Anwar Abbas Kritik Ide Menag soal Doa dan Salam Semua Agama

Selasa, 06 April 2021 - 14:44 WIB
loading...
Anwar Abbas Kritik Ide Menag soal Doa dan Salam Semua Agama
Wakil Ketua MUI Anwar Abbas mengkritik ide Menag Yaqut Cholil Qoumas yang menginginkan doa semua agama dibacakan dalam sebuah kegiatan. Foto/ist
A A A
JAKARTA -
JAKARTA – Ide Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas kepada jajaran Kementerian Agama tentang pembacaan doa semua agama yang diakui di Indonesia pada acara-acara resmi di kementeriannya menuai kritik. Anwar Abbas , Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang juga pengamat sosial ekonomi dan keagamaan menilai ada kekeliruan cara berpikir pada ide Yaqut tersebut.

Dalam sambutan Rakernas Kemenag 2021, Yaqut menyatakan keinginan agar semua agama diberikan kesempatan membacakan doa."Jangan kesannya kita ini sedang rapat ormas Kementerian Agama, ormas Islam Kementerian Agama, tidak. Kita ini sedang melaksanakan rakernas Kementerian Agama yang di dalamnya bukan hanya urusan agama Islam saja," kata Yaqut, Senin (5/4).



Abbas menilai Yaqut keliru menafsirkan toleransi. "Bagi saya sesuatu itu ada tempatnya. Di daerah dan atau di tempat yang orang Islam banyak, di situ ya silahkanlah di situ doanya menurut agama Islam dan yang non-Islam silahkan menyesuaikan diri untuk juga berdoa menurut agama dan kepercayaannya masing-masing," ujar Anwar Abbas dalam keterangan tertulisnya, Selasa (6/4/2021).

Di Bali, Abbas mempersilakan doa dipimpin tokoh dari agama Hindu karena mayoritas penduduk Pulau Dewata memang beragama Hindu. "Dan yang non-Hindu menyesuaikan sesuai dengan agamanya masing-masing," katanya.

Begitu pula di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang mayoritas penduduknya beragama Katholik, atau Sulawesi Utara dan Papua yang mayoritas Kristen Protestan, doa dalam kegiatan formal silakan dipimpin tokoh dari agama-agama tersebut. Warga beragama lain yang ada dipersilakan menyesuaikan diri dan berdoa menurut ajaran agamanya masing-masing.

"Seperti itulah kita menegakkan dan menghormati demokrasi dan toleransi. Jadi pelaksanaan dan implementasi kata toleransi itu tidak harus seperti yang dikatakan menteri agama tersebut. Begitu juga di dalam memberi salam silahkan yang bersangkutan memberi salam sesuai dengan salam yang diajarkan oleh agamanya dan tidak usah orang Islam menyampaikan salam dalam bentuk salam dari agama lain," imbuhnya.



Dia juga meminta setiap orangmenyampaikan salam sesuai dengan keyakinan mereka, tanpa perlu bersalam seperti salamnya orang Islam dan atau salam dari agama selain yang diyakini. "Sehingga kita tahu yang bersangkutan itu agamanya apa dan wajiblah bagi kita yang tidak seagama dengannya untuk menghormati mereka berikut dengan menghormati sikap serta agamanya tersebut," ujarnya.

Dalam hal yang seperti itu, menurut dia, kata toleransi itu baru punya arti dan punya makna tanpa ada keterusikan teologis pada diri kita masing-masing. Menurut dia, persatuan dan kesatuan itu tidak harus diwujudkan dengan menampilkan atau mensinkretikkan ajaran-ajaran agama yang ada.

"Dan persatuan serta kesatuan kita tidak akan terusik oleh adanya perbedaan di antara kita karena kita sebagai bangsa sudah punya sikap dan pandangan yang kuat yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Meskipun kita berbeda-beda tapi kita tetap satu dan bersatu dalam negara kesatuan republik Indonesia yang sama-sama kita cintai ini," tuturnya.

Untuk itu, menurut dia, sebagai warga bangsa kita harus tahu bahwa Pancasila dan UUD 1945 menghendaki kita untuk menjadi orang yang melaksanakan ajaran agamanya dengan baik. "Jika dia orang Islam jadilah muslim yang baik dan kalau dia Kristen dan Katolik serta Hindu dan Budha serta Konghucu jadilah mereka orang-orang yang baik sesuai dengan ajaran agamanya masing. Begitulah seharusnya kita hidup beragama dan berpancasila di negeri yang hukum dasarnya adalah UUD 1945," pungkasnya.
(muh)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1473 seconds (0.1#10.140)