Melindungi Minat Baca Anak

Selasa, 01 Juni 2021 - 11:22 WIB
loading...
Melindungi Minat Baca Anak
Melindungi Minat Baca Anak
A A A
Oleh :

Amir Syofian

Kabid Perpustakaan dan Pembudayaan Gemar Membaca
Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Bengkulu Selatan

1 Juni diperingati sebagai “Hari Anak Internasional” sebagaimana hasil Kongres Women's International Democratic Federation di Moskow, Rusia pada tanggal 4 November 1949. Berbeda dengan peringatan “Hari Anak Sedunia” yang bersifat universal, "Hari Anak Internasional" lebih menekankan kepada perlindungan anak sehingga disebut juga dengan "Hari Perlindungan Anak Internasional" (The International Day for Protection of Children).

Hari Anak Internasional bertujuan untuk memastikan bahwa setiap anak dapat berkembang dengan baik. Orang tua, guru, dan pihak lainnya diharapkan mampu mengarahkan anak untuk memiliki dan menunjukkan keahliannya.
Untuk menjamin tumbuh kembangnya anak, pemerintah telah menetapkan UU Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban untuk memberikan perlindungan dan menjamin terpenuhinya hak asasi anak. Perlindungan kepada anak diberikan untuk kepentingan terbaik bagi anak dalam perkembangan dan kelangsungan hidupnya. Salah satu hak yang harus dilindungi adalah perkembangan minat baca anak.

Saat ini minat baca anak masih rendah. Akibatnya kemampuan literasi membaca anak-anak Indonesia tertinggal dengan negara tetangga. Berdasarkan hasil PISA 2018, skor literasi membaca siswa Indonesia hanya 371 dengan rata-rata skor 487. Indonesia berada di peringkat 72 dari 78 negara. Rendahnya kemampuan literasi membaca siswa Indonesia terkait erat dengan budaya baca. Anak-anak yang memiliki budaya baca tinggi, pasti memiliki kemampuan literasi yang tinggi pula. Budaya baca tidak tumbuh dengan sendirinya. Menurut Fuad Hasan (dalam Sutarno, 2003), untuk membangun budaya baca memerlukan kemampuan membaca (proficiency). Tanpa kemampuan membaca, anak-anak tidak dapat mengakses bahan bacaan.

Setelah memiliki kecakapan membaca, anak-anak perlu pembiasaan membaca. Dari pembiasaan inilah, maka budaya baca akan tercipta. Namun untuk mewujudkan budaya membaca memerlukan bahan bacaan yang memadai. Menurut Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas), Muhammad Syarif Bando jumlah buku di Indonesia masih kurang. Rasio nasional jumlah buku di perpustakaan umum di Indonesia sebesar 0,09, yang berarti satu buku ditunggu oleh 90 orang.

Minimnya bahan bacaan menyebabkan minat baca tidak berkembang atau anak-anak membaca buku yang salah. Menurut Bambang Trimansya (2020), pembaca dini atau anak-anak usia 7 tahun tidak akan tertarik dengan buku yang berisi banyak teks. Mereka akan menyukai buku bergambar dengan kalimat sederhana yang terdiri dari 2 – 5 kata. Kalimat disusun berpola dengan kata repetitif. Jika pembaca dini diberikan buku yang penuh dengan teks dan minim gambar, maka mereka tidak akan tertarik. Mereka menganggap buku merupakan benda yang menakutkan dan membaca buku menjadi kegiatan yang membosankan.

Perpustakaan Ramah Anak

Masa kanak-kanak adalah masa emas pertumbuhan. Di masa ini, penting untuk mengajak anak-anak mengenal buku dan belajar mencintainya. Baik buruknya kesan anak-anak kepada buku akan mempengaruhi persepsi dan kebiasan mereka di masa yang akan datang. Jika pada masa ini gagal menumbukembangkan kecintaan kepada buku, maka di masa depan memerlukan kerja keras agar memiliki budaya membaca.

