TIMING

Senin, 14 Juni 2021 - 07:11 WIB
loading...
A A A
Pemilihan strategi pada waktu yang tepat (right time) merupakan hal penting yang selalu menjadi pertimbangan para pemangku kebijakan agar tercapai tujuan kebijakan sercara efektif. Dimensi waktu implementasi kebijakan dapat ditinjau dalam dua aspek yaitu pertama, kesesuaian waktu dengan konten kebijakan dengan situasi perekonomian yang ada saat itu. Kedua, kesesuaian konten dengan lingkungan sosial politik yang berkembang.

Implementasi kebijakan merupakan suatu proses pelaksanaan keputusan kebijakan (biasanya dalam bentuk undang–undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan, perintah eksekutif, atau dekrit presiden). Proses kebijakan publik tidak selalu mulus dan hanya sampai pada tahap evaluasi kebijakan, tetapi juga memungkinkan hadirnya pertentangan dari pihak lain terhadap kebijakan pemerintah, bisa jadi dikarenakan perbedaan cara pandang tujuan yang ingin dicapai.

Artinya, kita harus faham selalu saja ada pihak yang berbeda “melihat” permasalahan dengan perspektif yang berbeda. Menurut Grindle (1980: 10) dan Quade (1984: 310) bahwa yang diperlukan adalah adanya konfigurasi dan sinergi dari tiga variabel yang menentukan keberhasilan implementasi kebijakan atau program berasal dari tiga variabel yakni kebijakan itu sendiri, organisasi, dan lingkungan kebijakan.

Harapan itu perlu diwujudkan agar melalui pemilihan kebijakan yang tepat masyarakat dapat berpartisipasi dalam memberikan kontribusi yang optimal untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
Bijak Membagi dan Menerima Informasi

Kemajuan teknologi informasi komunikasi saat ini bagai pisau bermata dua. Pesatnya perkembangan teknologi tak hanya memberikan dampak yang positif tetapi juga memberikan dampak negatif.

Penyampaian informasi yang sangat cepat, di mana setiap orang dapat memproduksi dan menerima informasi secara instan tanpa batas. Terlebih, informasi yang dikeluarkan oleh orang perorang maupun badan usaha melalui media sosial dan elektronik ketika telah terkirim dan dibaca oleh banyak orang dapat mempengaruhi emosi, perasaan, pikiran bahkan tindakan seseorang atau kelompok.

Sangat disayangkan apabila informasi yang disampaikan tersebut adalah informasi yang tidak akurat diiringi dengan judul yang provokatif mengiring pembaca dan penerima kepada opini yang negatif. Data Kementerian Komunikasi dan Informatika menyebutkan bahwa pada 2016 saja setidaknya telah terdapat 800.000 situs di Indonesia yang terindikasi sebagai penyebar berita palsu dan ujaran kebencian (hate speech). Data tersebut berpotensi terus meningkat setiap tahunnya seiring dengan semakin meningkatnya jumlah pengguna internet di Indonesia.

Media sosial yang difungsikan sebagai alat untuk menampung opini, pendapat, serta pengaplikasian secara nyata dari freedom of speech seharusnya dapat menjadi tempat berdiskusi atau bertukar pikiran dengan kepala dingin untuk mencapai kesepakatan tentang suatu masalah.

Namun kini di Indonesia, tak sedikit akun di media sosial yang kerap menimbulkan kegaduhan atau mengganggu ketertiban nasional dengan berbagai tujuan. Terbaru, isu terkait wacana penerapan pajak pertambahan nilai (PPN) Bahan Pokok sejatinya hanyalah sebuah ide yang sempat terlontar dalam rapat internal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang belum dikaji lebih lanjut.

Bahkan, hingga saat belum ada rapat koordinasi antarkementerian untuk membahas isu tersebut. Kini pemerintah masih memberikan fokus dan perhatiannya lebih dalam pada penanganan Covid 19 dan juga pemulihan ekonomi nasional.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.7238 seconds (0.1#10.140)