pandemi. Penerapan protokol kesehatan (prokes) sudah pasti. Lalu, pembelajarannya akan luring dan daring. Para guru akan memanfaatkan teknologi informasi (TI) dalam merancang, melaksanakan pembelajaran, dan asesmen pertumbuhan dan perkembangan anak.



Vaksinasi sudah berjalan dan diharapkan dapat melandai kasus positif Covid-19. Setelah itu, kebiasaan anak-anak di rumah harus kembali diubah. Hasbi mengatakan normalisasi dilakukan dengan pembelajaran tatap muka (PTM) secara bertahap. Orang tua diberikan pilihan, yakni bisa belajar secara daring dan luring sesuai keperluannya. “Dengan opsi ini, kita berharap anak-anak dapat mulai beradaptasi dengan keadaan baru dan kembali belajar secara normal,” pungkasnya.

Sekjen Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Husein Habsyi membenarkan pandemi ini bisa mengganggu mental anak-anak. Mereka selama ini bebas bermain dan berinteraksi dengan teman-temannya di sekolah dan lingkungan rumah, tiba-tiba dibatasi. “Pengaruhnya membuat ada rasa yang kurang dari anak, misalnya keceriaan dan (tingginya) tingkat stress,” ujarnya.

Husein menjelaskan secara natural anak-anak itu tidak bisa diam. Mereka aktif bergerak dan itu merupakan hal yang baik untuk tumbuh kembangnya. Segala aktivitasnya itu akan merangsang aspek motorik dan kesehatan fisik anak. Namun, pandemi membuat anak-anak terkungkung di rumah. ‘’Ini fenomena yang cukup mengkhawatirkan,’’ tandasnya

Menghadapi kondisi yang ada, orang tua dan anak-anak harus bisa beradaptasi dengan situasi ini karena pandemi ini belum diketahui kapan berakhirnya. Dia lantas mengingatkan bahawa anak-anak bisa semakin stres jika terus “dibombardir” dengan tugas-tugas dari sekolah selama pembelajaran jauh jauh (PJJ). Husein mengungkapkan beberapa anak, terutama yang baru masuk sekolah, kehilangan kesenangan masa awal masuk sekolah.

“Romantisme itu hilang. Itu sebenarnya sebuah experience hidup yang penting. Berinteraksi dengan teman dan guru baru. Kemudian, kompetisi yang sehat bersama teman di lingkungan sekolah. Itu hilang. Bisa jadi ini mengganggu anak-anak dalam setahun atau dua tahun ini,” tuturnya.

Dalam pandangannya, situasi sekarang seperti maju-mundur kena bagi anak-anak. Di satu sisi, virus mengancam kesehatan dan nyawa. Di sisi lain, mereka membutuhkan kegiatan. Husein menyarankan para orang tua untuk mengajak anaknya berolahraga pagi di sekitar rumah, misalnya bersepeda dan jalan santai, pada pagi hari.

Setelah sholat subuh, situasi biasanya masih sepi. Ini akan meminimalisir pertemuan dengan orang lain atau kerumunan. “Kemudian mengurangi yang terlalu banyak duduk dan bermain game. Itu perilaku yang jika terlalu sering tidak sehat. Mata sering berinteraksi dengan layar gadget pin kurang sehat,” tegasnya.

Kecanduan game, menurutnya, dalam jangka panjang bisa merusak sensor otak. Orang tua sebaiknya memanfaatkan halam rumah untuk mengajak anak berkebun. Anak-anak bisa diminta membantu menggali, menanam, dan menyiram tanaman. Anak-anak perlu dilatih untuk mendapatkan kesehatan yang baru dan baik untuk tumbuh kembangnya.

Alternatif lain, orang tua bisa mengajari anak-anak memelihara hewan, seperti kucing dan ikan cupang. Husein mengungkapkan ada hal yang kerap luput dari perhatian banyak pihak terkait kesehatan dan tumbuh kembang anak. Pada awal pandemi, layanan imunisasi wajib dan rutin sempat tidak berjalan. Lonjakan kasus Covid-19 saat ini dikhawatirkan akan membuat layanan imunisasi di posyandu-posyandu tidak berjalan. “Kalau mereka enggak dapat akan berpengaruh di masa mendatang untuk mencegah penyakit pada anak,” kata dia.

Epidemiolog Universitas Indonesia (UI) Tri Yunis Miko Wahyonio meminta para orang tua harus kreatif dalam menciptakan aktivitas di tengah pandemi ini. Yang paling utama, harus berani membatasi anak-anak bermain menggunakan gawai. Menurutnya, anak-anak itu harus diajarkan tentang manajemen waktu. “Jadi kalau (anaknya) main terus, ya (kasih tahu) jangan main terus,” ujarnya kepada Koran SINDO, Rabu (23/6/2021).

Tri Yunis menegaskan anak-anak bukan berarti boleh keluar rumah sama sekali. Mereka tetap boleh keluar asal taat akan protokol kesehatan (prokes), seperti menggunakan masker. Para orang tua bisa mengajak mereka ke taman-taman yang ada di sekitar rumah. “Apa (kegiatan) yang menyenangkan buat orang tua dan anaknya. Ayo jalan-jalan, ke tempat yang ada mainanya di luar bukan di mall,” katanya.
(ynt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2051 seconds (0.1#10.140)