Kesaksian Matheus dan Adi Tak Konsisten, Kuasa Hukum Juliari: Cara Agar Tak Dihukum
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tim kuasa hukum terdakwa mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara (JPB) Maqdir Ismail menilai sejumlah saksi dalam kasus dugaan korupsi Bantuan Sosial (Bansos) Covid-19 memberikan keterangan yang berubah-ubah.
Menurut Maqdir, pernyataan saksi Matheus Joko Santoso (MJS) dan Adi Wahyono (AW) tentang adanya arahan dari menteri dianggap sengaja membangun narasi menyesatkan. Hal itu seolah-olah menyiratkan bahwa mantan menteri Juliari P Batubara adalah aktor utama dan bermain sendirian dalam kasus korupsi tersebut.
"Kesan yang hendak ditampikan oleh Adi dan Matheus bahwa mereka melakukan tindakan menerima hadiah atau janji karena jalankan perintah menteri. Sepanjang yang saya ketahui, tidak ada arahan menteri untuk menerima hadiah dan janji, tetapi arahan menteri agar keduanya menjalankan tugas mereka secara baik sesuai dengan aturan," kata Maqdir Kamis (18/3/2021).
Bahkan Maqdir menilai pernyataan Adi dan Matheus hanya ingin mengaburkan dari tanggung jawab hukum yang menjerat keduanya. "Pernyataan adanya pengarahan menteri, menurut hemat saya sengaja disampaikan sebagai alibi agar mereka tidak dihukum atau kalau dihukum mendapat hukuman yang ringan," kata Maqdir.
Maqdir juga mengaku heran kliennya selalu disangkutpautkan dalam perkara terdakwa Ardian Iskandar Maddanatja (AIM) dan Harry Van Sidabukke (HVS). Padahal perkara dengan Ardian dan Harry adalah karena keduanya memberikan hadiah atau janji kepada Adi dan Matheus.
Secara keseluruhan HVS memberikan uang adalah sebasar Rp1.280.000.000 kepada Adi dan Matheus. Sedangan AIM memberikan uang komitmen fee seluruhnya sebesar Rp1.950.000.000 kepada Adi dan Matheus.
"Hal patut disesalkan bahwa dalam Dakwaan AIM dan HVS, selalu disebut bahwa Juliari menerima hadiah dari AIM dan HVS, tetapi tidak pernah dinyatakan dalam uraian surat sakwaan mengenai cara dan tempat Juliari menerima hadiah dan janji. Tentu hal ini yang kami perdalam nanti dalam perakara dari klien kami Juliari," kata Maqdir.
Pernyataan Maqdir juga dikuatkan Staf Ahli JPB, Kukuh Ari Wibowo. Pada persidangan Senin,15 Maret 2021 kemarin Kukuh menyebut Juliari tidak pernah memberikan arahan untuk menargetkan dana sebesar Rp35 miliar dari vendor. Dia juga menyatakan tidak ada komitmen fee sebesar Rp10.000 per paket, atau adanya pembagian klaster vendor untuk bansos. Dalam keterangannya, Kukuh juga menegaskan Juliari tidak memiliki usaha penjualan beras. "Tidak pernah pak. Tidak pernah," kata Kukuh.
Saat dikonfrontasi dengan kesaksian Kukuh tersebut, Adi dan Matheus, menyatakan tetap dengan kesaksian mereka. Sekadar informasi, Presiden Direktur PT Tiga Pilar Agro, Harry Van Sidabukke dan konsultan hukum, Ardian Iskandar Maddanatja didakwa menyuap mantan Mensos Juliari Peter Batubara senilai Rp3,2 miliar. Suap itu disebut untuk memuluskan penunjukan perusahaan penyedia bansos untuk penanganan Covid-19 di wilayah Jabodetabek.
Jaksa menyebut Harry Van Sidabukke menyuap Juliari Batubara sebesar Rp1,28 miliar. Sedangkan Ardian Iskandar, disebut Jaksa, menyuap Juliari senilai Rp1,95 miliar. Total suap yang diberikan kedua terdakwa kepada Juliari sejumlah Rp3,2 miliar.
Harry Sidabukke disebut mendapat proyek pengerjaan paket sembako sebanyak 1,5 juta melalui PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonganan Sude. Sementara Ardian, menyuap Juliari terkait penunjukkan perusahaannya sebagai salah satu vendor yang mengerjakan pendistribusian bansos Corona.
Uang sebesar Rp3,2 miliar itu, menurut Jaksa, tak hanya dinikmati oleh Juliari Peter Batubara. Uang itu juga mengalir untuk Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan bansos Covid-19 di Direktorat Perlindungan dan Jaminan Sosial Korban Bencana Kemensos, Adi Wahyono serta Matheus Joko Santoso.
