BPP Kemendagri Gelar Webinar Bahas Refocussing APBD untuk Covid-19
loading...
A
A
A
Sejumlah pemerintah daerah sudah melakukan refocussing dan realokasi dengan jumlah yang cukup besar. Namun, ada pula daerah yang melakukannya dengan persentase terbatas.
“Ada beberapa pemerintah daerah yang proses refocussing-nya kurang dari 30 persen, karena setelah diasesmen, pemerintah daerah tersebut tidak mungkin melakukan refocussing dan realokasi lagi,” ujarnya.
Dia menduga kondisi tersebut akibat pemerintah daerah belum menganggap penanganan Covid-19 sebagai suatu hal yang krusial.
( )
Menanggapi itu,Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Robert Endi Jaweng mengatakan, sanksi penundaan DAU harus dilihat sebagai terapi kejut bagi pemerintah daerah.
Penundaan ini dikatakannya bertujuan untuk memastikan pemerintah daerah memunyai komitmen dan kapasitas dalam menanggulangi pandemi.
Dia berharap, sanksi ini betul-betul ditegakkan untuk menjadi pelajaran di masa mendatang. “Kalau kita menjadikan sanksi ini hanya sebagai macan kertas, dan kita tidak tegas, ini akan menjadi kebiasaan. Karena kita tidak tahu kapan pandemi ini berakhir,” ujarnya.
Di sisi lain ,Plt Kepala BPKAD Provinsi Jawa Barat Ferry Sofwan Arif menceritakan bagaimana Provinsi Jawa Barat dapat menyelesaikan realokasi APBD sesuai dengan arahan pemerintah pusat. Pada laporan awal disampaikan, Provinsi Jawa Barat masuk ke dalam daerah yang DAU-nya ditangguhkan.
Namun, pihaknya terus melakukan pembenahan serta membangun komunikasi dengan Ditjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri, sehingga penangguhannya dicabut.
Sementara itu, anggota BPK Bahrullah Akbar Bahrullah memahami kondisi perubahan yang ada di daerah akibat pandemi, termasuk yang berkaitan dengan postur APBD. “Pada intinya BPK akan bersama-sama memahami kondisi yang terjadi,” tandasnya.
“Ada beberapa pemerintah daerah yang proses refocussing-nya kurang dari 30 persen, karena setelah diasesmen, pemerintah daerah tersebut tidak mungkin melakukan refocussing dan realokasi lagi,” ujarnya.
Dia menduga kondisi tersebut akibat pemerintah daerah belum menganggap penanganan Covid-19 sebagai suatu hal yang krusial.
( )
Menanggapi itu,Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Robert Endi Jaweng mengatakan, sanksi penundaan DAU harus dilihat sebagai terapi kejut bagi pemerintah daerah.
Penundaan ini dikatakannya bertujuan untuk memastikan pemerintah daerah memunyai komitmen dan kapasitas dalam menanggulangi pandemi.
Dia berharap, sanksi ini betul-betul ditegakkan untuk menjadi pelajaran di masa mendatang. “Kalau kita menjadikan sanksi ini hanya sebagai macan kertas, dan kita tidak tegas, ini akan menjadi kebiasaan. Karena kita tidak tahu kapan pandemi ini berakhir,” ujarnya.
Di sisi lain ,Plt Kepala BPKAD Provinsi Jawa Barat Ferry Sofwan Arif menceritakan bagaimana Provinsi Jawa Barat dapat menyelesaikan realokasi APBD sesuai dengan arahan pemerintah pusat. Pada laporan awal disampaikan, Provinsi Jawa Barat masuk ke dalam daerah yang DAU-nya ditangguhkan.
Namun, pihaknya terus melakukan pembenahan serta membangun komunikasi dengan Ditjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri, sehingga penangguhannya dicabut.
Sementara itu, anggota BPK Bahrullah Akbar Bahrullah memahami kondisi perubahan yang ada di daerah akibat pandemi, termasuk yang berkaitan dengan postur APBD. “Pada intinya BPK akan bersama-sama memahami kondisi yang terjadi,” tandasnya.