Siapkan Kajian Amendemen, La Nyalla: Presidential Threshold Banyak Mudharatnya

Sabtu, 29 Mei 2021 - 15:34 WIB
loading...
Siapkan Kajian Amendemen,...
Ketua DPD AA La Nyalla Mahmud Mattalitti, mengisi kuliah umum di Universitas Islam Negeri Alauddin, Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (29/5/2021). Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) AA La Nyalla Mahmud Mattaliti menilai ambang batas calon presiden atau presidential threshold memiliki banyak mudharat dibandingkan manfaat.

Oleh karena itu, kata La Nyalla, butuh amandemen ke-5 untuk memperbaikinya. La Nyalla menyampaikan itu saat mengisi kuliah umum bertajuk Amandemen Kelima: Sebagai Momentum Koreksi Perjalanan Bangsa, di Universitas Islam Negeri Alauddin, Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (29/5/2021).

Kuliah ini digelar secara fisik dan virtual. Untuk acara fisik, kuliah umum dilakukan dengan protokol kesehatan ketat dan terbatas.

La Nyalla hadir di UIN Alauddin Makassar bersama Ketua Komite I DPD Fachrul Razi, Ketua Komite III DPD Sylviana Murni, Wakil Ketua Komite II DPD Bustami Zainudin, Anggota Komite I DPD Muhammad Idris dan Jialyka Maharani, serta anggota DPD Dapil Sulsel Lily Amelia Salurapa. Hadir juga Asisten Pemerintahan Setda Provinsi Sulsel Andi Aslam Patonangi. Rombongan diterima langsung Rektor UIN Alauddin Makassar Prof H Hamdan Juhannis.

Kuliah umum ini menghadirkan sejumlah pakar politik dan ketatanegaraan, salah satunya Margarito Kamis. Tampak dalam acara ini adalah Ketua Forum Rektor Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri (PTKIN) Prof Dr Babun Suharto.

La Nyalla menjelaskan, presidential threshold merupakan syarat dukungan dari partai politik atau gabungan partai politik. "Oleh karena itu kita perlu koreksi lagi terkait hal itu. DPD pun sudah mempersiapkan kajian untuk amendemen konstitusi ke-5 agar ada keadilan dan ada kesempatan yang sama bagi siapa saja untuk menjadi pemimpin nasional," ujarnya.

Dia menjelaskan, UUD hasil amendemen 2002 telah memberikan mandat partai politik sebagai satu-satunya saluran untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Tata caranya diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

"Dalam UU ditegaskan untuk mengusung pasangan capres-cawapres, parpol atau gabungan parpol harus mengantongi 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional. Partai yang tidak menggenapi persentase ini harus berkoalisi," tuturnya.

Argumentasi mengenai presidential threshold disebut-sebut untuk memperkuat partai politik. Selain itu juga agar presiden dan wakil presiden terpilih punya kekuatan politik di parlemen.

Dengan begitu, presidential threshold memperkuat sistem pemerintahan presidensial. Sebab parlemen yang kuat dikhawatirkan akan melemahkan sistem presidensial.

"Sepertinya masuk akal. Tapi bila dicermati konteksnya jelas bukan soal kuat atau lemahnya eksekutif versus legislatif, tetapi keseimbangan peran. Menguatkan sistem presidensial tidak berbanding lurus dengan penguasaan eksekutif di parlemen. Koalisi penguasa yang gemuk dan minim oposisi mengundang penyalahgunaan kekuasaan karena sulitnya check and balance," katanya.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2288 seconds (0.1#10.140)