Poros Islam untuk 2024 Hanya Akan Melebarkan Pembelahan di Masyarakat
loading...
A
A
A
"Karena sekarang yang mengusung partai Islam hanya dua yaitu PKS dan PPP. Saya melihat dua partai Islam ini bagus. Saya tidak tahu Gelora ini berdasarkan Islam atau Pancasila. Tapi saya juga tidak melihat PKS dan PPP sebagai ancaman bagi bangsa," urainya.
Prof Azyumardi menambahkan koalisi berbasis Islam atau Pancasila peluangnya untuk bisa menang di Pemilu itu tergantung kemampuan menangkap atau mengkapitalsiasi masalah2 di masyarakat.
"Banyak sekali masalah ekonomi, sosial, disrupsi tingkat lokal, nasional dan global. Jadi tdak bisa hanya bicara pada ideologi saja. Apakah Islam atau Pancasila," tambahnya.
Masih kata Prof Azyumardi, orang sering mencibir kalau bicara Pancasila, mana keadilan sosialnya? "Kalau Partai Gelora bisa menangkap kesedihan, kepiluan di masyarakat dan bisa mengkapitalisasinya, saya kira Gelora akan bisa berbicara banyak di Pemilu," imbuhnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Sirojudin Abbasmengatakan gambaran opini publik saat ini memang masih belum percaya deengan argumen yang diusung partai-partai berbasis massa Islam.
Hal itu, kata Sirojudin tidak serta merta memunculkan alternatif fundamental bagi struktur kepartaian di Indonesia. Tahun 1999, ada 4 partai berbasis massa Islam: PKB, PAN, PK, PPP.
"Partai-partai berbasis massa Islam memiliki problem cukup besar di dengan konflik internal. Karena itu, kecenderungan suara Partai Islam dari 1999-2014 menurun. Prospeknya seperti apa kalau melihat tantangan seperti ini? Hegemoninya terlihat di sini," paparnya.
Ia menilai mayoritas pemilih Muslim Indonesia masih sejalan dengan tesis Cak Nur, Islam Yes, Partai Islam No. "Ini indikasi masih kuatnya karakter Islam Moderat Indonesia yang secara sadar menghindarkan diri dari tarikan politik berbasis agama."
Disampaikan Sirojudin, survei SMRC terhadap Partai Islam dan estimasi kekuatannya: Ada 25-35% yang mengatakan YES pada Partai Islam, dan sebanyak 65-75% NO. "Saya setuju dengan risiko jika politik identitas dijadikan sebagai dasar solidaritas politik masyarakat Islam. Risiko kegagalannya juga besar karena ketidakpercayaan kepada partai-partai Islam," jelasnya.
Sementara itu, Pengamat Politik Global Prof Imron Cotan menyampaikan gagasan Ketum Partai Gelora Anis Matta menjadi alternatif baru bagi pemikiran politik di Indonesia. Hal itu kata dia melihat tesis: apakah pembentukan poros Partai Islam memang untuk menyongsong Kontestasi 2024, atau untuk menghimpun aspirasi kelompok Islam dalam kehidupan berbangsa ke depan?
Prof Azyumardi menambahkan koalisi berbasis Islam atau Pancasila peluangnya untuk bisa menang di Pemilu itu tergantung kemampuan menangkap atau mengkapitalsiasi masalah2 di masyarakat.
"Banyak sekali masalah ekonomi, sosial, disrupsi tingkat lokal, nasional dan global. Jadi tdak bisa hanya bicara pada ideologi saja. Apakah Islam atau Pancasila," tambahnya.
Masih kata Prof Azyumardi, orang sering mencibir kalau bicara Pancasila, mana keadilan sosialnya? "Kalau Partai Gelora bisa menangkap kesedihan, kepiluan di masyarakat dan bisa mengkapitalisasinya, saya kira Gelora akan bisa berbicara banyak di Pemilu," imbuhnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Sirojudin Abbasmengatakan gambaran opini publik saat ini memang masih belum percaya deengan argumen yang diusung partai-partai berbasis massa Islam.
Hal itu, kata Sirojudin tidak serta merta memunculkan alternatif fundamental bagi struktur kepartaian di Indonesia. Tahun 1999, ada 4 partai berbasis massa Islam: PKB, PAN, PK, PPP.
"Partai-partai berbasis massa Islam memiliki problem cukup besar di dengan konflik internal. Karena itu, kecenderungan suara Partai Islam dari 1999-2014 menurun. Prospeknya seperti apa kalau melihat tantangan seperti ini? Hegemoninya terlihat di sini," paparnya.
Ia menilai mayoritas pemilih Muslim Indonesia masih sejalan dengan tesis Cak Nur, Islam Yes, Partai Islam No. "Ini indikasi masih kuatnya karakter Islam Moderat Indonesia yang secara sadar menghindarkan diri dari tarikan politik berbasis agama."
Disampaikan Sirojudin, survei SMRC terhadap Partai Islam dan estimasi kekuatannya: Ada 25-35% yang mengatakan YES pada Partai Islam, dan sebanyak 65-75% NO. "Saya setuju dengan risiko jika politik identitas dijadikan sebagai dasar solidaritas politik masyarakat Islam. Risiko kegagalannya juga besar karena ketidakpercayaan kepada partai-partai Islam," jelasnya.
Sementara itu, Pengamat Politik Global Prof Imron Cotan menyampaikan gagasan Ketum Partai Gelora Anis Matta menjadi alternatif baru bagi pemikiran politik di Indonesia. Hal itu kata dia melihat tesis: apakah pembentukan poros Partai Islam memang untuk menyongsong Kontestasi 2024, atau untuk menghimpun aspirasi kelompok Islam dalam kehidupan berbangsa ke depan?