Pada proses inilah peran perpustakaan sangat dinantikan. Meski orang tua memiliki peran penting, tetapi kesadaran dan dukungan orang tua masih rendah. Jarang orang tua yang menjadikan buku sebagai hadiah untuk anak-anaknya. Apalagi orang tua yang memiliki waktu untuk membacakan buku kepada anak-anak tentu jumlahnya semakin sedikit.
Saat ini jumlah perpustakaan di Indonesia merupakan yang terbanyak kedua di dunia. Pada tahun 2018, di Indonesia terdapat 154.358 perpustakaan yang terdiri perpustakaan umum dan sekolah. Setiap tahun Perpusnas juga membangun 500 perpustakaan desa. Meski jumlahnya banyak, kualitas perpustakaan masih belum memenuhi standar nasional perpustakaan. (perpusnas.go.id.)

Meski demikian, keterbatasan itu tidak menjadi alasan bagi perpustakaan untuk memberikan layanan terbaiknya bagi upaya menumbuhkembangkan minat baca anak-anak. Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam menciptakan perpustakaan ramah anak yaitu:Pertama, penataan ruang yang nyaman. Ruang baca didesain agar berfungsi sebagai sumber informasi, edukasi dan rekreasi. Konsep belajar sambil bermain menjadi pertimbangan utama dalam merancang ruang. Ruang baca dirancang agar anak nyaman beraktifitas seperti membaca buku dan bermain permainan edukatif. Selain itu, dinding ruang dapat dicat dengan warna kontras atau gambar imajinatif. Kombinasi warna dinding mencerminkan suasana ceria sehingga anak-anak tertarik untuk membaca di perpustakaan.

Kedua, penyusunan koleksi buku anak dapat dilakukan sesuai dengan perjenjangan. Buku anak dapat disusun berdasarkan target pembaca, seperti batita (1-3 tahun), balita (3-5 tahun ke atas), pembaca awal (6-7 tahun), dan pembaca lanjut (8-9 tahun). Penyusunan koleksi berdasarkan jenjang dapat memudahkan pengunjung untuk mencari buku-buku anak yang sesuai dengan kebutuhannya. Ketiga, mengadakan kegiatan yang melibatkan anak-anak. Membaca buku bukan sekadar membaca, anak-anak dapat dilatih untuk mengungkapkan isi bacaan. Kegiatan lomba bertutur untuk anak-anak usia SD/MI yang digagas Perpusnas merupakan salah satu cara agar minat baca anak terus berkembang. Kegiatan lainnya yang dapat meningkatkan minat baca yaitu menggambar, bercerita, bermain permainan edukatif, atau menulis untuk anak-anak.

Keempat, layanan yang ramah anak. Petugas perpustakaan memiliki peran penting dalam menumbuhkembangkan minat baca. Layanan yang ramah, cepat, dan baik akan membuat anak-anak ingin berkunjung kembali ke perpustakaan. Sebaliknya, layanan yang kurang baik dapat membuat anak tidak betah di perpustakaan, apalagi untuk berkunjung lagi. Layanan yang baik tentu akan berdampak pada tumbuh kembangnya minat baca anak. Kelima, digitalisasi perpustakaan dalam bentuk e-library atau cyber library. Pengelolaan perpustakaan dapat memanfaatkan teknologi informasi untuk memberikan layanan. Layanan perpustakaan dapat dilakukan menggunakan jaringan internet. Pengunjung tidak harus datang ke perpustakaan untuk meminjam buku. Mereka dapat mengakses bahan bacaan dari mana saja.

Digitalisasi perpustakaan juga dilakukan dengan menyediakan bahan bacaan digital. Saat ini, bahan bacaan bukan hanya berbentuk buku cetak, tetapi tersedia dalam buku elektronik (e-book) atau buku digital. Anak-anak dapat mengakses buku digital yang dilengkapi dengan animasi dan suara sehingga mereka tertarik untuk membacanya.
Tentunya untuk mewujudkan perpustakaan digital memerlukan sarana dan prasarana yang memadai. Begitu juga untuk menciptakan perpustakaan yang ramah anak. Namun, keterbatasan sarana dan prasarana perpustakaan tidak menjadi alasan untuk berdiam diri dalam meningkatkan minat baca anak.
(war)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0949 seconds (0.1#10.140)