Literasi dan Generasi Unggul
loading...
A
A
A
M Syafi’ie
Pegiat Literasi dan Pendiri Lembaga Aku Belajar
TULISAN ini ingin menghadirkan kesadaran bahwa kaum terdidik saat ini merupakan generasi yang diharapkan untuk masa depan Indonesia. Pada 2018 Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data bahwa jumlah penduduk dengan rentang usia 15-39 tahun telah mencapai 39,96% dari total keseluruhan penduduk Indonesia. Data ini menjelaskan perihal eksistensi generasi milenial dalam struktur jumlah penduduk usia produktif dan akan menjadi bonus demografi untuk Indonesia.
Bonus demografi bermakna kondisi struktur kependudukan Indonesia yang didominasi oleh kalangan usia produktif, yang dalam hal itu diperkirakan dimulai pada 2020 dan diprediksi BPS akan berakhir pada 2036. Dalam rentang tahun tersebut penduduk produktif usia 15-68 tahun diprediksi berada di kisaran 70%, sedangkan usia nonproduktif yang umurnya kurang dari 14 tahun dan lebih dari 65 tahun berada di kisaran 30%. Bonus demografi merupakan peristiwa langka dan karena itu dinilai menjadi berkah untuk Indonesia. Sebagian kalangan menyebutnya dengan Indonesia emas. Benarkah Indonesia emas itu akan terjadi?
Indonesia emas merupakan impian di mana Indonesia akan berada di puncak kejayaannya, yaitu sebuah negara yang katanya akan dapat bersaing dengan negara-negara maju di dunia dan dinilai akan dapat menyelesaikan persoalan-persoalan sosial dan kenegaraan seperti kemiskinan, ketimpangan sosial, ketidakadilan, dan persoalan korupsi yang menggerus tata kelola layanan publik.
Tantangan
Di tengah bonus demografi, penduduk produktif saat ini dihadapkan pada beberapa tantangan, antara lain soal teknologi. Kita tahu kemajuan teknologi saat ini berkembang pesat, bahkan tidak terbendung. Beberapa kalangan telah menikmati dan mendesain teknologi sehingga memberi makna kemanfaatan buat sesama manusia. Pada sisi lain, banyak kalangan, utamanya anak-anak muda, tidak mampu menyaring akses informasi yang sangat terbuka dan bahkan cenderung liar. Misal di banyak media sosial berkembang penyebaran informasi hoaks, pornografi, hate speach, dan beberapa tindakan lain di dunia maya yang mengarah pada pelanggaran hukum.
Tantangan lainnya ialah pengangguran. Pada 2019, BPS melansir data bahwa pengangguran menurun. Tetapi lulusan diploma dan universitas banyak yang tidak bekerja. Kondisi ini memperlihatkan bahwa generasi muda terdidik membutuhkan penguatan kapasitas dan keterampilan untuk berwirausaha.
Kedua tantangan di atas sebenarnya menjadi penyemangat untuk memperbaiki keadaan. Di tengah problem yang ada, ada beberapa anak bangsa yang mengukir prestasi dengan memanfaatkan pengetahuan teknologi dan mandiri dalam berwirausaha.
Memulai dari Literasi
Dalam satu kesempatan pendiri Microsoft Bill Gates berkata, “Jika budaya anda tidak menyukai orang-orang yang kutu buku, Anda berada pada masalah serius.” Sebagai salah satu orang terkaya di dunia, Gates sangat tegas menyatakan betapa pentingnya dunia literasi untuk meningkatkan kualitas diri dan mewujudkan relasi yang tinggi kepada manusia dan lingkungan.
Pernyataan Bill Gates juga memberi penjelasan bahwa menjadi pengusaha sukses tidak serta-merta hanya membangun pundi-pundi kekayaan yang hanya dinikmati sendiri dan merusak terhadap lingkungan dan relasi kemanusiaan. Kecintaan terhadap buku dan dunia literasi akan mengantarkan seorang pengusaha untuk lebih bermartabat dan semakin mengerti untuk belajar secara terus-menerus.
