Booming-nya Fenomena Child-Free: Memilih Hidup tanpa Anak Semakin Populer
loading...
A
A
A
Fitria Ayuningtyas
Dosen Prodi S2 Ilmu Komunikasi, FISIP,
Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta
BELAKANGAN ini, child-free menjadi salah satu istilah populer yang banyak dibicarakan oleh Masyarakat khususnya di Indonesia. Child-free adalah istilah yang mengacu pada suatu konsep di mana pasangan yang sudah menikah memilih untuk tidak memiliki atau membesarkan anak.
Secara harfiah, arti child-free adalah kondisi ketika seseorang atau pasangan memutuskan untuk tidak memiliki keturunan. Sebenarnya, child-free bukanlah konsep baru. Bahkan, konsep child-free sudah banyak diterapkan di luar negeri, terutama negara maju.
Bahkan, penduduk di negara maju seperti Jepang dan Jerman sudah banyak memilih untuk child-free (Tim Medis Siloam Hospitals, 2023). Child-free adalah keputusan setiap orang yang sifatnya personal.
Tentu saja, sebelum memutuskan hal tersebut, masing-masing pasangan sudah memikirkannya secara matang dengan mempertimbangkan beberapa faktor. Pasangan yang memutuskan untuk child-free artinya sudah siap untuk tidak memiliki keturunan (Savage, 2023).
Istilah child-free atau keinginan seseorang untuk tidak memiliki anak saat ini tengah berkembang di Indonesia. Isu ini menjadi fenomenal karena mengundang banyak perdebatan maupun pro dan kontra di masyarakat, menghadirkan beragam opini serta ruang diskusi dari berbagai pihak. Adanya kontroversi mengenai fenomena child-free menunjukkan bahwa konsep ini masih tergolong tabu di Indonesia.
Apalagi jika mengingat Indonesia merupakan negara pronatalis atau negara yang mendukung kelahiran anak dengan tingkat kelahiran sebesar 93%, dengan masih adanya keyakinan yang begitu kental di dalam masyarakat bahwa kehadiran anak merupakan hal yang penting dalam pernikahan (Tanaka & Johnson, 2016).
Sebenarnya ‘child-free’ telah ada sejak awal 1900-an, meskipun baru pada tahun 1970-an para feminis mulai menggunakannya secara lebih luas, sebagai cara untuk menunjukkan perempuan yang secara sukarela tidak memiliki anak. Sedangkan di Indonesia istilah ini baru marak sekitar tahun 2021 an.
Akhiran ‘free’ atau ‘bebas’ dipilih untuk menangkap rasa kebebasan dan kurangnya kewajiban yang dirasakan oleh banyak dari mereka yang secara sukarela memutuskan untuk tidak memiliki anak. Namun, sebagian besar penelitian akademis biasanya “mengelompokkan semua orang yang tidak memiliki anak ke dalam kelompok yang sama,” jelas Elizabeth Hintz, asisten profesor komunikasi di University of Connecticut, AS, yang mempelajari persepsi tentang identitas mereka yang child-free.
Ini tidak mencerminkan pengalaman dan perasaan yang sangat berbeda dari orang-orang yang child-free dan childless, katanya, dan berarti ada kekurangan data komparatif jangka panjang yang secara khusus melihat kedua kelompok tersebut (Savage, 2023).
Dosen Prodi S2 Ilmu Komunikasi, FISIP,
Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta
BELAKANGAN ini, child-free menjadi salah satu istilah populer yang banyak dibicarakan oleh Masyarakat khususnya di Indonesia. Child-free adalah istilah yang mengacu pada suatu konsep di mana pasangan yang sudah menikah memilih untuk tidak memiliki atau membesarkan anak.
Secara harfiah, arti child-free adalah kondisi ketika seseorang atau pasangan memutuskan untuk tidak memiliki keturunan. Sebenarnya, child-free bukanlah konsep baru. Bahkan, konsep child-free sudah banyak diterapkan di luar negeri, terutama negara maju.
Bahkan, penduduk di negara maju seperti Jepang dan Jerman sudah banyak memilih untuk child-free (Tim Medis Siloam Hospitals, 2023). Child-free adalah keputusan setiap orang yang sifatnya personal.
Tentu saja, sebelum memutuskan hal tersebut, masing-masing pasangan sudah memikirkannya secara matang dengan mempertimbangkan beberapa faktor. Pasangan yang memutuskan untuk child-free artinya sudah siap untuk tidak memiliki keturunan (Savage, 2023).
Istilah child-free atau keinginan seseorang untuk tidak memiliki anak saat ini tengah berkembang di Indonesia. Isu ini menjadi fenomenal karena mengundang banyak perdebatan maupun pro dan kontra di masyarakat, menghadirkan beragam opini serta ruang diskusi dari berbagai pihak. Adanya kontroversi mengenai fenomena child-free menunjukkan bahwa konsep ini masih tergolong tabu di Indonesia.
Apalagi jika mengingat Indonesia merupakan negara pronatalis atau negara yang mendukung kelahiran anak dengan tingkat kelahiran sebesar 93%, dengan masih adanya keyakinan yang begitu kental di dalam masyarakat bahwa kehadiran anak merupakan hal yang penting dalam pernikahan (Tanaka & Johnson, 2016).
Sebenarnya ‘child-free’ telah ada sejak awal 1900-an, meskipun baru pada tahun 1970-an para feminis mulai menggunakannya secara lebih luas, sebagai cara untuk menunjukkan perempuan yang secara sukarela tidak memiliki anak. Sedangkan di Indonesia istilah ini baru marak sekitar tahun 2021 an.
Akhiran ‘free’ atau ‘bebas’ dipilih untuk menangkap rasa kebebasan dan kurangnya kewajiban yang dirasakan oleh banyak dari mereka yang secara sukarela memutuskan untuk tidak memiliki anak. Namun, sebagian besar penelitian akademis biasanya “mengelompokkan semua orang yang tidak memiliki anak ke dalam kelompok yang sama,” jelas Elizabeth Hintz, asisten profesor komunikasi di University of Connecticut, AS, yang mempelajari persepsi tentang identitas mereka yang child-free.
Ini tidak mencerminkan pengalaman dan perasaan yang sangat berbeda dari orang-orang yang child-free dan childless, katanya, dan berarti ada kekurangan data komparatif jangka panjang yang secara khusus melihat kedua kelompok tersebut (Savage, 2023).