Lihat Juga: Profil dan Kekayaan Hakim Ketua Eko Aryanto yang Vonis Harvey Moeis 6,5 Tahun usai Korupsi Rp271 T
Menurut Maqdir, pernyataan saksi Matheus Joko Santoso (MJS) dan Adi Wahyono (AW) tentang adanya arahan dari menteri dianggap sengaja membangun narasi menyesatkan. Hal itu seolah-olah menyiratkan bahwa mantan menteri Juliari P Batubara adalah aktor utama dan bermain sendirian dalam kasus korupsi tersebut.
"Kesan yang hendak ditampikan oleh Adi dan Matheus bahwa mereka melakukan tindakan menerima hadiah atau janji karena jalankan perintah menteri. Sepanjang yang saya ketahui, tidak ada arahan menteri untuk menerima hadiah dan janji, tetapi arahan menteri agar keduanya menjalankan tugas mereka secara baik sesuai dengan aturan," kata Maqdir Kamis (18/3/2021).
Bahkan Maqdir menilai pernyataan Adi dan Matheus hanya ingin mengaburkan dari tanggung jawab hukum yang menjerat keduanya. "Pernyataan adanya pengarahan menteri, menurut hemat saya sengaja disampaikan sebagai alibi agar mereka tidak dihukum atau kalau dihukum mendapat hukuman yang ringan," kata Maqdir.
Maqdir juga mengaku heran kliennya selalu disangkutpautkan dalam perkara terdakwa Ardian Iskandar Maddanatja (AIM) dan Harry Van Sidabukke (HVS). Padahal perkara dengan Ardian dan Harry adalah karena keduanya memberikan hadiah atau janji kepada Adi dan Matheus.
Secara keseluruhan HVS memberikan uang adalah sebasar Rp1.280.000.000 kepada Adi dan Matheus. Sedangan AIM memberikan uang komitmen fee seluruhnya sebesar Rp1.950.000.000 kepada Adi dan Matheus.
"Hal patut disesalkan bahwa dalam Dakwaan AIM dan HVS, selalu disebut bahwa Juliari menerima hadiah dari AIM dan HVS, tetapi tidak pernah dinyatakan dalam uraian surat sakwaan mengenai cara dan tempat Juliari menerima hadiah dan janji. Tentu hal ini yang kami perdalam nanti dalam perakara dari klien kami Juliari," kata Maqdir.
Pernyataan Maqdir juga dikuatkan Staf Ahli JPB, Kukuh Ari Wibowo. Pada persidangan Senin,15 Maret 2021 kemarin Kukuh menyebut Juliari tidak pernah memberikan arahan untuk menargetkan dana sebesar Rp35 miliar dari vendor. Dia juga menyatakan tidak ada komitmen fee sebesar Rp10.000 per paket, atau adanya pembagian klaster vendor untuk bansos. Dalam keterangannya, Kukuh juga menegaskan Juliari tidak memiliki usaha penjualan beras. "Tidak pernah pak. Tidak pernah," kata Kukuh.
Saat dikonfrontasi dengan kesaksian Kukuh tersebut, Adi dan Matheus, menyatakan tetap dengan kesaksian mereka. Sekadar informasi, Presiden Direktur PT Tiga Pilar Agro, Harry Van Sidabukke dan konsultan hukum, Ardian Iskandar Maddanatja didakwa menyuap mantan Mensos Juliari Peter Batubara senilai Rp3,2 miliar. Suap itu disebut untuk memuluskan penunjukan perusahaan penyedia bansos untuk penanganan Covid-19 di wilayah Jabodetabek.
Jaksa menyebut Harry Van Sidabukke menyuap Juliari Batubara sebesar Rp1,28 miliar. Sedangkan Ardian Iskandar, disebut Jaksa, menyuap Juliari senilai Rp1,95 miliar. Total suap yang diberikan kedua terdakwa kepada Juliari sejumlah Rp3,2 miliar.
Harry Sidabukke disebut mendapat proyek pengerjaan paket sembako sebanyak 1,5 juta melalui PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonganan Sude. Sementara Ardian, menyuap Juliari terkait penunjukkan perusahaannya sebagai salah satu vendor yang mengerjakan pendistribusian bansos Corona.
Uang sebesar Rp3,2 miliar itu, menurut Jaksa, tak hanya dinikmati oleh Juliari Peter Batubara. Uang itu juga mengalir untuk Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan bansos Covid-19 di Direktorat Perlindungan dan Jaminan Sosial Korban Bencana Kemensos, Adi Wahyono serta Matheus Joko Santoso.
Lihat Juga: Profil dan Kekayaan Hakim Ketua Eko Aryanto yang Vonis Harvey Moeis 6,5 Tahun usai Korupsi Rp271 T
(cip)