Perppu 1/2020 Wajar Digugat, Pengamat: Ada Konstruksi Hukum Keliru
loading...
A
A
A
JAKARTA - Langkah beberapa pihak untuk melakukan uji materi terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Korona wajar saja. Pasalnya konstruksi hukum dalam perppu tersebut dinilai keliru.
Pakar hukum tata negara Universitas Parahyangan Asep Warlan Yusuf mengatakan bahwa konstruksi Pasal 27 Perppu Nomor 1/2020 bermasalah. Pasalnya dengan adanya pasal tersebut seolah-olah apa pun dampak dari kebijakan tidak bisa dimintai pertanggungjawaban.
“Itulah yang menyebabkan regulasi seperti ini bertentangan dengan UUD, yaitu pasal tentang keadilan dan kepastian hukum. Jadi bahwa semua orang sama di hadapan hukum dan pemerintahan itu kan akan dilanggar. Jadi itu yang membuat digugat oleh beberapa pihak,” katanya saat dihubungi kemarin.
Asep menjelaskan bahwa kebijakan pemerintahan itu memang mesti berujung pada pertanggungjawaban. Pasalnya di dalam suatu kebijakan terdapat pelaku, perbuatan, dan akibat yang ditimbulkan serta tentu ada pertanggungjawaban. Namun perppu sepertinya malah menutup pintu pertanggungjawaban tersebut.
“Nah, pertanggungjawaban ini bisa saja administratif maupun secara hukum. Ketika kita berbicara tentang pertanggungjawaban hukum juga kita tidak selalu ujungnya pidana. Juga dilakukan secara perdata maupun hukum administrasi,” ungkapnya.
Menurutnya seharusnya bisa dibuat suatu konstruksi hukum yang tidak langsung mengarah pada pidana. Dalam hal ini terjadinya kerugian dapat diselesaikan terlebih dahulu dengan hukum administrasi dan yang bekerja nanti APIP. Baru setelah itu jika ditemukan tindak pidana korupsi masuk ranah pidana.
“Ini kan tidak. Ini tidak dapat diminta pertanggungjawabannya baik perdata maupun pidana. Seolah-olah dia menafikan, menghilangkan pertanggungjawaban dari suatu perbuatan. Jadi hemat saya rumusannya lebih pada delik ultimum remidium. Kalau dalam bahasa hukumnya adalah mengedepankan sanksi administrasi sebelum dikenai pidana,” paparnya.
Saat ditanya apakah gugatan ini akan berpengaruh pada penanganan korona, Asep menjawab tidak. Dia mengatakan apa yang digugat dengan penanganan korona ini merupakan dua hal yang berbeda.
“Perppu bukan untuk penanganan daruratnya. Penanganannya ke UU Kebencanaan, UU Kekarantinaan Kesehatan. Sebetulnya perppu ini lahir karena kondisi daruratnya, bukan berfungsi menyelesaikan daruratnya. Jadi akibat dari penanganan Covid-19 berpengaruh pada ekonomi dan keuangan, maka lahirlah perppu ini. Itu penepatan hukumnya,” jelasnya.
Sementara itu Menko Polhukam Mahfud MD mempersilakan langkah sejumlah kalangan untuk mengkritisi Perppu Nomor 1/2020. Menurutnya langkah tersebut merupakan bentuk kontrol yang diperlukan dalam negara demokrasi. “Tak ada yang melarang mengkritisinya di DPR atau mengujinya dengan judicial review ke MK atas perppu tersebut jika ada potensi dikorupsikan. Dari semuanya bisa lahir keputusan yang baik bagi bangsa,” katanya melalui akun Twitternya @mohmahfudmd.
Sebelumnya staf Presiden Bidang Hukum Dini Purwono mengatakan bahwa permohonan uji materi tersebut merupakan hak setiap warga negara. Dia pun tidak mempersoalkannya.
“Mengajukan gugatan/permohonan ke pengadilan itu kan hak konstitusional setiap warga negara. Jadi ya sah-sah saja,” ungkapnya.
