Waspadai Varian Baru Covid-19

Rabu, 17 Maret 2021 - 06:17 WIB
loading...
Waspadai Varian Baru Covid-19
Munculnya varian baru Covid-19 harus diwaspadai agar penyebarannya tidak meluas di tengah pandemi . FOTO/WIN CAHYONO
A A A
JAKARTA - Kewaspadaan terhadap munculnya varian baru virus Covid-19 multak diperlukan. Hal ini perlu menjadi kesadaran semua pihak karena virus yang menyebabkan pandemi global lebih dari setahun tersebut terus bermutasi. Saat ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah menemukan dan menelusuri sejumlah varian baru virus korona antara lain B117, N439K, P1, termasuk B1351.

Varian B117 pertama kali ditemukan di Inggris ini. Virus ini disebut mudah menular dan berisiko lebih mematikan. Adapun N439K adalah varian yang pertama kali ditemukan di Skotlandia dan terungkap lebih pintar dibandingkan varian-varian sebelumnya karena lebih mudah menular serta bisa lolos atau kebal antibodi paska vaksinasi Covid-19.



Di Indonesia, saat ini baru B117 dan N439K yang sudah ditemukan. Bahkan N439K sudah masuk sejak November 2020. Lembaga Biologi Molekuler Eijkman menyebut, sudah ada 48 kasus yang ditemukan dari 547 sampel yang disequens dan dikirimkan ke Bank Data Global Initiative on Sharing All Influenza Data, Gisaid.

Secara spesifik, mutasi B117 sudah ditemukan tujuh kasus. Dua kasus pertama dilaporkan menimpa warga Karawang, Jawa Barat yang baru pulang dari Arab Saudi. Empat lainnya di Palembang, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, Balikpapan, Kalimantan Timur dan Medan, Sumatera Utara.

Teranyar, menimpa warga Kota Bogor, Jawa Barat. Warga tersebut diketahui baru melakukan perjalanan dari luar negeri.



Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia, (IDI) ZubairI Zoerban membenarkan virus ini dapat bermutasi dan menyebar lebih cepat dari mutasi sebelumnya. Dia berharap vaksin yang digunakan di Indonesia dapat menangkal virus Covid-19 varian B117.

"Covid-19 ini memang seperti juga virus lain yang kemudian ditakutkan adalah menjadi lebih mudah menyebar lalu menjadi tidak mempan terhadap obat tidak mempan sehingga tidak bisa dilindungi dengan vaksin yang sudah ada," ungkapnya.

Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono, mencatat bahwa Covid-19 sejak empat bulan pertama sudah ada tiga varian baru di Wuhan, China. Mutasi selanjutnya ada di Inggris B117, Afrika Selatan 501Y.V2, terakhir varian N439K asal Skotlandia. Namun, menurut dia, perlu kajian lebih lanjut lagi, apakah mutasi itu terjadi di Indonesia atau dari luar.



Dia menjelaskan, mutasi N439K itu mutasinya berada pada sifat genotipe terhadap reseptor ACE 2 (Angiotensin converting enzyme 2) atau enzim yang menempel pada permukaan luar sel-sel di beberapa organ. Hal itulah yang membuat mudah menular. Kelebihan dari N439K lebih mudah menghindar dari antibodi atau tahan terhadap antibodi yang diciptakan sebelum varian ini bermutasi.

"Untuk fenotipe belum terbukti, saya menganjurkan untuk melakukan investigasi kasus dan penelitian sesudah menemukan tempat dimana ada virus yang bermutasi. Kemudian orang telah menjalani vaksinasi lalu masih terinfeksi itu perlu dikumpulkan untuk diteliti apakah itu varian baru," katanya.

Tri Yunis menambahkan, genotipe dari gen akan timbul sifatnya, sifat itu berubah dari aslinya itulah yang dinamakan bermutasi menjadi varian baru. Berapapun sifat yang berubah tetap kan menjadi varian baru. Untuk varian N439K itu terdapat dua sifat perbedaan yakni pada penularan dan sifat penghindaran dari antibodi. Untuk varian B117 satu sifat perbedaannya yakni penularannya.

Penjelasan lebih lanjut mengenai sifat gen, seperti manusia memiliki dua sifat gen yang diturunkan dari ibu bapak. Misalnya warna kulit ibu bapak hitam berarti seseorang tersebut memiliki gen kulit hitam. Tetapi jika hanya ibu yang berkulit putih. Berarti orang tersebut memiliki gen putih tapi nanti apakah kita berkulit putih atau tidak tergantung fenotipe .



"Fenotipe itu yang belum dibaca dari varian virus baru ini. Oleh karena itu saya menganjurkan untuk melakukan studi pada mereka yang terinfeksi dua kali, apakah itu varian baru. Juga pada orang yang setelah divaksinasi di tempat dimana varian ini ditemukan, kalau dia terinfeksi apakah itu varian tersebut," katanya.

Lebih lanjut dijelaskan, berdasar penelitian, jika sudah melakukan vaksinasi memang kemungkinan kebal 65%, sisanya kemungkinan orang tidak memiliki kekebalan.

’’Jadi perlu diteliti orang-orang yang sudah selesai divaksin tetapi antibodi masih kurang, dapat disebabkan karena antibodinya yang kurang atau karena varian baru virus tersebut,’’ ujar Tri.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes Siti Nadia Tarmizi menjelaskan, penemuan varian baru Covid-19 terus dipantau Badan Kesehatan Dunia (WHO). Berdasar data Kemenkes, Covid-19 memang selalu bermutasi, sejak Februari sudah ditemukan mutasi B614. WHO sudah menentukan ada tiga virus yang menjadi perhatian jika terjadi mutasi B117, B1351 dan N493K.

"Untuk N493K ini, baru satu jurnal yang mengatakan. Dan ini berdasarkan uji atau pengamatan di laboratorium. Berbeda dengan B117 yang disampaikan Inggris karena melihat bahwa di daerah Inggris Timur memang tiba tiba terjadi peningkatan kasus," ucapnya.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1774 seconds (0.1#10.140)
pixels