Saat ini, tradisi literasi Indonesia terbilang cukup rendah. Dalam studi Indeks Literasi Membaca 34 Provinsi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)pada 2019 menyatakan beberapa hal, antara lain : Pertama, Indeks Alibaca nasional masuk dalam kategori aktifitas literasi rendah, sedangkan pada indeks provinsi sebanyak 9 provinsi masuk dalam katagori sedang, 24 provinsi masuk dalam katagori rendah, dan 1 provinsi masuk dalam katagori sangat rendah. Kedua, dari peringkat Indeks Alibaca provinsi, terdapat tiga provinsi yang memiliki indeks tertinggi, yaitu DKI Jakarta yang menduduki posisi pertama, disusul Yogyakarta dan Kepulauan Riau. Sedangkan tiga provinsi yang memiliki indeks terendah ialah Papua, Papua Barat dan Kalimantan Barat. Studi yang dilakukan Kemendikbud itu juga menyatakan bahwa salah satu yang nilainya rendah ialah terkait dimensi budaya, di mana masyarakat masih belum memiliki kebiasaan untuk mengakses bahan-bahan literasi. Dalam konteks perilaku, masyarakat dinilai masih rendah dalam membaca buku, koran, majalah, rendah dalam membaca artikel media daring, termasuk rendah pula untuk berkunjung ke perpustakaan umum.
Kondisi di atas memperlihatkan bahwa salah satu tantangan negara Indonesia saat ini ialah membangun kualitas sumber daya manusia (SDM) yang lebih terdidik dan memiliki kecintaan terhadap dunia literasi.
Tanggung Jawab Pemerintah
Indonesia saat ini sedang berlimpah dengan generasi muda. Apakah ini betul menjadi berkah? Bisa saja bila generasi saat ini dikawal menjadi generasi yang berkualitas. Penulis berpendapat bahwa generasi berkualitas ialah mereka yang sudah terbuka cara berpikirnya, memiliki minat belajar yang tinggi, terdidik, dan terasah keterampilan inovasi dan kreativitasnya. Salah satu fondasi mewujudkan generasi berkualitas ialah terbangun dan menguatnya SDM. Presiden Joko Widodo dalam suatu kesempatan menyatakan bahwa negara-negara maju merupakan negara yang memiliki kualitas infrastruktur dan SDM yang baik. Keduanya merupakan tahapan awal bagi sebuah negara untuk menjadi negara maju.
Apakah itu kualitas SDM itu hadir? Kita meminta tanggung jawab pemerintah agar lebih serius mendorong penguatan literasi di berbagai daerah. Utamanya di daerah-daerah terpencil. Buku, bahan bacaan, dan komunitas belajar perlu didukung besar-besaran. Anak-anak muda perlu didorong agar kuat pengetahuan, keterampilan, dan kreativitasnya. Anak-anak muda perlu diarahkan agar dapat menjadi bagian yang berkontribusi untuk kemanusiaan, keadilan, dan keadaban bangsa, dan negaranya.
Pegiat Literasi dan Pendiri Lembaga Aku Belajar
TULISAN ini ingin menghadirkan kesadaran bahwa kaum terdidik saat ini merupakan generasi yang diharapkan untuk masa depan Indonesia. Pada 2018 Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data bahwa jumlah penduduk dengan rentang usia 15-39 tahun telah mencapai 39,96% dari total keseluruhan penduduk Indonesia. Data ini menjelaskan perihal eksistensi generasi milenial dalam struktur jumlah penduduk usia produktif dan akan menjadi bonus demografi untuk Indonesia.
Bonus demografi bermakna kondisi struktur kependudukan Indonesia yang didominasi oleh kalangan usia produktif, yang dalam hal itu diperkirakan dimulai pada 2020 dan diprediksi BPS akan berakhir pada 2036. Dalam rentang tahun tersebut penduduk produktif usia 15-68 tahun diprediksi berada di kisaran 70%, sedangkan usia nonproduktif yang umurnya kurang dari 14 tahun dan lebih dari 65 tahun berada di kisaran 30%. Bonus demografi merupakan peristiwa langka dan karena itu dinilai menjadi berkah untuk Indonesia. Sebagian kalangan menyebutnya dengan Indonesia emas. Benarkah Indonesia emas itu akan terjadi?
Indonesia emas merupakan impian di mana Indonesia akan berada di puncak kejayaannya, yaitu sebuah negara yang katanya akan dapat bersaing dengan negara-negara maju di dunia dan dinilai akan dapat menyelesaikan persoalan-persoalan sosial dan kenegaraan seperti kemiskinan, ketimpangan sosial, ketidakadilan, dan persoalan korupsi yang menggerus tata kelola layanan publik.
Tantangan
Di tengah bonus demografi, penduduk produktif saat ini dihadapkan pada beberapa tantangan, antara lain soal teknologi. Kita tahu kemajuan teknologi saat ini berkembang pesat, bahkan tidak terbendung. Beberapa kalangan telah menikmati dan mendesain teknologi sehingga memberi makna kemanfaatan buat sesama manusia. Pada sisi lain, banyak kalangan, utamanya anak-anak muda, tidak mampu menyaring akses informasi yang sangat terbuka dan bahkan cenderung liar. Misal di banyak media sosial berkembang penyebaran informasi hoaks, pornografi, hate speach, dan beberapa tindakan lain di dunia maya yang mengarah pada pelanggaran hukum.