Menurutnya dalam permohonan uji materi akan ada proses pemeriksaan dan verifikasi di pengadilan. Dia pun menyerahkan hal ini kepada pengadilan. (Dita Angga)
Pakar hukum tata negara Universitas Parahyangan Asep Warlan Yusuf mengatakan bahwa konstruksi Pasal 27 Perppu Nomor 1/2020 bermasalah. Pasalnya dengan adanya pasal tersebut seolah-olah apa pun dampak dari kebijakan tidak bisa dimintai pertanggungjawaban.
“Itulah yang menyebabkan regulasi seperti ini bertentangan dengan UUD, yaitu pasal tentang keadilan dan kepastian hukum. Jadi bahwa semua orang sama di hadapan hukum dan pemerintahan itu kan akan dilanggar. Jadi itu yang membuat digugat oleh beberapa pihak,” katanya saat dihubungi kemarin.
Asep menjelaskan bahwa kebijakan pemerintahan itu memang mesti berujung pada pertanggungjawaban. Pasalnya di dalam suatu kebijakan terdapat pelaku, perbuatan, dan akibat yang ditimbulkan serta tentu ada pertanggungjawaban. Namun perppu sepertinya malah menutup pintu pertanggungjawaban tersebut.
“Nah, pertanggungjawaban ini bisa saja administratif maupun secara hukum. Ketika kita berbicara tentang pertanggungjawaban hukum juga kita tidak selalu ujungnya pidana. Juga dilakukan secara perdata maupun hukum administrasi,” ungkapnya.
Menurutnya seharusnya bisa dibuat suatu konstruksi hukum yang tidak langsung mengarah pada pidana. Dalam hal ini terjadinya kerugian dapat diselesaikan terlebih dahulu dengan hukum administrasi dan yang bekerja nanti APIP. Baru setelah itu jika ditemukan tindak pidana korupsi masuk ranah pidana.
“Ini kan tidak. Ini tidak dapat diminta pertanggungjawabannya baik perdata maupun pidana. Seolah-olah dia menafikan, menghilangkan pertanggungjawaban dari suatu perbuatan. Jadi hemat saya rumusannya lebih pada delik ultimum remidium. Kalau dalam bahasa hukumnya adalah mengedepankan sanksi administrasi sebelum dikenai pidana,” paparnya.
Saat ditanya apakah gugatan ini akan berpengaruh pada penanganan korona, Asep menjawab tidak. Dia mengatakan apa yang digugat dengan penanganan korona ini merupakan dua hal yang berbeda.
“Perppu bukan untuk penanganan daruratnya. Penanganannya ke UU Kebencanaan, UU Kekarantinaan Kesehatan. Sebetulnya perppu ini lahir karena kondisi daruratnya, bukan berfungsi menyelesaikan daruratnya. Jadi akibat dari penanganan Covid-19 berpengaruh pada ekonomi dan keuangan, maka lahirlah perppu ini. Itu penepatan hukumnya,” jelasnya.
Sementara itu Menko Polhukam Mahfud MD mempersilakan langkah sejumlah kalangan untuk mengkritisi Perppu Nomor 1/2020. Menurutnya langkah tersebut merupakan bentuk kontrol yang diperlukan dalam negara demokrasi. “Tak ada yang melarang mengkritisinya di DPR atau mengujinya dengan judicial review ke MK atas perppu tersebut jika ada potensi dikorupsikan. Dari semuanya bisa lahir keputusan yang baik bagi bangsa,” katanya melalui akun Twitternya @mohmahfudmd.
Sebelumnya staf Presiden Bidang Hukum Dini Purwono mengatakan bahwa permohonan uji materi tersebut merupakan hak setiap warga negara. Dia pun tidak mempersoalkannya.
“Mengajukan gugatan/permohonan ke pengadilan itu kan hak konstitusional setiap warga negara. Jadi ya sah-sah saja,” ungkapnya.
Menurutnya dalam permohonan uji materi akan ada proses pemeriksaan dan verifikasi di pengadilan. Dia pun menyerahkan hal ini kepada pengadilan. (Dita Angga)
(ysw)