Serikat Pekerja Diimbau Lebih Bijaksana Terkait Omnibus Law RUU Cipta Kerja
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah dan DPR mendapat protes dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) terkait pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, di tengah pandemi Covid-19 atau virus Corona, bukan waktu yang tepat membahas RUU tersebut. Iqbal pun menyebut pemerintah dan DPR tidak punya hati.
Menanggapi hal itu, Anggota Badan Legislatif DPR RI Firman Soebagyo meminta semua pihak untuk bijaksana dan tidak mempolitisasi pembahasan RUU Cipta Kerja. Menurut anggota Fraksi Partai Golkar tersebut, rancangan undang-undang tersebut bertujuan baik demi kepentingan bangsa dan negara, yakni memperkuat ekonomi nasional, membuka investasi serta menyediakan lapangan kerja yang lebih besar bagi rakyat.
"Jadi semua pihak saya minta jangan berasumsi yang tidak-tidak terkait RUU Cipta Kerja, jangan dijadikan stigma negatif, apalagi dijadikan komoditas politik. Itu tidak baik. RUU ini kan juga telah lama menjadi aspirasi publik, mulai dari akademisi, pegiat koperasi sampai praktisi wirausaha, yang paham bagaimana memperbaiki dan meningkatkan perekonomian kita. Pembahasannya di DPR juga dilakukan terbuka. Secara obyektif, RUU ini adalah angin segar, langkah konkrit dan terobosan yang dapat menjadi insentif dan transformasi pemulihan ekonomi paska Korona," jelas Firman di Jakarta, Minggu (19/4/2020).
(Baca juga: DPR Minta RUU Cipta Kerja Tidak Dipolitisasi)
Firman menjelaskan negara lain yang terkena dampak COVID-19, terutama di sektor ekonomi juga membuat satu kebijakan untuk mendongkrak perekonomiannya. Apalagi perekonomian yang turun terancam berimplikasi pula pada PHK dan penutupan pabrik. Menurutnya, jika Indonesia tidak segera melakukan sesuatu dan bertindak cepat dalam merespon penurunan ekonomi ini maka Indonesia akan tertinggal dan dampaknya lebih buruk setelah pandemi berakhir.
"Target investasi bisa tidak tercapai, ekonomi kita tidak akan pulih, ditambah lagi tenaga kerja yang sudah banyak menganggur akan terus bertambah dan sangat sulit diatasi. Sekarang justru tepat kita melakukan pembahasan RUU Cipta Kerja ini. Kita lakukan secara terbuka dan transparan. Semua pihak bisa memantau dan menyalurkan aspirasinya," ujarnya.
Senada dengan Firman, menanggapi protes sejumlah aktivis serikat buruh, Peneliti CSIS Yose Rizal menilai RUU Cipta Kerja justru merupakan jawaban dari tuntutan pekerja dan masyarakat selama ini, yaitu soal ketersediaan lapangan kerja. Menurutnya, RUU ini yang nanti akan mendatangkan investasi dan akan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat.
"Banyak yang meminta agar pemerintah mampu mengatasi problem ekonomi dan mengusahakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Nah, adanya UU Cipta Kerja akan memudahkan dan mendatangkan investasi secara efisien. Jika banyak investasi yang masuk ke Indonesia maka lapangan pekerjaan pun akan tersedia," jelasnya.
Sementara itu, Ketua Badan Legislatif DPR RI Supratman Andi Atgas menegaskan bahwa pasal-pasal yang dinilai bermasalah akan dibahas lebih lanjut di DPR dengan melibatkan semua pihak, termasuk buruh untuk mencari solusi terbaik.
"Nanti kita akan bentuk Panja dan di dalam Panja itu kita akan bahas per klaster dan pasal-pasal yang dinilai publik kontroversial. Nanti Panja akan membahasnya dengan semua pihak, bisa dari masyarakat, pengusaha, dan juga buruh," ungkap anggota Fraksi Gerindra ini.
Menanggapi hal itu, Anggota Badan Legislatif DPR RI Firman Soebagyo meminta semua pihak untuk bijaksana dan tidak mempolitisasi pembahasan RUU Cipta Kerja. Menurut anggota Fraksi Partai Golkar tersebut, rancangan undang-undang tersebut bertujuan baik demi kepentingan bangsa dan negara, yakni memperkuat ekonomi nasional, membuka investasi serta menyediakan lapangan kerja yang lebih besar bagi rakyat.
"Jadi semua pihak saya minta jangan berasumsi yang tidak-tidak terkait RUU Cipta Kerja, jangan dijadikan stigma negatif, apalagi dijadikan komoditas politik. Itu tidak baik. RUU ini kan juga telah lama menjadi aspirasi publik, mulai dari akademisi, pegiat koperasi sampai praktisi wirausaha, yang paham bagaimana memperbaiki dan meningkatkan perekonomian kita. Pembahasannya di DPR juga dilakukan terbuka. Secara obyektif, RUU ini adalah angin segar, langkah konkrit dan terobosan yang dapat menjadi insentif dan transformasi pemulihan ekonomi paska Korona," jelas Firman di Jakarta, Minggu (19/4/2020).
(Baca juga: DPR Minta RUU Cipta Kerja Tidak Dipolitisasi)
Firman menjelaskan negara lain yang terkena dampak COVID-19, terutama di sektor ekonomi juga membuat satu kebijakan untuk mendongkrak perekonomiannya. Apalagi perekonomian yang turun terancam berimplikasi pula pada PHK dan penutupan pabrik. Menurutnya, jika Indonesia tidak segera melakukan sesuatu dan bertindak cepat dalam merespon penurunan ekonomi ini maka Indonesia akan tertinggal dan dampaknya lebih buruk setelah pandemi berakhir.
"Target investasi bisa tidak tercapai, ekonomi kita tidak akan pulih, ditambah lagi tenaga kerja yang sudah banyak menganggur akan terus bertambah dan sangat sulit diatasi. Sekarang justru tepat kita melakukan pembahasan RUU Cipta Kerja ini. Kita lakukan secara terbuka dan transparan. Semua pihak bisa memantau dan menyalurkan aspirasinya," ujarnya.
Senada dengan Firman, menanggapi protes sejumlah aktivis serikat buruh, Peneliti CSIS Yose Rizal menilai RUU Cipta Kerja justru merupakan jawaban dari tuntutan pekerja dan masyarakat selama ini, yaitu soal ketersediaan lapangan kerja. Menurutnya, RUU ini yang nanti akan mendatangkan investasi dan akan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat.
"Banyak yang meminta agar pemerintah mampu mengatasi problem ekonomi dan mengusahakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Nah, adanya UU Cipta Kerja akan memudahkan dan mendatangkan investasi secara efisien. Jika banyak investasi yang masuk ke Indonesia maka lapangan pekerjaan pun akan tersedia," jelasnya.
Sementara itu, Ketua Badan Legislatif DPR RI Supratman Andi Atgas menegaskan bahwa pasal-pasal yang dinilai bermasalah akan dibahas lebih lanjut di DPR dengan melibatkan semua pihak, termasuk buruh untuk mencari solusi terbaik.
"Nanti kita akan bentuk Panja dan di dalam Panja itu kita akan bahas per klaster dan pasal-pasal yang dinilai publik kontroversial. Nanti Panja akan membahasnya dengan semua pihak, bisa dari masyarakat, pengusaha, dan juga buruh," ungkap anggota Fraksi Gerindra ini.
(maf)