Tantangan lainnya ialah pengangguran. Pada 2019, BPS melansir data bahwa pengangguran menurun. Tetapi lulusan diploma dan universitas banyak yang tidak bekerja. Kondisi ini memperlihatkan bahwa generasi muda terdidik membutuhkan penguatan kapasitas dan keterampilan untuk berwirausaha.
Kedua tantangan di atas sebenarnya menjadi penyemangat untuk memperbaiki keadaan. Di tengah problem yang ada, ada beberapa anak bangsa yang mengukir prestasi dengan memanfaatkan pengetahuan teknologi dan mandiri dalam berwirausaha.
Memulai dari Literasi
Dalam satu kesempatan pendiri Microsoft Bill Gates berkata, “Jika budaya anda tidak menyukai orang-orang yang kutu buku, Anda berada pada masalah serius.” Sebagai salah satu orang terkaya di dunia, Gates sangat tegas menyatakan betapa pentingnya dunia literasi untuk meningkatkan kualitas diri dan mewujudkan relasi yang tinggi kepada manusia dan lingkungan.
Pernyataan Bill Gates juga memberi penjelasan bahwa menjadi pengusaha sukses tidak serta-merta hanya membangun pundi-pundi kekayaan yang hanya dinikmati sendiri dan merusak terhadap lingkungan dan relasi kemanusiaan. Kecintaan terhadap buku dan dunia literasi akan mengantarkan seorang pengusaha untuk lebih bermartabat dan semakin mengerti untuk belajar secara terus-menerus.
Saat ini, tradisi literasi Indonesia terbilang cukup rendah. Dalam studi Indeks Literasi Membaca 34 Provinsi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)pada 2019 menyatakan beberapa hal, antara lain : Pertama, Indeks Alibaca nasional masuk dalam kategori aktifitas literasi rendah, sedangkan pada indeks provinsi sebanyak 9 provinsi masuk dalam katagori sedang, 24 provinsi masuk dalam katagori rendah, dan 1 provinsi masuk dalam katagori sangat rendah. Kedua, dari peringkat Indeks Alibaca provinsi, terdapat tiga provinsi yang memiliki indeks tertinggi, yaitu DKI Jakarta yang menduduki posisi pertama, disusul Yogyakarta dan Kepulauan Riau. Sedangkan tiga provinsi yang memiliki indeks terendah ialah Papua, Papua Barat dan Kalimantan Barat. Studi yang dilakukan Kemendikbud itu juga menyatakan bahwa salah satu yang nilainya rendah ialah terkait dimensi budaya, di mana masyarakat masih belum memiliki kebiasaan untuk mengakses bahan-bahan literasi. Dalam konteks perilaku, masyarakat dinilai masih rendah dalam membaca buku, koran, majalah, rendah dalam membaca artikel media daring, termasuk rendah pula untuk berkunjung ke perpustakaan umum.
Kondisi di atas memperlihatkan bahwa salah satu tantangan negara Indonesia saat ini ialah membangun kualitas sumber daya manusia (SDM) yang lebih terdidik dan memiliki kecintaan terhadap dunia literasi.
Tanggung Jawab Pemerintah
Indonesia saat ini sedang berlimpah dengan generasi muda. Apakah ini betul menjadi berkah? Bisa saja bila generasi saat ini dikawal menjadi generasi yang berkualitas. Penulis berpendapat bahwa generasi berkualitas ialah mereka yang sudah terbuka cara berpikirnya, memiliki minat belajar yang tinggi, terdidik, dan terasah keterampilan inovasi dan kreativitasnya. Salah satu fondasi mewujudkan generasi berkualitas ialah terbangun dan menguatnya SDM. Presiden Joko Widodo dalam suatu kesempatan menyatakan bahwa negara-negara maju merupakan negara yang memiliki kualitas infrastruktur dan SDM yang baik. Keduanya merupakan tahapan awal bagi sebuah negara untuk menjadi negara maju.
Apakah itu kualitas SDM itu hadir? Kita meminta tanggung jawab pemerintah agar lebih serius mendorong penguatan literasi di berbagai daerah. Utamanya di daerah-daerah terpencil. Buku, bahan bacaan, dan komunitas belajar perlu didukung besar-besaran. Anak-anak muda perlu didorong agar kuat pengetahuan, keterampilan, dan kreativitasnya. Anak-anak muda perlu diarahkan agar dapat menjadi bagian yang berkontribusi untuk kemanusiaan, keadilan, dan keadaban bangsa, dan negaranya.
(bmm)